Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Jasmerah, Akumulatif, Versus Alternatif (2)

20 Februari 2021   14:00 Diperbarui: 20 Februari 2021   14:06 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nietzche dan istri (Foto: idntimes.com)

Jangan sekali melupakan sejarah, itu salah satu pesan dalam kisah pukulan ke-100 dari pemecah batu. Artinya penghargaan terhadap proses. Atau, dalam hukum dimaknai sebagai akumulatif, bukan alternatif.

Kebenaran akumulatif, berarti sesuatu yang terjadi saat ini, adalah sebuah proses yang berlangsung lama. Ia tidak berdiri sendiri. Susah juga menjelaskan kepada warga yang tidak suka membaca. Saya bercerita kalau pukulan ke-100 yang akhirnya memecahkan batu, maknanya adalah bahwa tidak mungkin ada pukulan ke 100 yang bisa memecahkan batu jika tidak ada 99 kali pukulan sebelumnya. 

Namun, rupanya ada orang yang memaknai sebagai kebenaran alternatif.  Diduganya bahwa dengan pecahnya batu melalui pukulan ke-100 itu, berarti 99 kali pukulan sebelumnya dianggap tidak mampu. Tidak mampu mecahkan batu.

"Cape deh..., maksud dari cerita itu bukan sebagai kebenaran alternatif, namun kumulatif, di mana kejadian saat ini adalah akumulasi dari banyak kejadian sebelumnya, sukses hari ini adalah bagian dari perjuangan yang terus menerus dilakukan oleh generasi sebelumnya, "ujar saya berusaha menjelaskan.

"Tapi kan kao bilang, yang bisa memecahkan batu itu pukulan ke 100, sementara 99 kali sebelumnya gagal, "jawabnya dengan penuh kecurigaan dan prasangka. 

Cape deh..... dikiranya cerita itu buatan saya personal. Itu adalah kisah yang masyhur di antara para motivator. Pesan moralnya adalah "never give up", jangan putus asa, sebab setiap tahapan akan mencapai hasil dan berproses untuk tercapainya prestasi puncak.

"berarti menurut kao, generasi sekarang yang sukses, dan generasi sebelumnya gagal begitu, "teriaknya tetap dengan protes tanpa henti.

Waw....... saya jadi ingat khatamul anbiya. Rasulullah Muhammad SAW itu diutus bukan sebagai alternatif, namun akumulatif. Beliau hadir sebagai nabi penutup, penyempurna ajaran yang terdahulu. Bukan sebagai ajaran baru, bukan alternatif, namun akumulatif.

"Berarti, kao merasa sejajar dengan Nabi gitu,"ujarnya masih membingungkan saya bagaimana menjelaskan arti kata never give up, proses yang berjalan panjang, dan sebenarnya menunjukkan bagaimana seseorang familiar dengan literasi atau tidak.

Saya hanya terbungkam dan putus bicara. Mungkin di sini beliau benar, jika Tuhan sudah meninggal dan tidak memberikan hidayah atas pemikiran yang didasarkan atas hawa nafsu. 

Berdebat dengan orang yang tidak terbiasa dengan literasi, membuat kita pusing tujuh puluh keliling. Kalau kita ingat Netzche, maka zaman sekarang ini lebih banyak umat beragama yang membunuh tuhannya. Ketika akal pikiran, nalar dan logika tidak digunakan, maka itu sama halnya membunuh tuhan. Sebab Tuhan telah memberikan akal pikiran. Namun tidak digunakan untuk memperindah peradaban. 

Friedrich Nietzsche (1844-1900) adalah salah satu filsuf kelahiran Jerman paling dikenal dalam satu abad terakhir. Bersama dengan Karl Marx dan Charles Darwin, ia membentuk "tiga serangkai" pemikir terbesar pada abad ke-19, di mana gagasan mereka masih memiliki dampak yang signifikan sampai hari ini. 

Sayangnya, Nietzsche juga menjadi salah satu filsuf yang paling sering disalahpahami, terutama oleh orang-orang yang belum pernah membaca karya-karyanya. Terkait dengan cerita saya tentang pukulan ke-100, maka saya jadi inget mbak Nietzsche ini yang mengatakan "tuhan telah mati".

Sementara di era sekarang, sebagian orang telah "membunuh tuhan", dengan tidak mau memahami pesan moral dari sebuah cerita. Tafsir atas cerita hanya didasarkan oleh prasangka dan tudingan yang, sayangnya, jika prasangka ini membanyak, maka akan ada revolusi sosial.

Saya menjadi shock. Mungkin saya salah mengajak bicara orang. (20.02.2021/Endepe) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun