Mohon tunggu...
Novi Fatonah
Novi Fatonah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Penulis, Akademis, Aktivis; Kembang Kempis.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Bung Karno dalam Wajah Jokowi dan Prabowo

10 April 2019   12:45 Diperbarui: 10 April 2019   13:15 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: biografiku.com

Alkisah, Bung Hatta hendak mengundurkan diri dari dapuk kepemimpinan sebagai wakil presiden saat mendampingi Bung Karno. Mendengar hal ini, segera saja diluluskan oleh Bung Karno. Bukan tanpa alasan dua sejoli ini berpisah, mereka berdua pamit undur diri sebagai dua sejoli bangsa karena tidak sejalan cara pandang lagi antara Bung Karno dengan Bung Hatta. 

Perpisahan mereka memang cukup dramatis, namun sejarah perlu ingat bahwa perpisahan antara dua sahabat karena sudah tidak sejalan lagi ini bukan hanya dilakukan oleh Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Dwi Tunggal Indonesia saja tetapi hal ini juga pernah dilakukan oleh HOS Cokroaminoto dan KH Agus Salim dalam bingkai Sarekat Islam.

Bung Karno memiliki gaya kepemimpinan yang oleh Cak Nur disebutkan gaya kepemimpinan Bung Karno yakni seorang solidarity maker dan seorang kepemimpinan garis besar (visionary leadership). Jika dalam kontestasi pada pilpres kali ini, saya menganalisis secara sederhana mengenai wajah Soekarno dalam dua sosok calon presiden Indonesia periode 2019-2024 yakni Bapak Joko Widodo dan Bapak Prabowo Subianto.

Solidarity Maker atau pembina persatuan yang besar, tentu kita sangat mengenal Bung Karno sebagai sosok pembina persatuan Republik ini. Kita dapat melihat pusat orientasi atau gaya kepemimpinannya ialah bagaimana memelihara dan menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan bahkan kesetiakawanan diantara semua unsur yang beragam dalam kebinekaan kita ini. Konsep tersebut sangatlah baik dan juga positif guna menyatukan bangsan yang dalam keberagaman. 

Akan tepapi beliau sering kali membuat solidarity maker dengan pendekatan negatif. Contohnya menyatakan kewaspadaan terhadap musuh-musuh yang datang dari luar dan dalam negeri. Mungkin saat Indonesia masih belia, pendekatan tersebut bisa dibilang benar, karena memandang Penjajah Belanda yang mungkin bisa kembali lagi menjajah Indonesia yang kala itu masih belia. Namun mungkin itu sebetulnya hal tersebut tidak ada, namun tetap diada-adakan. misalnya tentang Neo Kolonialisme dan Impeliarisme.

Kita bisa lihat, sosok calon Presiden Bapak Prabowo Subianto dengan konsep Solidarity Makernya. Contohnya saja seperti saat beliau mengatakan Negeri ini akan punah pada 2030, negara ini dikuasai asing, atau soal kekayaan negara yang dikuasai antek asing yang baru terjadi di Yogyakarta kemarin, kabarnya beliau sampai menggebrak podium loh. That's is, i don't know sih soal masalah ngebrak podiumnya, apa Bung Karno pernah begitu juga. 

Tapi yang jelas pidato-pidato beliau memang selalu berapi-api menyerukan persatuan dan berdikari ala beliau sehingga kita tidak dikuasi asing. ya lagi-lagi  soal osang asing sih. Tapi sekali lagi itu Solidarity maker dengan pendekatan Negatif, karena tidak semua orang justru mengangguk ketika ditaku-takuti atau takut ketika ditaku-takuti sehingga mereka memilih berdiri bersama beliau, tapi juga sebagian mereka (orang Indonesia) mungkin malah muak dan jenuh karena ditakut-takuti. Seperti anak kecil yang ditakut-takuti oleh ibunya ketika ia tidak mau berhenti menangis.

Visionary Leadership, selain sebagai pemersatu Bung Karno jelas sebagai sosok yang jauh melihat ke depan, Indonesia baiknya seperti apa, Indonesia harus memiliki apa atau Indonesia harus membuat apa demi masa depan. Sosok Bung Karno inilah yang banyak dilihat sebagai sosok dengan kepemimpinan garis besar. Beliau tentu sangat paham mengenai apa-apa yang dibutuhkan Indonesia jauh kedepan. Perbuatannya bukan mengenai relevansi kondisi sekelilingnya melainkan tentang ukuran-ukuran dalam sejarah yang panjang. Perbuatannya membuat gedung-gedung dan stadion dulu pernah diejek sebagai proyek mercusuar dan pemborosan. 

Sosok calon Presiden kali ini yang kita lihat tentu mengarah kepada Bapak Joko Widodo. Sosoknya saat menjadi Presiden kerap kali menuai kritikan karena dianggap melakukan pemborosan negara. Beliau membangun Indonesia lewat jalur infrastruktur, mungkin beliau bisa kita panggil sebagai bapak Infrastruktur. Proyek-proyek yang menelan biaya tidak sedikit ini kerap kali menjadi cibiran untuk sosok mantan Gubernur Jakarta ini. 

MRT dan LRT merupakan sebuah peradaban baru hasil keputusan politik beliau yang tepat, dan itu satu contoh yang kecil. Tentu, beliau menyerupai sosok Bung Karno sebagai kepemimpinan yang visioner. Beliau pernah berkata "dulu Bung Karno saat membuat GBK menelan biaya yang tidak sedikit, tapi GBK hingga kini menjadi kebanggaan Indonesia dan terasa hingga kini pembangunannya." Maksudnya, tentu karena pembangunan dilakukan guna melihat apa yang akan dibutuhkan Indonesia kedepannya, sehingga akan terasa manfaatnya untuk anak cucu kita kelak. Eeh.. jadi infrastruktur bukan untuk dimakan loh, hehe

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun