Mohon tunggu...
Noviar
Noviar Mohon Tunggu... Administrasi - Statistisi Madya BPS Provinsi Banten

Bahagia dengan Menulis, Menggapai ridho illahi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Risiko Kesehatan dan Ekonomi Perempuan di Masa Pandemi

21 April 2021   07:36 Diperbarui: 21 April 2021   07:39 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setiap memasuki bulan April, kita pasti teringat akan Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April. Kartini sebagai pelopor emansipasi perempuan di Indonesia dengan tulisannya berjudul "Door Duistermis tox Licht" atau Habis Gelap Terbitlah Terang telah mendorong semangat perubahan perempuan Indonesia. 

Tulisan tersebut tercantum pada surat-surat yang dikirimkan Kartini kepada teman-temannya di negeri Belanda menjadi bukti betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini dalam melepaskan kaumnya dari diskriminasi menuju persamaan hak dan kesetaraan gender dari kaum laki-laki pada zamannya.

Sejak era reformasi, kesempatan kaum perempuan untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan, dan berperan pada ruang publik lebih terbuka lebar dan cenderung meningkat meskipun masih rendah. 

Banyak dari mereka yang menduduki jabatan-jabatan publik seperti di parlemen sebagai legislator, di lembaga peradilan atau yudikatif, bahkan di lembaga eksekutif. 

Pada Kabinet Indonesia Maju Presiden Jokowi sudah memilih lima srikandi untuk menggawangi kementerian yaitu Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan, Retno Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri, Ida Fauziah sebagai Menteri Ketenagakerjaaan, Siti Nurbaya Abu Bakar sebagai Menteri LHK, dan Bintang Puspa Yoga sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Bahkan Indonesia pernah dipimpin oleh seorang presiden perempuan pada era Megawati Soekarnoputri.

Memasuki awal tahun 2020 pandemi Covid-19 melanda hampir seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia yang mulai terinfeksi sejak Maret 2020. Merebaknya pandemi Covid-19, menurut UNDP telah menyebabkan krisis pembangunan manusia yang bersifat sistemik. Semua negara termasuk negara superpower seperti Amerika Serikat tidak terbebas dari krisis akibat pandemi tersebut. 

Dampak pandemi tidak hanya terjadi antarnegara namun juga antarkelompok penduduk dalam suatu negara. Salah satu ketimpangan tersebut terjadi antara laki-laki dan perempuan yang utamanya disebabkan oleh perbedaan pandangan sosial yang terbentuk antar keduanya. 

Menurut Rivera, Hsu, & Esbr (2020) dalam Analisis Isu Terkini (BPS,2020) menyebutkan bahwa isu pandemi Covid-19 berdampak pada setiap orang, namun perempuan dan anak perempuan menghadapi dampak yang lebih spesifik akibat stereotype, norma sosial dan perbedaan power relation antarkeduanya.

Di Indonesia, Covid-19 telah menyebar ke seluruh nusantara dengan tingkat penyebaran yang berbeda-beda. Kebijakan physical distancing dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menyebabkan aktivitas bekerja di rumah/Work from Home (WFH) dan School from Home (SFH) telah memperkuat peran ganda perempuan kembali ke peran tradisionalnya. 

Merebaknya pandemi Covid-19 dan kebijakan pemerintah dalam menangani kondisi tersebut berdampak kepada kualitas kesehatan dan ekonomi perempuan Indonesia.

Risiko Kesehatan 

Menurut WHO, Covid-19 berisiko menular pada semua kelompok umur, baik laki-laki maupun perempuan. Di Indonesia, menurut data dari Satgas Covid-19 pada November 2020 menunjukkan bahwa Covid-19 bersifat netral gender, artinya laki-laki dan perempuan memiliki peluang yang sama untuk tertular dengan perbandingan 50,6 persen : 49,4 persen, terlihat dari persentase kasus positif yang hamper berimbang. 

Namun jika dilihat berdasarkan kasus kematian, laki-laki memiliki risiko yang lebih tinggi dengan perbandingan 57 persen : 43 persen (Kondisi data 21 November 2020). 

Risiko kematian yang lebih tinggi pada laki-laki bersesuaian dengan umur harapan hidup (UHH), dimana kurun lima tahun terakhir capaian UHH perempuan selalu berada diatas laki-laki. Perbedaan gaya hidup dan aspek biologis disinyalir mempengaruhi perbedaan keberlangsungan hidup antara perempuan dan laki-laki (Lemaire, 2002).

Jumlah perempuan yang bekerja pada sektor jasa kesehatan secara global mencapai 70 persen (Boniol, dkk 2019), dan di dominasi oleh tenaga kesehatan seperti perawat (UN, 2020). 

Selain itu, dokter perempuan juga cukup banyak, bahkan di negara dengan nilai Gender Development Index (GDI) tinggi, jumlahnya mencapai separuh dari keseluruhan dokter (Rivera, Hsu, & Esbr, 2020). Sedangkan di negara dengan GDI yang rendah, kontribusi dokter perempuan  hanya sekitar 20 persen. 

Di Indonesia, menurut data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), pekerja perempuan di sektor jasa kesehatan berjumlah 67,11 persen. 

Banyaknya petugas medis perempuan memiliki potensi untuk terpapar sekaligus menyebarkan kembali ke anggota keluarga lainnya, terutama pasangan dan anak-anaknya. Namun demikian, belum ada penelitian  yang dapat  membuktikan  hal tersebut.

Selain tantangan sebagai tenaga pelayanan kesehatan yang rentan terpapar Covid-19, perempuan Indonesia juga dihadapkan dengan tantangan masalah tingkat kehamilan diluar rencana yang meningkat. 

Menurut Kepala BKKBN dalam Webinar "Antisipasi Baby Boom Pasca Pandemi", terdapat potensi kenaikan kehamilan di masa pandemi. Hal ini berkaitan dengan pelayanan KB yang membutuhkan full contact, pelayanan kesehatan yang ditutup akibat pandemi sehingga banyak perempuan yang tidak mendapatkan akses fasilitas kesehatan yang memadai serta adanya kebijakan pemerintah yang menerapkan physical distancing. 

Berdasarkan catatan BKKBN, terdapat penurunan peserta KB pada bulan Maret 2020 apabila dibandingkan dengan bulan Februari 2020 di seluruh Indonesia. Kondisi ini selaras dengan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas Maret 2020) yang dikeluarkan oleh BPS yang menunjukan adanya penurunan jumlah perempuan usia subur, umur 15-49 tahun yang menggunakan KB modern sebanyak 1,14 juta orang. 

Data yang sama juga menunjukan bahwa perempuan umur 15-49 tahun yang menggunakan KB modern baru mencapai 46,47 persen. Dengan demikian, potensi peningkatan fertilitas di masa pandemi cukup besar mengingat adanya penurunan peserta KB di akhir triwulan pertama 2020 (BKKBN, 2 Mei 2020).

 Risiko Ekonomi  

Dari sisi ekonomi, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan resesi disebagian negara, termasuk Indonesia. Perekonomian Indonesia tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen. Hal ini berdampak kepada perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Dampak pandemi terhadap perekonomian juga berdampak kepada pekerja perempuan. Perempuan lebih rentan terhadap goncangan ekonomi karena mereka memiliki pendapatan yang rendah,  tabungan  yang rendah, dan  cenderung  tidak  memiliki proteksi  yang  memadai  akibat statusnya yang  mayoritas  sebagai  tenaga  kerja  informal (ILO,  2020;  UN,  2020).

Dampak Covid-19 terhadap peningkatan jumlah pengangguran sudah terbukti dari berbagai data yang ada namun belum ada informasi detail jumlah pekerja yang di PHK menurut jenis kelamin. Berdasarkan data Sakernas Agustus 2020, Tingkat Pengagguran Terbuka (TPT) pada tahun 2020 mencapai 7,07 persen atau meningkat 1,84 persen dari tahun 2019. 

TPT perempuan meningkat 1,23 persen dari 5,23 persen pada Agustus 2019 menjadi 6,46 persen pada Agustus 2020. Selain itu, jumlah pekerja perempuan yang setengah menganggur yaitu mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu) mengalami peningkatan sebesar 3,05 persen selama setahun terakhir (Agustus 2019-Agustus 2020). 

Selain itu, perempuan banyak yang bekerja pada sektor-sektor yang terdampak berat oleh krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Sektor tersebut diantaranya akomodasi dan makan minum, industri pengolahan (terutama tekstil dan garmen) dan perdagangan (ILO, 2020).

Dampak, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan kebijakan WFH dan SFH yang menyebabkan kembalinya peran ganda perempuan semakin kuat sehingga waktu luang yang dimiliki perempuan menjadi terbatas. 

Berdasarkan data Susenas 2020, terdapat 38,77 persen perempuan dengan status menikah yang berperan ganda (bekerja dan juga melakukan kegiatan mengurus rumahtangga) dan memiliki anak yang masih sekolah SD. 

Artinya, diantara 10 perempuan yang berperan ganda, terdapat 4 perempuan yang mungkin juga mendampingi anak usia SD yang sedang sekolah. Selain itu, dari data Susenas juga tercatat sekitar 28 persen perempuan yang bekerja dan mengurus rumah tangga, masih memiliki balita.

Kebijakan Work From Home atau bekerja dari rumah menjadi tantangan tersendiri bagi pekerja perempuan Indonesia. Berdasarkan data Sakernas, perempuan yang menggunakan internet dan pemanfaatan teknologi informasi dalam pekerjaanya hanya mencapai 25,77 persen, artinya ada 74,23 persen perempuan yang tidak menggunakan internet dalam pekerjaannya. 

Hal ini menjadi menarik bila dihubungkan dengan kebijakan WFH yang mana kegiatan bekerja dari rumah sebagian besar memanfaatkan teknologi informasi dan menggunakan akses internet.

Kesimpulan

Dampak Covid-19 di bidang kesehatan, perempuan memiliki risiko yang sama dengan laki-laki untuk terpapar Virus Korona. Namun demikian, petugas pelayanan kesehatan yang didominasi oleh perempuan sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19 sangat berpotensi untuk menularkan kepada keluarga karena perawatan anggota rumah tangga lainnya juga lebih banyak dilakukan oleh perempuan. 

Oleh karena itu pemerintah perlu memberikan perlindungan kepada para petugas pelayanan kesehatan agar mereka tetap aman bekerja dan anggota keluarganya tetap sehat tidak tertular Covid-19. 

Sementara itu, sarana dan prasarana kesehatan perlu ditingkatkan sehingga akses perempuan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi mudah dijangkau dan cepat tertangani sehingga angka kematian ibu saat melahirkan bisa ditekan. 

Selanjutnya, peran kader posyandu perlu diberdayakan dengan melakukan pelayanan jemput bola sehingga tingkat partisipasi KB dapat lebih ditingkatkan.

Di bidang ekonomi, dilansir dari Bisnis.com menurut Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (Iwapi) Nita Yudi, 60 persen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) adalah milik perempuan. 

Pengusaha yang ada di Indonesia menurut data terdaftar sekitar 62 juta, 57 juta berasal dari mikro dan kecil, 60 persennya, miliknya perempuan pengusaha.berdasarkan kondisi tersebut pemerintah perlu memberikan stimulus dan bantuan modal bagi UMKM dan membuka peluang usaha rumahan, dengan demikian peran perempuan dapat diberdayakan sebagai sumber pendapatan ekonomi keluarga di masa pandemi.

Perempuan memiliki peran penting bukan hanya sekedar mengurus rumahtangga tetapi juga berkontribusi menggerakkan perekonomian bangsa. Selamat Hari Kartini 21 April 2021.

*) Noviar, S.Si, M.Si. Statistisi Madya, BPS Provinsi Banten

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun