Mohon tunggu...
Nastiti Cahyono
Nastiti Cahyono Mohon Tunggu... Editor - karyawan swasta

suka menulis dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kebebasan Beragama, Menjunjung Hak Asasi dan Taat Hukum

19 Mei 2024   10:16 Diperbarui: 19 Mei 2024   10:21 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indonesia Satu - kompas.com

Keberagaman di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan, salah satu faktor keberagaman tersebut adalah agama, oleh karena itu para pendiri bangsa ini telah merancang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) untuk melindungi seluruh warga negara Indonesia untuk bebas memeluk agama dan menjalankan ritual agamanya sesuai kepercayaan yang dianutnya.

Kebebasan beribadah adalah salah satu hak asasi manusia yang dimiliki oleh setiap individu. Hak ini dimiliki oleh manusia untuk menjalankan ajaran agama atau keyakinannya. Namun dalam menjalani peribadahan, konsep kebebasan disini dapat dibatasi oleh aturan hukum dan undang-undang. Artinya, bebas beribadah namun tetap harus menaati aturan yang berlaku atau tidak melanggar hukum.

Keseriusan pemerintah dalam membentuk aturan hukum dimulai dari terbentuknya UUD 1945, dalam Sila Pertama Pancasila diakui Tuhan YME, yang bermakna kewajiban setiap manusia di Indonesia menghormati agama dan kepercayaan orang lain. Hal yang diatur dalam Sila Pertama Pancasila tersebut menjiwai pasal-pasal dalam batang tubuh (Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29) yang mengatur mengenai hak atas kebebasan beragama dan beribadah.

Kemudian disahkannya UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama,pengaturan dalam Pasal 1 UU Nomor 1/PNPS/1965 memenuhi kriteria pemberlakuan pembatasan terhadap kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau keyakinan seseorang, dimana yang dibatasi adalah dalam pelaksanaan ajaran bukan dalam berkeyakinannya, berdasarkan hukum, serta untuk melindungi keamanan dan ketertiban masyarakat agar tidak terjadi kerusuhan dalam masyarakat.

Ada juga Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Againts Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan martabat Manusia). Dalam Pasal 18 ayat (3) ICCPR pembatasan terhadap kebebasan menjalankan dan menentukan agama atau keyakinan seseorang hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atau hak-hak dan kebebasan mendasar orang lain.


Kebebasan beribadah di Indonesia mengalami perjalanan yang sangat panjang. Nyatanya hingga saat ini masih banyak terjadi pelanggaran terhadap kebebasan beribadah di Indonesia. Pelanggaran terhadap kebebasan beribadah di Indonesia merupakan puncak gunung es, yang hanya terlihat puncaknya saja, namun bila ditelaah jauh kedalam sangat banyak permasalahan yang terjadi.

Setelah diberlakukannya peraturan perundangan diatas masih ditambah lagi dengan terciptanya Surat Keputusan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Dan Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat.

Walaupun jaminan terhadap HAM sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih menimbulkan permasalahan. Hal yang paling menarik perhatian terkait perlindungan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah adalah terjadinya tindak kekerasan. Menurut rilis Setara Institute, pada tahun 2021 tercatat ada 171 peristiwa pelanggaran dan 318 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB). Tahun 2022 tercatat 175 peristiwa pelanggaran KBB dengan 333 tindakan di Indonesia. Sebanyak 168 tindakan dilakukan oleh aktor negara, sedangkan 165 tindakan dilakukan oleh aktor non-negara.

Pengaturan terhadap jaminan terhadap hak atas kebebasan beragama dan beribadah sudah dijamin undang-undang, pun dengan ajaran masing-masing agama yang pastinya melarang kekerasan dan tindakan semena-mena. Jadi apa yang salah dengan berulangnya pelanggaran terhadap kebebasan beragama di Indonesia? Pemerintah sudah menjamin, apalagi dengan ajaran agama sudah pasti tidak salah, yang salah adalah diri kita yang kurang memahami ajaran agama, oknum aparat yang gagal paham turut bersumbangsih atas pelanggaran tersebut.

Kita harus menyelaraskan ghirah beragama yang semakin meningkat. Di kalangan umat Islam misalnya, acara dakwah di berbagai media begitu semarak, masjid-masjid sekarang banyak dipadati jemaah setiap salat lima waktu, dan berjilbab menjadi pilihan muslimah di seantero negeri ini, yang bukan lagi sebatas gaya hidup baru muslimah perkotaan tapi juga pedesaan. Kita harus lebih fokus pada pemantapan pemahaman Islam yang Rahmatan Lil 'Alamin dan pengamalannya. Islam haruslah menjadi manfaat bagi seluruh alam, karena semua mahluk yang ada di alam ini merupakan ciptaan Sang Maha Pemberi Hidup. Lantas bagaimana nalar beragama kita kalau bisa tega menyakiti sesama ciptaan-NYA apalagi dengan dalih atas nama agama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun