Mohon tunggu...
Nova Enggar Fajarianto
Nova Enggar Fajarianto Mohon Tunggu... Freelancer - anak muda yang akan terus belajar

Penggiat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kita Bukan di Zaman Batu

30 Oktober 2019   13:21 Diperbarui: 30 Oktober 2019   15:49 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu, 26 Oktober 2019 seperti hari hari biasa. Cuaca yang cerah, sedikit berawan. Suasana yang sama pada hari kemarin. Macet jalanan di Jakarta seakan terus memanggil benak kami untuk ikut menyelaminya. "Ayo, sini macet-macetan". Di tengah panasnya mentari, polusi yang mengepul, dan lalu lintas yang tak karuan. Hari itu aku bersama istri ingin menjajal jalanan Jakarta. 

Paginya kami awali dengan kegiatan rutin biasa. Niat mandi, sarapan, dan beberes rumah kontrakan kami yang tak begitu luas, tapi nyaman. Setelah menyapu lantai, mencuci, dan beberes kasur, kami habiskan weekend untuk menonton televisi yang syarat akan informasi baru. Dari informasi kabinet baru, wisata-wisata mancanegara, sampai tak lupa scroll instagram untuk sekedar melihat pengumuman jadwal badminton French Open 2019. Ternyata mulai tayang jam 5-an sore. 

Dalam benakku, "hmm oke ini bisa melakukan aktivitas yang lain dulu sambil menunggu jamnya badminton". Aku bersama istri duduk di depan tv seraya ngemil kue semprong favorit kami. 

Isi coklat dan yummy, menambah semangat kami untuk meniti hitungan makanan habis berapa. "Haha kami suka begitu, mungkin". Perlahan tapi pasti, acara tv mulai terlewati, sampai kami mulai mengantuk, tidur sekitar jam 11an. 

Kami tidur hampir 2 jam dan bangun sekitar jam 13.00. Bergegas bangkit dari kasur dan segera masuk kamar mandi karena tadi pagi hanya niat mandi belum melakukannya. Sholat dan dandan rapi pun tak luput dari kami. Sekitar jam 13.30 kami naik motor, menuju salah satu mall besar di Jakarta. Kelapa Gading, tampak tak asing. 

Sudah berapa tahun tidak mengunjungi mall itu. Karena sang istri belum lama tinggal di Jakarta, kami sepakat untuk jalan-jalan siang, pepanasan, menuju MKG. Mencari pengalaman baru untuk sang istri. 

Seperti biasa melewati jalanan Jakarta yang tak karuan. Lebih tepatnya bukan jalannya, tapi manusianya. "Haha mungkin aku juga". Dalam perjalanan, kami banyak diskusi tentang apa yang kami lihat di sekitar. 

Dari cuaca yang panas sampai dengan 'kemuakan' kami memandangi jalanan Jakarta yang penuh sesak. Tak lepas dari berdebat kami pun berdiskusi tentang "Kesopanan berlalu lintas". Berawal dari 'kemuakan' kami yang memuncak disaat itu. Hasil observasi yang tak formal dari beberapa jalanan yang sering kami lewati, sebagai berikut:

Berhenti di lampu merah

Tak asing bagi kita yang sering berkendara baik menggunakan motor ataupun kendaraan roda empat. Berhenti di lampu merah sudah menjadi kewajiban para pengguna jalan agar lalu lintas  tertib dan kondusif. Namun banyak 'keunikan' para pengguna jalan yang dapat membahayakan kondisi jalan. Dari berhenti di depan zebra cross sampai dengan menerobos lampu merah. 

Sebagai seseorang yang punya SIM, tentu kita tahu dan paham, berhenti di depan zebra cross adalah suatu kesalahan. Selain membahayakan diri sendiri, juga menganggu para pejalan kaki yang menyeberang lewat zebra cross. Bahaya? Ya saya katakan bahaya, karena posisi di depan zebra cross itu resiko tertabrak kendaraan dari arah persimpangan sangat besar. Posisi itu sangat dekat dengan jalan milik orang lain. 

Jika sudah tertabrak, yang salah siapa? Jika sudah kendaraan rusak, yang salah siapa? Tampaknya tak begitu adil jika kita menyalahkan orang yang menabrak. Jika berhenti di depan zebra cross saja sudah salah, apalagi maju ke depan perlahan-lahan sambil menunggu momen untuk menyeberang. Iya kan, kita pernah melihat orang seperti itu? Atau kita yang sering melakukannya? . 

Di perempatan jalan yang banyak lampu merah. Ada juga yang tetap mengendari kendaraannya, maju perlahan-lahan, sepi dikit langsung kebut tancap gas. Padahal kondisi lampu sedang merah. Merah tanda berhenti, hijau tanda jalan, kuning tanda siap-siap berhenti. Sudah tahu kan rambu-rambu itu? Atau perlu kita adakan kelas khusus rambu-rambu? 

Kalo perlu, mari kita adakan, biar bisa membedakan warna merah hijau dan kuning. Kalo pengen ketabrak ya silahkan, tapi kalo sudah ketabrak jangan salahkan orang lain. Instropeksi diri, jangan emosi. Berpikirlah modern, kita bukan di zaman batu.

Solusinya: Sabarlah menunggu lampu merah, taati aturan lalu lintas, itu demi jiwamu, demi kesehatanmu, dan demi keselamatanmu. Stop menyalahkan orang lain, dan jangan lupa berpikirlah modern, kita bukan di zaman batu.

Meludah di Jalan

Kebiasaan yang tak jarang dilakukan oleh para oknum pengendara jalanan. Meludah sembarangan tanpa melihat kanan kiri ataupun belakang. Kita pasti pernah melihat hal serupa. Buka kaca mobil lalu langsung meludah ke luar jendela tanpa merasa bersalah. Air ludah yang dikeluarkan kan terbawa angin, otomatis mengarah ke belakang. 

Bisa kena pengguna yang di belakangnya dong pastinya? Apa seperti itu sopan?. Terlebih jalanan juga jadi kotor karena air ludah kita. Harusnya malu dong punya mobil, tapi kelakuan di jalanan tidak ada simpati dengan orang lain. Kalo memang mau meludah karena sedang flu atau sakit, sebaiknya sediakan tempat khusus untuk meludah di mobil. 

Jadi setelah itu, bisa dibuang ke tempat sampah di pinggir jalan ataupun ketika kita sudah berhenti. Ini berlaku tidak hanya bagi pengguna mobil saja, tetapi para pengendara motor juga harus memiliki sopan santu yang sama. Pengguna motor bisa berhenti dulu, lalu membuang air ludahnya ke tempat yang sesuai. Simpel kan?. Atau perlu kita belajar seperti anak SD lagi? Di mana kita dulu dikuatkan dengan pelajaran tata karma dan toleransi terhadap orang lain. Kalo saja hal buruk itu masih kita lakukan, ya berarti kedewasaan kita masih dipertanyakan. Mungkin anak SD yang lebih dewasa ketimbang kita.

Solusinya: Sediakan tempat untuk membuang air ludah kita atau kita bisa berhenti di toilet. Sejenak untuk istirahat dan membuang hal-hal yang menganggu badan kita. Semua simpel kita lakukan, yang terpenting kita selalu instropeksi diri. Jangan lupa, berpikirlah modern, kita bukan di zaman batu.

Banyak sekali hal-hal yang menganggu pandangan kami ketika jalan menuju ke MKG. Namun diskusi kami di jalan tak bisa lama. Hingga akhirnya kami sibuk mencari parkiran yang penuh sesak di area MKG. Kami pun segera masuk dan mencari makanan, karena perut sudah tidak bisa diajak kompromi.

Jangan lupa, berpikirlah modern, kita bukan di zaman batu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun