Mohon tunggu...
Novitasari Setyawan
Novitasari Setyawan Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Senang menulis dan eksplorasi tentang seni

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Roseanne

18 Juni 2025   17:20 Diperbarui: 18 Juni 2025   17:21 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja keemasan di dermaga. Raga yang tak lagi muda berjalan terhuyung mendekati kursi yang seluruh permukaannya nyaris tertutup karat. Tangan keriputnya memegangi sang istri yang mati, membawanya duduk menghadap gelombang tenang samudera. Pria itu membelai istrinya dengan cinta yang tetap sama selama puluhan warsa. Sekalipun istrinya bukan wanita dan bukan manusia.

Cinta adalah cinta, begitulah rasa yang terus berbunga dalam benak dan jiwa kelelakian Andreas. Saban hari menuju petang, ia akan bersanding dengan istrinya di tepi dermaga lalu pulang ketika langit membuta. Andreas selalu memperkenalkan istrinya pada orang-orang yang singgah atau sekadar menyapanya hingga mereka semua berakhir takjub. Kini siapa pun yang kerap berlalu-lalang ketika senja tiba tentu mengerti jika kakek renta itu tengah bercinta dengan istri terkasihnya, sebuah syal merah yang memesona. Andreas menamainya Roseanne. Kehangatan dan kelembutan Roseanne terus menumbuhkan asmara yang tiada gugurnya. Hanya cinta dan cinta yang kian mekar begitu semerbaknya tanpa melayu.

Andreas lelaki setia yang tak akan meninggalkan Roseanne atau membiarkannya terjamah cinta dari orang lain. Pernah suatu ketika: angin kencang berhembus di kota, dengan lancangnya ia merenggut Roseanne yang melingkar anggun di leher suaminya. Angin mengajak Roseanne menari-nari di udara dan mencampakkannya pada sebuah ranting pohon oak yang tinggi. Di bawah, Andreas berteriak cemas sembari berusaha memanjat, “Istriku! Istriku, bertahanlah!”

Dua pemuda menarik Andreas untuk turun dan menawarkan bantuan, namun pria itu menepis—menolak mentah-mentah aksi mereka sebagai pahlawan. “Jangan kurang ajar! dia istriku. Hanya aku yang berhak menolongnya. Kalian berdosa jika menyentuh istriku!”

Sentimental Andreas memicu orang-orang di sekitarnya keheranan. Ia memaki siapa pun yang berusaha menolong lantas mengusirnya dengan kasar. Kemudian, seluruh manusia di sana akhirnya tak peduli lagi. Membiarkan lelaki tua yang bebal itu memanjat. Sesekali mencibir kesombongannya dan mengatainya gila karena syal merah itu sebagai belahan jiwa. Segelintir orang juga tak segan-segan mengutuknya agar terkena sial.

Sekalipun badannya bergetar Andreas tetap berusaha menggapai dahan tertinggi pohon oak yang menyandera istrinya. Ia kesulitan bergerak namun tetap memaksa untuk naik sejengkal demi sejengkal hingga tubuhnya yang renta berhasil menjemput Roseanne. Dicumbu dan dipeluknya syal merah itu dengan kasih paling tulus yang ia miliki. Saking girangnya, Andreas lupa bahwa ia tengah bertengger di atas pohon. Ia tergelincir dan terjun menghantam tanah, mengakibatkan lengan kirinya patah. Atas kejadian ini tanpa hilang sedikit pun cintanya, pria itu berkata, “Tak mengapa, hanya tangan ku yang patah. Yang penting kudapatkan lagi dia. Jika sampai aku kehilangan Rose, maka hatiku yang patah dan aku bisa gila.”

Kesetiaan Andreas pada Roseanne tak habis pada hari itu saja. Suatu senja di dermaga, ketika udara begitu dingin menguliti dan salju turun perlahan, seorang tunawisma mendekatinya.

“Bolehkah aku meminjam syal mu? Kulihat kau tak memakainya,” ucap wanita yang sedikit lebih muda dari Andreas. Bibirnya nyaris membiru dan ia menggigil hebat. “Aku kedinginan tanpa mantel ataupun pakaian hangat. Aku hanya memakai selapis baju yang bahkan belum kuganti berminggu-minggu.”

Andreas langsung meraih Roseanne sang syal merah dengan wajah tak senang. “Dia istriku, tak ada yang boleh mendapatkan kehangatan darinya selain aku.”

“Tapi karena kau kedinginan, kau boleh memakai ini saja.” Andreas menanggalkan mantel yang ia kenakan dan menyodorkannya pada si tunawisma. Wanita berambut ikal itu menerimanya lantas pergi bersama ucapan terimakasih dan rasa syukur tiada henti. Doa-doa terus ia rapalkan untuk lelaki mulia yang baru saja menolongnya.

Senja kala itu dilewati Andreas dengan tegar di tepi dermaga. Cuaca dingin menampar-nampar tubuhnya yang ringkih tanpa pakaian hangat ataupun mantel. Hanya kemeja tipis dan usang melekat di badannya, tapi setidaknya ada Roseanne, syal merah yang tetap menghangatkan hatinya. Ia bisa saja pulang dan menghidupkan perapian, namun Andreas adalah pria yang setia. Ia tak ingin melewatkan satu pun hari tanpa senja di dermaga bersama Rosseane. Terkasihnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun