Mohon tunggu...
N. Setia Pertiwi
N. Setia Pertiwi Mohon Tunggu... Seniman - Avonturir

Gelandangan virtual

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Metazoa (2) #3

13 September 2018   17:15 Diperbarui: 9 September 2020   18:06 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku menarik napas dalam. Berkas cahaya dari balik pepohonan menyirami kami. Sudah waktunya. Aku meraih pengeras suara dan menggiring tamu-tamu kami menuju aula.

Presentasi sudah disiapkan. Ratusan buklet dibagikan, berisi data dan foto tiap-tiap penghuni kampung. Ditemani debar tak beraturan, aku berdiri di hadapan mereka yang duduk manis, siap mendengarkan.

Lima belas menit pertama, berjalan lancar. Tak ada kendala yang menyurutkan gelombang harapan. Aku ingin mereka menyadari, bahwa setiap penduduk bumi memiliki hak yang sama untuk hidup layak dan sejahtera. Tanpa peduli asal muasal, setiap kita punya andil untuk menjaga keseimbangan. Membuat gangguan pada kehidupan makhluk lain, cukup bagi mereka yang tak paham esensi keberagaman.

Lima belas menit selanjutnya, kubuka lembar utama. Lorong bagi mereka yang ingin menjadi bagian dari misi penyelamatan. Setiap orang berhak memilih penghuni kampung sebagai asuhan. Kami menyebutnya "Sahabat Alam". Dengan donasi setiap bulan, mereka akan mendapat simbol persahabatan Metazoa. Kami akan mengirim foto tumbuh kembang penghuni kampung secara rutin. Reno siap pasang badan menjadi fotografer tanpa bayaran.

"Bagus sekali, Neira. Ini akan membuat orang-orang merasakan keterlibatan. Indah sekali jika setiap tempat bisa menerapkan ini," respons salah satu perempuan setengah baya. Aku mengenalinya sebagai veteriner yang cukup sering datang ke kampung wisata.

Aku terhenyak. Setelah presentasi aku akhiri, berderap langkah mereka menuju meja registrasi Sahabat Alam, berdampingan dengan rumah-rumah penghuni kampung. Mata mereka berbinar, mencari konektivitas pada hati masing-masing untuk menentukan pilihan.

"Ayah, lihat ini. Mereka sangat manis!" Sepasang anak kembar berambut kuncir kuda menggemaskan berlari riang, menghambur ke pelukan ayahnya. Mereka memperlihatkan foto Bani dan Banu yang berpose dengan senyum jenaka.

"Ini simpanse yang kalian pilih? Lucu sekali ya."

"Tidak, jangan sebut simpanse. Mereka punya nama, Bani dan Banu. Mereka kembar, Ayah. Kami sudah bersahabat sekarang," Mereka menunjukkan gelang persahabatan Metazoa dengan bangga.

Di sekitar mereka, puluhan anak lain tersenyum-senyum senang. Melambaikan tangan pada sahabat baru di balik jeruji besi. Beberapa satwa tak berbahaya dibiarkan berkeliaran ditemani seorang pawang.

Foto Sinai dan anaknya yang sedang mengaum mengundang tatapan kagum. Aku lebur. Kedekatan antara penghuni bumi selalu berhasil menghangatkan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun