Daniel Goleman (dalam Priyohadi 2011), mengatakan adanya strategi SOCS.
Yakni situation, option, consequence, and solution.
Situation. Pelajari situasi anak yang akan dimarahi (baca= nasehati) apaah dalam kondisi lelah, pikiran tidak konsentrasi, atau memang tipe pemberontak). Pelajaran ini agar sasaran nasehat mengenai kemarahan, dapat direspon secara positif oleh anak.
"Saya tahu mama marah dengan tujuan yang baik, maka saya diam saja dan tidak membantah sambil berusaha mengingat salah saya di mana, dan bagaimana memerbaikinya," ungkap anak yang paham dan beruntung punya orang tua yang suka mempelajari situasi anak manakala mau memarahinya (baca = menasehatinya).
Option, pilihlah metodologi marah yang tepat. Tidak semua anak tahan bila dibentak atau diberitahu dengan nada tinggi, ada pula yang mudah sakit hati atau kecil hati. Situasi yang paling berbahaya adalah anak bunuh diri karena barusan dibentak bentak dan dimarahi orang tuanya.
Maka orang tua perlu memilih metodologi marah yang tepat. Bisa saja dengan dialog, dan secara perlahan bisa naik ke nada tinggi namun tidak dengan penuh luapan emosi. Marah dengan sabar, itulah opsinya. Bisa? Silakan dicoba.
Consequence, artinya orang tua perlu memetakan konsekuensi dari kemarahannya. Harapannya pasti adalah agar anak patuh, mau mendengarkan nasehat meski disampaikan dengan nada keras, dan anak paham kesalahannya. Namun kadang juga orang tua marah oleh penyebab yang sudah lewat.
"Lho Mamah...kan kemaren tentang ini sudah kita seleseikan, kok sekarang Dedek dimarahi lagi dengan masalah kemaren?" Keluh seorang anak.
Nah, itu artinya di anak rasional karena marah adalah hak orang tua, namun anak juga berhak untuk memetakan sumber kemarahan orang tua.
"Kalau ortu marah dengan alasan jelas, ya saya terima. Namun kalau membabi buta, mendingan kabur dari rumah," imbuh seorang anak.
Solution. Ya setiap marah harus ada penyebab, metodologi, dan solusi. Bukan asal marah saja.