Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pejabat Asing Sudah Biasa

8 Februari 2021   13:48 Diperbarui: 9 Februari 2021   17:14 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demo asing begini tetap aman karena proteksi regulasi (Foto: smartlegal.id)

Pejabat asing mah sebenarnya sudah biasa. Khususnya untuk perusahaan milik swasta, atau milik negara yang di dalamnya ada saham milik asing setelah era privatisasi. Tidak ada istimewanya. Sebab, konsekuensi dari penyertaan modal asing, ya struktur share holder (pemilik saham), dan direksi juga harus menjadi representasi dari kepemilikan usaha dimaksud. 

Jadi, ini adalah hal yang biasa.

Menjadi tidak biasa, menarik perhatian, jika itu menyangkut jabatan publik (baca: kenegaraan). Misalnya pak camat, pak bupati, walikota, gubernur, dan presiden. Atau juga menteri, direktur jenderal, dan lain sebagainya.

WNA apakah boleh memiliki tanah dan properti di negara kita? Bisa, namun bukan atas nama WNA tersebut, Makanya banyak WNA menikahi laki-laki lokal,atau wanita lokal, untuk berbisnis dengan penguasaan properti diatasnamakan sang suami, atau istri. Ini juga bukan rahasia. Selama semua biaya negara dibayar, pajak-pajak dibayar, risikonya hanya sengketa di mereka sendiri antara suami-istri jika nanti ada masalah gono gini atau apa lah terkait properti. 

Jadi, kalau di swasta dan PMA -Penanaman Modal Asing -, ya biasa saja.

Kalau di pemerintahan, itu memang menjadi masalah besar. Sebab pejabat identik dengan "memerintah" bawahan, sehingga kalau pejabatnya adalah orang asing, dan anak buahnya adalah orang dalam negeri, ibarat sebuah "penjajahan" di mana yang "memerintah" adalah orang asing, dan yang "diperintah" adalah orang dalam negeri.

Hubungan industrial di swasta sudah sangat jelas diatur oleh UU Ketenagakerjaan dan konvensi di ILO (International Labour Organization).

Sedangkan dalam konteks pemerintahan, pejabat negara yang WNA, masih belum diatur oleh UU kita. Kesepakatan awam adalah "itu dilarang". 

Namun demikian, seorang senior saya berkata, "Regulasi itu bukan kitab suci, kalau kitab suci itu tidak bisa diubah manusia, kalau regulasi bisa diubah. Mengapa tidak?"

Itulah mengapa,pejabat asing menjadi sebuah "kelaziman di masa mendatang", selama regulasi diperbolehkan. 

Sama halnya nanti, WNI juga bisa menjadi menteri atau presiden di negara lain, mengapa di negara kita WNA juga dilarang? Ya karena regulasi masih melarang gaesss...

Makanya jika ingin punya bupati atau menteri atau presiden dari luar negeri, segera diubah regulasinya. 

Risiko konflik vertikal maupun horisontal harus dipertimbangkan, namun dunia sudah sulit diprediksi. Semua bisa terjadi. Anak tiri WNI bisa menjadi Presiden Amerika Serikat, yakni Bapak Barack Obama Husein. Mengapa beliau bisa menjadi presiden USA? Karena ktp nya Amerika, meski pernah hidup di Menteng Jakarta ketika doeloe.

Nah, WNA mau menjadi Bupati, bahkan Presiden, ya KTP nya diubah,atau catatan Imigrasi dan Embassy disesuaikan. 

Semua bisa diatur, selama regulasi memungkinkan. Kuncinya di regulasi. 

Dalam konteks bisnis, ilmunya ada di administrasi bisnis seperti di STIAMAK Barunawati Surabaya. Fakutasnya adalah FIA Fakultas Ilmu Administrasi, FIA ada di UA, UI, sedangkan di STIAMAK adalah Program Studi Khusus Administrasi dan Bisnis, dengan konsentrasi Manajemen Logistik dan Bisnis Kepelabuhan. Makanya di STIAMAK juga dipelajari masalah privatisasi, hukum bisnis, dan hal lain terkait kepemimpinan asing khususnya di International Maritime Leadership, yang kita mendatangkan nara sumber lintas negara dari Belanda, Singapura, Denmar, China, Malaysia, Koera, dan lain sebagainya. Tema seperti eksistensi pejabat asing, dalam konteks administrasi bisnis, adalah hal yang lazim dan biasa. 

Dalam konteks publik, ilmunya di administrasi publik atau Pemerintahan, atau Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di banyak Universitas Negeri, seperti UGM, UNAIR, UI, UNDIP, dan lain sebagainya. 

Dan jika DPR masih bekerja efektif, ya masalah regulasi pemerintahan itu di tangan legislatif. Semua bisa disesuaikan dengan regulasi, atau hukum dibalik, regulasi bisa diatur untuk sesuai tuntutan zaman. 

Nah, kalau ada yang keberatan, keberatan itu juga disampaikan dalam koridor regulasi. Demo pun harus sesuai regulasi. Makanya kita musti memilih DPR yang pro rakyat, pro kesejahteraan kita bersama, bukan kesejahteraan orang tertentu. 

Wallahu alam. (08.02.2021/Endepe) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun