Mohon tunggu...
Nur Laili Adi P
Nur Laili Adi P Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

(っ.❛ ᴗ ❛.)っ

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Omnibus Law, Niatnya Baik Caranya Kurang Tepat

13 Desember 2021   20:16 Diperbarui: 13 Desember 2021   20:31 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dari Penulis. 

Presiden Joko Widodo di awal periode keduanya pernah menyampaikan sebuah gagasan baru dalam dunia hukum yang diharapkan mampu memudahkan perijinan, menciptakan lapangan kerja, serta mendatangkan investor. Gagasan itu ialah Omnibus Law atau lebih dikenal dengan UU Cipta Kerja.

Masih dalam tahap rancangan saja, Undang-undang ini sudah menuai kontroversi dan berbagai penolakan, terutama dari aliansi buruh yang merasa dirugikan. Penolakan ini berujung pada aksi demontrasi besar-besaran serikat buruh hingga akademisi. Namun aksi tersebut sia-sia ketika Pemerintah tetap mengesahkan UU Cipta Kerja. Lalu apa itu Omnibus law ?

Definisi Omnibus Law

Secara terminologi, Omnibus berasal dari bahasa Latin yang berarti untuk semuanya. Sedangkan Law berasal dari bahasa Inggris yang berarti hukum. Omnibus Law dapat juga diartikan sebagai konsep atau metode pembentukan regulasi dengan menggabungkan sejumlah aturan yang berbeda secara materi dan subyek menjadi satu produk hukum dalam satu payung hukum. Konsekuensi dari pengesahan peraturan tersebut ialah dicabutnya beberapa aturan hasil penggabungan dan dinyatakan tidak berlaku, baik sebagian atau keseluruhan.

Omnibus Law bersifat kompleks karena mengandung banyak materi sehingga proses pembentukannya membutuhkan waktu lama (Barbara Sinclair, 2012). Sedangkan, Undang-undang Cipta Kerja yang memuat 11 klaster dengan tebal lebih dari 1000 halaman ini berhasil diselesaikan dalam kurun waktu satu tahun. Bahkan prosesnya terkesan berjalan mulus.

Omnibus Law Masih Cacat

Terdapat tiga materi dalam metode hukum ini, antara lain: Cipta Kerja, Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian, serta Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Dari ketiganya, UU Cipta Kerja menjadi yang paling banyak mendapat perhatian publik karena dinilai memuat pasal-pasal kontroversial yang memberatkan kaum buruh dan hanya mementingkan kepentingan investor.

Dalam pembentukannya, Mahkamah Konstitusi menilai bahwa UU Cipta Kerja ini cacat formil. Aspek formil berkaitan dengan prosedur atau tata cara dalam penyusunan sebuah peraturan perundang-undangan secara bebas, terbuka, serta jujur untuk menghasilkan produk hukum yang responsif berdasarkan prinsip demokrasi Pancasila.

Pada kenyataannya, dalam proses awal pembentukan UU Cipta Kerja belum mencerminkan demokrasi Pancasila. Kalangan publik terutama serikat buruh merasa tidak dilibatkan dalam penyusunan UU Cipta Kerja. Padahal aturan tersebut juga menentukan nasib para buruh.

Perjuangan serikat buruh menemui titik terang tat kala MK melalui putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan jika UU Cipta Kerja inskonstitusional bersyarat. Bahwa suatu ketentuan dinyatakan tidak berlaku sejak putusan tersebut dibacakan hingga kondisi yang diharapkan sudah tercapai, atau akan menjadi konstitusional apabila syarat sebagaimana ditetapkan oleh MK dipenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun