Mohon tunggu...
Nugroho Angkasa
Nugroho Angkasa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemilik Toko Online di Dapur Sehat dan Alami, Guide Freelance di Towilfiets dan Urban Organic Farmer. Gemar Baca dan Rangkai Kata untuk Hidup yang lebih Bermakna. Blog: http://local-wisdom.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ajaran Guru Sejati dalam Tembang Macapat

13 Juli 2012   12:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:59 960
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13421838821987390410

Menurut Triwidodo (2012), ada urutan dalam macapat tersebut. Misalnya, maskumambang ialah simbolisasi janin yang masih mengambang dalam rahim ibunda. Kemudian, asmaradana merupakan representasi masa pubertas, tatkala para muda-mudi terbakar api asmara. Selanjutnya, pangkur menjadi pengingat (reminder) untuk menarik diri dari hiruk-pikuk kehidupan duniawi. Bahasa formalnya disebut pensiun.

Bagaimana postur tubuh saat orang bermacapat? Biasanya, kita duduk bersila dengan rileks. Tidak terpacak kaku (jinggleng njepaplem). Tidak muram (njethutut) ataupun mengurut dahi (njengkerut). Sembari mendengarkan kidung, hadirin boleh menyeruput wedang jahe dan mengemil jajanan pasar. Ajaran berbobot yang didaraskan lewat tembang, niscaya lebih meresap ke dalam kalbu.

Macapat rupanya sejalan pula dengan lectio divina continua. Sebuah tradisi yang sudah dipraktikkan dalam liturgi gereja selama berabad-abad. Arti harfiahnya mengidungkan bacaan suci. Mirip seperti tembang macapat, dalam lectio divina ini teks kitab suci dinyanyikan.

Menurut buku ini, ada 4 tahapan yang harus dilalui. Yakni lectio, meditatio, oratio, dan comtemplatio (halaman 30). Senada dengan pendapat Anand Krishna, dalam setiap tradisi agama memang senantiasa menyediakan ruang untuk olah rasa. Misalnya lewat Bhajan (Hindu), Zikir (Islam) , Japha (Buddhist), dan Chanthing/mantra (Kong Hu Chu).

Lebih lanjut, Romo Sindhunata memaparkan bahwa lewat lectio divina orang melakoni rumination. Artinya, ia memamah berkali-kali. Ibarat seekor sapi di padang rumput. Sembari rebahan terkantuk-kantuk ia mengunyah kembali (nggayemi) rerumputan hijau. Sepertinya, binatang itu tertidur namun sejatinya sedang mengalami kepuasan puncak.

Dalam konteks ini, ruminatio menjadi bahan baku dari lectio divina. Berkatnya, manusia merasa teduh, rendah hati, dan tahu diri. Senada dengan ayat dalam Kitab Mazmur, ”Jiwaku tenang laksana bayi di pangkuan Ibunda. Bagai bayi sehabis menetek terasa tenteram dan damai.”


Buku setebal 528 halaman ini dapat digunakan sejak jabang bayi keluar dari rahim ibu sampai manusia kembali ke haribaan bunda alam semesta. Dari acara selapanan (peringatan 35 hari kelahiran), malam midodaren (acara jelang resepsi pernikahan), hingga pengetan memule arwah (tirakatan untuk mendoakan leluhur).

Injil Papat merupakan sintesis ajaran gereja dan budaya. Agama dan kepercayaan di Indonesia memang perlu lebih adaptif terhadap kearifan lokal. Selamat membaca!

Judul: Injil Papat, Piwulang Sang Guru Sejati Ing Tembang Macapat Penulis: G.P. Sindhunata, S.J dan Ag. Suwandi, S.Pd Penerbit: Boekoe Tjap Petroek Yogyakarta Cetakan: III/2011 Tebal: 528 halaman ISBN: 978-979-3695-990

13421838821987390410
13421838821987390410

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun