Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kilas-Balik Trump-Pence: Perpecahan yang Nyaris Berakhir dengan Pembunuhan

20 Februari 2021   21:03 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:14 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari Irishtimes

Sebelumnya, saat Pence baru bergerak ke Capitol, Trump tampil di depan massa pendukungnya. Di situ dia sampai 13 kali menyebut Pence, menyatakan bahwa kemenangan sudah pasti di tangan jika wakilnya mau bertindak. Seolah dia ingin memastikan bahwa kemarahan pendukungnya terpusat pada Pence.

"Aku sudah bilang pada Mike, tindakan itu malah tidak butuh nyali. Yang butuh nyali itu kalau tidak bertindak apapun. Dan jika dia tidak melakukannya, itu akan menjadi saat menyedihkan buat negara kita."

Dan akibatnya adalah sesuatu yang menyerupai film horror The Purge.

Saat Trump selesai berbicara, ujung tombak kelompok massa itu sudah menembus barikade polisi di sebelah barat gedung Capitol. Lewat pukul dua siang, massa yang dipimpin organisasi radikal Proud Boys mendobrak pintu dan jendela. Sambil berkali-kali meneriakkan, "Gantung Mike Pence!"

Mereka menyerbu masuk dan menjelajahi seluruh koridor, sambil terus berteriak-teriak mencari Mike Pence. Sebagian membawa tali gantungan yang ditandai dengan namanya. Sang wapres sendiri saat itu berada di kantor yang hanya berjarak 100 kaki dari mereka. Dia diselamatkan seorang petugas polisi yang berhasil memancing massa ke arah yang berlawanan.

"Saya mendengar paling sedikit tiga perusuh berkata bahwa mereka ingin menggantung Mike sebagai seorang pengkhianat," kata Jim Bourg dari kantor berita Reuter. "Itu adalah kata-kata yang selalu mereka ulangi. Sebagian lain hanya berbicara tentang bagaimana sebaiknya mengeksekusi sang wapres."

Selama penyerbuan itu Pence menolak diungsikan. Dia bertahan di basemen, bersama anak dan istrinya. Dari sana dia melakukan kontak dengan semua pihak. Dari menteri pertahanan, kepala staf gabungan, dan anggota dewan, guna menerjunkan pasukan garda nasional. Hanya satu orang yang tidak dia kontak. Donald Trump.

Pada jam setengah empat pagi keesokan harinya, Pence mengafirmasi kemenangan Joe Biden. Lima orang meninggal akibat penyerbuan tersebut, termasuk satu petugas kepolisian. 140 petugas mengalami luka-luka.

Selama penyerbuan itu, Trump sama sekali tidak berusaha mencari tahu nasib wakil presidennya. Menelponnya juga tidak. Menurut senator Ben Sasse, yang mendengar dari staf Gedung Putih, Trump menonton penyerbuan itu dengan 'girang' dan 'suka-cita'.

(disarikan dari The Guardian, Washington Post, dan New York Times)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun