Ramadhan berakhir sebenar lagi. Lebaran akan datang kembali.
Setiap Lebaran, kami ke Yogyakarta yang asri. Ke Desa Turi. Di kaki Gunung Merapi
Meski bukan muslim, tradisi di desa masyarakat saling bersilaturahmi.
Setelah yang muslim menunaikan shalat Id. Masyarakat saling mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri. Saling memaafkan karena kesalahan adalah manusiawi.
Setiap rumah selalu menyediakan aneka makanan kecil. Ada jenang, tape, kacang, emping, dan aneka cemilan lain. Tak jarang pula kami disuguhi  makan besar. Ada lontong, opor, ikan goreng, pecel, dan lainnya. Tak jarang tiap tuan rumah memaksa kami makan, sehingga pulang perut kenyang setengah mati.
Juga anak-anak menyult petasan dan kembang api di malam hari. Memeriahkan alam dan memecah suasana sepi
Tercermin budaya toleransi di akar rumput yang patut diteladani. Yang non muslim tak sungkan mengucap selamat Idul Fitri. Yang muslimpun gembira menerima salam taklim kami.
Tak ada politisasi agama yang ramai di tingkat elit negeri yang selama ini dipertontonkan kepada rakyat negeri tanpa permisi.
Tapi kini lebaran tanpa mudik. Namun bagi kami kerinduan suasana lebaran di desa tetap tak terganti. Sambil menanti kapan Covid pergi.