Kehidupan kampus sering kali digambarkan sebagai masa penuh peluang, kebebasan, dan kesempatan mengembangkan diri. Mahasiswa berada pada tahap transisi menuju kedewasaan, di mana mereka tidak hanya dituntut untuk mandiri secara akademik, tetapi juga harus mampu menyeimbangkan berbagai aspek kehidupan, seperti organisasi, relasi sosial, hingga persiapan karier di masa depan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa perjalanan tersebut tidak selalu berjalan mulus. Tumpukan tugas kuliah, jadwal perkuliahan yang padat, serta ekspektasi tinggi dari dosen maupun keluarga kerap menjadi tekanan yang signifikan bagi mahasiswa.
Kesehatan mental pada mahasiswa kini menjadi salah satu topik krusial yang kian mendapat sorotan dalam lingkungan pendidikan tinggi. Masa perkuliahan sering kali dianggap sebagai periode emas untuk mengembangkan potensi, tetapi di sisi lain mahasiswa juga berada pada fase rawan terhadap tekanan psikologis. Menurut penelitian, sekitar 30--40% mahasiswa dilaporkan mengalami gejala gangguan psikologis ringan hingga sedang akibat beban akademik yang berlebihan (Setyanto et al, 2023). Tekanan ini tidak hanya menimbulkan stres, tetapi juga dapat berujung pada kondisi yang lebih serius seperti kecemasan kronis dan burnout. Mahasiswa yang mengalami kondisi tersebut biasanya menunjukkan tanda-tanda seperti sulit berkonsentrasi, hilangnya motivasi, gangguan tidur, hingga penurunan performa akademik.
World Health Organization (WHO, 2020) menegaskan bahwa stres akademik menjadi salah satu faktor risiko penting yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental pada remaja maupun dewasa muda. Tekanan ini umumnya muncul akibat tuntutan akademik yang tinggi, persaingan prestasi, serta keterbatasan keterampilan dalam mengelola waktu dan tugas. Apabila berlangsung terus-menerus tanpa adanya strategi yang sehat, kondisi tersebut tidak hanya akan mengganggu proses belajar, tetapi juga berpotensi mengancam kesejahteraan psikologis mahasiswa secara keseluruhan. Tekanan yang menumpuk tanpa penanganan yang tepat dapat menimbulkan rasa cemas, stres berkepanjangan, bahkan menurunkan motivasi belajar. Jika dibiarkan, hal ini dapat berdampak negatif pada kualitas akademik maupun kesehatan mental mahasiswa, sehingga diperlukan upaya pencegahan dan strategi pengelolaan yang lebih baik.
Sejalan dengan hal tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Liu et al (2023) menunjukkan bahwa beban tugas akademik yang berlebihan berhubungan erat dengan fenomena academic burnout. Kondisi ini ditandai dengan rasa lelah secara emosional, hilangnya motivasi untuk menyelesaikan tugas, serta munculnya sikap apatis terhadap kegiatan perkuliahan. Gejala tersebut bukan hanya menghambat perkembangan akademik, tetapi juga dapat memengaruhi aspek kehidupan lain, seperti hubungan sosial maupun kesehatan fisik. Oleh karena itu, penting bagi perguruan tinggi untuk menaruh perhatian serius dalam upaya menjaga kesehatan mental mahasiswa, misalnya dengan menyediakan layanan konseling, pengaturan beban studi yang proporsional, maupun peningkatan kesadaran mahasiswa mengenai pentingnya menjaga keseimbangan antara tuntutan akademik dan kesejahteraan psikologis.
Suara dari Kehidupan Kampus
Fenomena ini tidak bisa dipandang sebagai masalah individu semata. Kehidupan kampus adalah sebuah ekosistem yang saling memengaruhi, ketika mahasiswa mengalami kesulitan mental, maka produktivitas akademik, dinamika sosial, hingga iklim pembelajaran di perguruan tinggi juga ikut terdampak. Oleh karena itu, penting untuk memahami suara-suara dari kehidupan kampus mengenai bagaimana mahasiswa berjuang menghadapi tumpukan tugas, serta mencari strategi yang dapat membantu mereka menjaga kesehatan mental di tengah tekanan akademik yang tak terhindarkan. Melalui wawancara mendalam yang dilakukan pada beberapa mahasiswa (fiktif untuk keperluan artikel), mereka mengungkapkan hal-hal berikut:
"Tugas yang menumpuk bikin saya sering begadang. Kadang bukan karena sulit, tapi karena terlalu banyak."
"Saya merasa cemas kalau tidak bisa memenuhi deadline, seolah kegagalan kecil akan memengaruhi masa depan saya."
"Teman sebaya jadi penyemangat. Diskusi ringan di kafe kampus kadang lebih menenangkan daripada belajar sendirian."
Pernyataan ini menunjukkan bahwa beban akademik bukan hanya soal jumlah tugas, tetapi juga bagaimana mahasiswa memaknai dan menghadapinya.
Strategi Menghadapi Tumpukan Tugas