Mohon tunggu...
Novaly Rushans
Novaly Rushans Mohon Tunggu... Relawan - Relawan Kemanusian, Blogger, Pekerja Sosial

Seorang yang terus belajar, suka menulis, suka mencari hal baru yang menarik. Pemerhati masalah sosial, kemanusian dan gaya hidup. Menulis juga di sinergiindonesia.id. Menulis adalah bagian dari kolaborasi dan berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kakek Orang Penting di Kampung #2

4 Juni 2023   20:54 Diperbarui: 4 Juni 2023   21:55 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika kanak kanak, Ibuku selalu memberikan kepercayaan diri yang menurutku menarik. Ibuku adalah seorang Wanita yang tegas , lugas dan kadang tak perlu ewuh pakewuh. Tipikal Wanita asal Sumatera yang berani.

Suaranya lantang, bila tak setuju Ibuku akan berani menolak. Bagi yang sudah kenal dekat maka hal itu mudah dimaklumi. Namun bagi orang yang baru mengenal tentu akan terkaget kaget. Soal bentak menbentak jangan ditanya. Soal memarahi orang bagi Ibuku hal yang sederhana. Selama menurut ibuku benar maka sikapnya tanpa tedeng aling aling.

Sejak kecil Ibuku menanamkan kepadaku bahwa aku bukan anak sembarangan, keturunan dari orang  penting. Ibuku selalu bilang bahwa kakekku adalah orang penting di kampung. Pikiran kanak kanakku saat itu hanya berpikir bangga. Bersyukur aku tumbuh tidak menjadi anak yang sombong, tapi bukan anak yang minder dan rendah diri.

Aku tahu Ibuku hanya memberikan semangat agar anak anaknya tidak menjadi lemah apalagi Ketika aku kecil tumbuh diwilayah padat di Kemayoran Jakarta Pusat. Wilayah yang keras, persaingan , gesekan terasa sekali. (aku akan berkisah khusus untuk tempat aku tumbuh)

Kisah tentang kakekku ini adalah hal yang menurutku menarik. Kakek dari jalur Ibuku. Kakek dan nenek dari jalur ayahku telah wafat Ketika aku lahir. Jadi kisah dari keduanya aku dapatkan dari cerita ayahku.

Kakekku adalah seorang laki laki gempal dengan rambut yang sangat tipis. Tubuhnya tidak tinggi sekira 155 cm. Berkacamata dan memiliki ketegasan yang juga keras. Aku jadi tahu darimana Ibuku punya sikap tegas dan keras. Kakekku seorang Polisi dengan jabatan komandan sektor (Dansek) kalau saat ini setara dengan Kapolsek.

Jabatan yang tentu tinggi di kampungku yang terpencil di pesisir barat Lampung. Kakekku bertugas di sebuah kantor kepolisian yang saat itu terlihat mentereng karena  bangunan permanen. Ditambah dengan seragam coklat khas kepolisian dengan pistol tergantung dipinggangnya. Kakekku juga memiliki anak buah yang setia bila disuruh suruh.

Maka akupun paham betapa bangganya Ibuku pada ayahnya yang memiliki jabatan Kapolsek. Apalagi secara materi kakek memilki rumah yang luas , aku masih ingat halaman dibelakang rumah kakekku masih ada kebun yang luas sekali. Bila pulang kampung , aku menjadikan kebun itu sebagai tempat bermain. Ada banyak jenis tanaman tapi yang mampu aku ingat hanya pohom jambu air, Jambu biji, dan pohon kelapa, karena ditiga jenis pohon inilah aku belajar memanjat walau hanya menjadi bahan tertawaan saudara saudaraku yang tinggal di lampung .

Aku memanggil kakekku dengan sebutan Datuk. Sebuah panggilan khas untuk menghormati beliau. Datuk memiliki kebiasaan untuk berkeliling melihat kebun dan tanah tanahnya. Datuk memiliki beberapa bidang tanah yang ia berikan kepada anak dan cucu cucunya. Termasuk aku yang mendapat sebidang tanah.

Datuk juga memiliki sebuah warung sembako di depan rumahnya. Nenek yang menjaganya. Warungnya cukup lengkap namun satuhal yang masih aku ingat setelah pensiun dari dinas kepolisian Datuk dan Nenek lebih rajin lagi membuka warungnya dan bila hari pekon , hari pasar yang bergiliran di setiap tempat. Maka , Datuk dan Nenek akan membawa barang dagangannya untuk dijual di pasar pekon.

Aku pernah sekali diajak berjualan di pasar pekon,suasananya sangat ramai. Dari segala penjuru kampung datang untuk berbelanja.  Selain berbelanja  ada juga oknum yang suka mengutil di pasar pekon. Entah karena kebutuhan atau apa, pengutil biasanya mengincar barang yang mudah dibawa dan berharga. Maka sebungkus rokok menjadi incaran utama.

Aku mendapat tugas dari Datuk untuk menjadi penjaga barang dagangan dari pengutil. Waktu aku sudah berumur 10 tahun sehingga sudah dianggap cukup besar dan berani. Yang unik pengutil itu ternyata rata rata anak usiaku juga. Mereka juga sudah terbiasa mengisap rokok sejak anak anak. Sebuah hal yang membuat miris.

Jadilah aku seharian jadi satpam menjaga barang barang Datuk dan Nenek.  anak anak disana melihatku asing karena tentu belum pernah meihatku sebelumnya. Mereka berupaya menyapaku dengan bahasa lampung yang bisa aku pahami namun sulit aku balas. Ayah dan Ibuku hanya berkomunikasi dengan Bahasa lampung di rumah karena menurut ayahku itu adalah bagian pembiasaan agar aku juga bisa berbahasa lampung dengan baik.

Tapi ternyata berbahasa lampung secara lengkap menjadi kesulitan tersendiri, jadilah aku berbahasa lampung bercampur bahasa Indonesia. Melihat jawaban dan logatku tentu anak anak itu paham , aku bukan asli anak lokal. Ketika ada pertanyaan darimana asalku dan kujawab dari Jakarta mereka sedikit menjadi segan. Apalagi Ketika mereka tahu aku adalah cucu dari Datuk. Mereka jauh lebih segan dan lebih memilih menjauh. Padahal dalam hati aku ingin juga memeiliki teman anak anak lampung. Sayang Datuk memberiku peringatan bahwa anak anak itu nakal dan suka mengutil barang dagangan.

Aku ingin bercerita tentang Nenekku. Wanita Tangguh yang menjadi pasangan setia hingga Datuk menghembuskan nafas terakhir. Datuk dan Nenek memeiliki lima orang anak. Empat Wanita dan satu laki laki. Ibuku adalah anak kedua. Nama lengkap Ibuku Rusnaini, namun hanya di panggil Ni. Begitulah kebiasan di pesisir barat lampung. Nama akan disingkat cukup satu suku kata.

Jadi panggilan seperti Mad, Tab, Wan, Sis, Ni, atau lainnya adalah hal yang biasa. Hal yang paling sulit adalah gelar urutan untuk memanggil. Karena setiap orang yang lebih tua akan memiliki gelar panggilan berdasarkan urutan keluarga. Sebagian adat pesisir barat lampung memiliki kesamaan dengan adat sumatera barat , Bengkulu dan Sebagian adat melayu.

Gelar atau panggilan sepeti Datuk, Pebalak, Wan, Udo, Ngah, Ncik, Buyung, Upik, Dang, Wondang dan masih banyak lainnya mirip dengan panggilan adat Melayu.

Nenekku lahir dari keluarga besar, keterikatan hubungan keluarga sangat kuat. Sanak saudara akan terus tercatat dengan baik. Para tetua akan mengingatkan keberadaan keluarga yang tinggal jauh. Nenek memiliki keluarga di Danau Ranau di Sumatera Selatan. Hubungan keluarga tetap terjalin dengan baik. Kadang dari keluarga besar Danau Ranau yang berkunjung atau sebaliknya. Biasanya momen liburan atau lebaran menjadi waktu terbaik untuk bersilaturahim.

Nenek juga orang yang tangguh, kehidupan berpindah pindah mengikuti tugas Datuk di beberapa kota di Lampung membuatnya harus bisa beradaptasi. Hidup di perumahan khusus polisi pernah dijalani. Tugas Datuk menjadi polisi merupakan profesi beresiko tinggi.

Tingkat kriminalisasi di Lampung tergolong tinggi , perampokan , pencurian, pembunuhan hingga sengketa tanah. Nenek sering bercerita Datuk harus mengejar penjahat berhari hari masuk kedalam hutan atau daerah lain yang asing.

Sementara nenek harus mengurus lima anak sendirian tanpa pembantu. Polisi di zaman itu tidak seperti polisi zaman sekarang yang memiliki renumerasi tinggi. Hidup pas pasan dijalani nenek. Untuk menambah penghasilan Nenek berjualan makanan kecil begitu cerita Ibuku. ( Bersambung....)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun