Mohon tunggu...
Nova Enggar Fajarianto
Nova Enggar Fajarianto Mohon Tunggu... Freelancer - anak muda yang akan terus belajar

Penggiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Menyoal Limbah Sampah Plastik dan Perlunya Doktrin Kesadaran Masyarakat

3 November 2019   07:42 Diperbarui: 4 November 2019   09:23 663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sarimin penjual warung makan yang punya konsep unik bayar pakai plastik di kawasan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Jatibarang, Kota Semarang, Minggu (3/11/2019)(KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA)

Indonesia adalah salah satu negara yang terbilang darurat sampah. Lihatlah lingkungan di sekitar kita yang tak luput dari sampah berserakan. Dari sampah putung rokok yang dibuang sembarangan oleh penghisapnya, sampah plastik botol minuman yang dibuang dari dalam mobil ke jalanan, sampai dengan karung sampah rumah tangga yang dibuang di sungai. 

Sampah bukan salah negara, tapi salah kita semua. Kita sering mengeluhkan banjir, tapi tak sadar sebenarnya siapa yang menyebabkan banjir. Kita sering mengeluhkan pemerintah yang tak becus mengatasi lingkungan. 

Lihat dulu, siapa sebenarnya yang tak becus merawat lingkungan. Tampak tak elok menyalahkan orang lain sebelum kita menginstropeksi diri kita sendiri. Kemarin saya sempat melihat berita sampah yang menggunung di aliran sungai daerah Teluk Jambe, Karawang. 

Diberitakan bahwa pemerintah tak kunjung membersihkan sungai, warga sekitar membakar sampah tersebut. Dengan harapan sampahnya hilang dan tak membekas. 

Namun nyatanya, tetap saja sampah itu masih ada dan menggunung di sungai. Justru membuat kesan kotor karena meninggalkan jejak warna hitam bekas bakaran di antara tumpukan sampah. 

Apa iya kita terus-terusan menunggu bantuan pemerintah? Apa iya kita terus-terusan menyalahkan pemerintah, padahal kita semua yang menyebabkan sampah itu menggunung?

Bukan saya membela pemerintah, tapi saya ingin mengajak masyarakat untuk menginstropeksi diri bahwa siapa yang sebenarnya bertanggung jawab dengan semua ini. 

Memang benar ya apa kata pepatah, gajah di pelupuk mata tak tampak, tapi kuman di seberang lautan tampak begitu nyata di mata kita. Kesalahan orang lain diungkit-diungkit, sedangkan kita jarang melihat diri sendiri seperti apa. 

Jika sudah begini, kita perlu mawas diri untuk mencari solusi atas apa yang kita perbuat terhadap lingkungan. Manusia yang hebat adalah manusia yang mengakui kesalahannya dan siap bertanggung jawab memperbaikinya. 

Saya bukan manusia yang hebat, saya pernah salah dan membuang sampah sembarangan. Sampai akhirnya sadar, bahwa diri kita sendiri yang salah sehingga menyebabkan lingkungan kita penuh dengan sampah. 

Tugas kita sekarang adalah berbenah membantu pemerintah untuk menangani sampah yang membuat lingkungan kita tak ramah. Biarkan pemerintah bekerja tanpa harus kita salahkan. Apa yang dilakukannya pasti untuk kebaikan kita, yang mungkin dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Ilustrasi banyaknya sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat (Sumber:www.sprout-straws.com)
Ilustrasi banyaknya sampah yang dibuang sembarangan oleh masyarakat (Sumber:www.sprout-straws.com)
Doktrin terhadap Masyarakat
Perlu adanya penanaman doktrin agar masyarakat menghindari kebiasaan yang buruk. Peran pemerintah dapat berupa mengadakan sosialisasi secara menyeluruh dari kota sampai daerah pinggiran desa. 

Sosialisasi secara terus menerus mengajarkan masyarakat untuk menghentikan kebiasaan membuang sampah sembarangan. Tentunya, pemerintah akan menyediakan tempat sampah umum sampai ke pelosok desa, agar masyarakat tidak ada alasan untuk membuang sampah sembarangan. Kebiasaan buruk itu memang tidak gampang untuk diubah, karena kebiasaan membuang sampah sembarangan sudah mendarah daging. 

Tapi bukan berarti tidak bisa sama sekali. Kita akan gunakan filosofi air yang menetes ke batu, lama-lama batu juga akan hancur. Kebiasaan buruk membuang sampah sembarangan pasti bisa diubah asalkan ada yang mengawasi, dukungan yang menyeluruh, penjelasan yang mendetail kepada masyarakat. 

Bentuk dari tindakan yang bisa dilakukan adalah menciptakan sayembara kepada masyarakat dengan membuat content creator berupa video, menulis artikel, atau infografis yang bersifat persuasif menanggulangi sampah secara berkelanjutan. Sekreatif mungkin dan semenarik mungkin. Ada hadiah dari pihak penyelenggara. 

Bukan tidak mungkin, sayembara tersebut dapat menyebarkan sugesti yang baik kepada seluruh elemen masyarakat agar mengantisipasi sampah dengan baik. Kita punya Youtube, Instagram, Facebook, media sosial lainnya dan berbagai media cetak yang dapat membantu penyebaran konten yang dibuat. Hal ini dapat membentuk paradigma baru bahwa sampah itu harus dikelola dengan baik dan tidak dibuang di sembarang tempat.

Batasi Penggunaan Plastik
Budaya membuang sampah pada tempatnya perlu dipupuk segera mungkin. Pemerintah dapat membantu untuk menghimbau kepada setiap pemilik restoran cepat saji, swalayan, dan toko-toko yang menjual barangnya menggunakan plastik. 

Saat ini sudah mulai terlihat, dengan digalakkannya pengurangan penggunaan sedotan pada restoran cepat saji. Namun, hal itu belum secara signifikan mengurangi sampah plastik. Bagaimana caranya agar penggunaan plastik benar-benar dikurangi secara masif?

Pemerintah dapat mencoba untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai pada swalayan ataupun toko-toko lokal. Toko tersebut tidak perlu menyediakan plastik dengan jumlah yang banyak untuk membungkus barang yang dibeli. Melainkan pembeli yang wajib untuk membawa tas belanja sendiri. 

Jika memang tidak membawa dengan alasan lupa atau hilang, maka bisa beli di toko tersebut dengan harga yang sangat mahal. Hal tersebut dapat memberikan efek kehati-hatian pembeli agar tidak lupa membawa tas belanja pada saat hendak belanja sesuatu. 

Sehingga pembeli akan beralih menggunakan tas belanja yang bisa digunakan berkali-kali. Kita perlu tegas terhadap sistem penggunaan tas belanja. Karena jika tidak tegas, dan toko atau swalayan tersebut masih saja menyediakan plastik dengan harga yang murah, maka kebiasaan untuk mengurangi plastik tidak akan terjadi. 

Meskipun di bebarapa swalayan sudah terdapat himbauan untuk membawa tas belanja sendiri, namun himbauan tersebut tidak memberikan efek yang memaksa bagi para pengunjung. Masyarakat hanya akan meremehkan himbauan itu dan tidak terbesit untuk membawa tas belanja sendiri. 

Pikiran semacam "toh sudah disediakan plastik di swalayan, jadi gak perlu repot", inilah yang menjadi hambatan untuk mengubah kebiasaan menggunakan plastik. Ketegasan ini perlu ditegakkan untuk membatasi penggunaan plastik.

Sebagai masyarakat yang peduli dengan lingkungan, tak elok jika hanya berdiam diri, menanti-nanti langkah pemerintah yang berarti. Kita perlu bekerja sama, jangan biarkan pemerintah bertindak sendiri. Karena lingkungan ini milik kita semua, yang perlu dijaga agar tetap asri. 

Pemerintah memang ditugaskan untuk menjaga marwah negeri, namun kita juga harus beperan untuk keselamatan bumi pertiwi. Tak selamanya hanya mengandalkan pemerintah dan tak selamanya kita mencari kesalahan orang lain. Kita sebagai masyarakat juga harus berbenah. Memperbaiki semuanya tanpa lelah ataupun berhenti. Jika bukan kita, terus siapa lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun