Sementara kita yang sudah merasa di-ghosting akan merespon (dalam hati) dengan "telat banget baru balas" atau "ah, udah basi ceritanya".
Disadari atau tidak, saat kita menghubungi seseorang, terkadang hal itu karena memang keinginan kita untuk berkomunikasi saat itu juga. Lalu, saat pesan terbalaskan berminggu-minggu kemudian, keinginan itu tak lagi sama.
Apalagi jika ketika kita menghubungi, kita berniat untuk menceritakan suatu hal. Tak jarang, jika respon yang kita dapat sangat terlambat, keinginan untuk bercerita tak lagi di sana.
Jika sudah begini, bukan hanya kita yang di-ghosting. Tapi setelahnya bisa saja kita yang balik meng-ghosting.
Kesibukan membuat abai, meski t'lah terbaca tetap saja tak terbalas. Sesekali tak apa lupa membalas. Lama-lama jadi terbiasa dan justru tak lagi terbalas.
Lingkungan yang baru kerap membuat lupa secara fisik
10 tahun itu bukan waktu yang singkat untuk berteman, bukan? Namun siapa sangka, hanya karena sudah tak lagi berada di belahan bumi yang sama, saya patah hati karena di-ghosting oleh sahabat terdekat saya.
Sedih? Sudah pasti. Patah hati? Sangat.
Seseorang yang selalu menjadi teman berbagi dalam hal apapun, tak lagi ada di sana. Kini, tak ada lagi yang bisa diajak berbagi seperti dulu kala. Karena sahabat terbaik tak lagi bersama saya.
Pesan-pesan singkat tak lagi terbalaskan.
Pesan suara pun tak lagi didengarkan.
Patah hati, seperti bertepuk sebelah tangan.