Mohon tunggu...
Noto Suroto
Noto Suroto Mohon Tunggu... -

Sabda Bisu Seorang Pandu.........

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ketika Andi Widjajanto Menciptakan Malari ke II

2 Februari 2015   22:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:56 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sejarah politik Indonesia ada cuplikan sejarah kelam dalam Pemerintahan Suharto, pada decade 1970-an.Di tanggal 15 Januari 1974, meledak kerusuhan besar di Pasar Senen dan beberapa titik di Jakarta yang mencoreng wajah Suharto di depan Perdana Menteri Jepang Tanaka. Saat itu beberapa Jenderal bermain di lingkaran Suharto, dan menjebak sistem pemerintahan yang mengandalkan situasi-situasi gelap, kacau secara administrasi dan tidak memiliki “Panggung Terbuka” dimana tercipta lorong komunikasi politik antara Presiden dengan masyarakat luas.

[caption id="attachment_394510" align="aligncenter" width="620" caption="Kerusahan Malari 1974 akibat Administrasi Negara Dikelola Secara Intelijen, Sumber Gambar : Metroterkini.com"][/caption]

Apa sebab Malari 1974, meletus? Sampai saat ini beberapa analisa sejarah, Malari meledak karena persaingan sengit antara Jenderal Soemitro dengan Mayjen Ali Moertopo. Pertarungan diam-diam ini meluas sampai ke beberapa pejabat seperti Ali Sadikin, Yoga Sugama, Panggabean sampai dengan Sutopo Joewono yang saat itu menjabat sebagai KaBakin dan Sudjono Hoemardhani.

Antara tahun 1968-1974, Pemerintahan Suharto didasarkan pada “Tata Kelola Intelijen”, ini terjadi sebab pada masa peralihan kekuasaan, mesin kekuasaan memang harus dijalankan secara intelijen karena Suharto memerlukan gerakan secara massif yang tidak terbuka dalam melakukan pembersihan politik orang-orang Sukarno, hal inilah yang kemudian menjadikan tata kelola pemerintahan Suharto atau Sekretariat Negara berpola intelijen.

Namun tata kelola Sekneg berpola intelijen membawa situasi gelap, penuh intrik, tidak teraturnya sistem dan Negara kehilangan panggung politik dimana tidak ada ruang hubungan antara Presiden dengan Rakyatnya.Sirkulasi informasi politik dilakukan dengan cara-cara intelijen.

Di satu sisi, Suharto membangun ruang terang dalam penertiban masyarakat lewat Kopkamtib (saat itu Kopkamtib dijabat oleh Jenderal Soemitro), dalam agenda kerjanya Kopkamtib juga memiliki divisi intelijennya yang kerap berbenturan dilapangan dengan kelompok intelijen bentukan Ali Moertopo. Sementara di sana pula ada Kepala Bakin yang punya orang-orangnya sendiri di lapangan, sementara Ali merasa dirinya kuat, karena ia berada di ring satu Istana.

Ali Moertopo pada saat itu menutup akses Suharto ke semua orang, ia mengendalikan mulai dari opini sampai operasi intelijen, seperti penyusupan-penyusupan dan pembongkaran di kelompok-kelompok yang berpotensi melawan Suharto. Saat itu yang dilakukan susupan adalah kelompokAli Sadikin yang saat itu mulai aktif berbicara di kampus-kampus.

“Kasus menolak Modal Jepang” hanyalah kamuflase dari pertarungan sesungguhnya. Di satu garis Mitro bersama Ali menggunakan kekuatan opini public dari mahasiswa soal suksesi kekuasaan, di garis lain Ali dan Yoga Soegama mengabarkan pada Suharto ada kekuatan yang berpotensi mendongkel kekuasaannya.

Kunjungan Tanaka dijadikan momentum dalam penggerusan popularitas Suharto oleh kelompok pro suksesi sementara kelompok ring satu Istana yang dikomando Ali Moertopo merilisi operasi intelijen yang memancing kelompok pro Suksesi keluar ke jalanan, lalu dihabisi.

Ada orang yang dikorbankan dalam pertarungan itu, bernama Ramadi yang dikatakan memiliki dokumen berkaitan dengan usaha-usaha pendongkelan kekuasaan. Dokumen Ramadi inilah yang jadi pemicu dari kerusuhan sekaligus memancing pertarungan Jenderal ke ruang terbuka. – Ramadi belakangan diketahui sebagai “Orangnya Ali Moertopo” yang pernah disusupkan ke dalam gerakan Islam radikal.

Suharto marah besar saat para Jenderal gagal mengendalikan Jakarta, setelah mengantarkan Tanaka dengan helicopter, ia memanggil para Jenderalnya. Semua Jenderal yang berkaitan dengan peristiwa Malari 1974, dicopot dan sebagian dilempar ke luar system, sebagian masih dipakai tapi dihabisi peran politiknya serta peran intelijennya.

Setelah Malari 1974, Suharto memanggil Mayjen Soedharmono dengan perintah khusus “Rapikan Manajemen Sekretariat Negara”.Dengan begitu, Suharto membubarkan Aspri (Asisten Pribadi), Aspri inilah yang dinilai Suharto, bahwa Sekretariat Negara (Sekneg)dikelola dalam “bekapan-bekapan situasi intelijen”. Suharto membangun Bina Graha, dan menjadikan Bina Graha sebagai “Panggung yang terang benderang”dan bisa dilihat rakyat, Suharto juga menertibkan system administrasi istana dan tidak dikelola seperti model intelijen.

Lalu apa hubungannya dengan Andi Widjajanto, system secretariat Istana dikembangkan dalam situasi-situasi intelijen. Hubungannya adalah Andi membangun system administrasinya dengan gaya intelijen. Panggung komunikasi public tidak dibuka luas, sehingga rakyat bertanya-tanya terus, apa sebenarnya yang terjadi di sekeliling Presiden Jokowi.

[caption id="attachment_394512" align="aligncenter" width="560" caption="Andi Widjajanto, Menerapkan Manajemen Istana Dengan Pola Intelijen Yang Saling Sikut, Sumber Gambar : Tribunnews.com"]

1422865877601813052
1422865877601813052
[/caption]

Yang dilakukan Andi adalah menutup semua akses Presiden keluar termasuk akses Presiden ke Partainya sendiri, Partai Koalisi dan Sukarelawan, semua akses dibawah kendali AW . Lalu AW melakukan program tembok-tembok politik, situasi diantara kantong-kantong politik diputus hubungannya sehingga terjadilah kekacauan terjadi, seperti Kenaikan harga BBM yang keterlaluan tololnya sampai pada kisruh Jenderal BG.

Kisruh Jenderal BG sebenarnya adalah smokes screen dari agenda besar penggelontoran dana 67 Trilyun ke BUMN. Penggelontoran inilah yang akan jadi ujung dari pola manajemen tata kelola istana seperti pola intelijen.

Awan Kamuflase diciptakan Andi dengan cara-cara intelijen, dalam operasi ini sesungguhnya adalah Rencana Besar mengamankan Rini Soemarno untuk mencairkan dana 67,8 Trilyun,dana ini bukan main-main karena nilainya amat besar dan disiapkan mendadak.Bisa dicek berapa proposal yang layak dalam pengajuan dana 67,8 Trilyun itu ke BUMN-BUMN. Lalu dicek berapa komisaris-komisaris dan dirut yang dipasang melalui Pintu Rini dan Pintu AW.Dana 67,8 Trilyun ini berpotensi menjadi kerusuhan politik yang luas dan membahayakan Pemerintahan Jokowi, karena dilakukan dengan cara yang serampangan. Bahkan diungkap oleh salah satu eks menteri PKS bahwa ada BUMN yang hanya menyiapkan 4 lembar proposal untuk pengajuan dana sebesar Rp. 470 Milyar. Ucapan eks Menteri PKS ini harus diklarifikasi lewat Media yang mempunyai wartawan investigasi-nya, ada apa dengan dana raksasa ini yang seharusnya masuk ke dalam subsidi kesehatan dan pendidikan, malah digelontorkan untuk BUMN-BUMN dibawah kendali Rini.

Beginilah AW bermain : - Rini Soemarno adalah pihak yang paling bersemangat membawa data-data calon menteri ke KPK dalam kapasitasnya sebagai tim transisi, namun ada sebuah hidden agenda Rini Soemarno yaitu “Mengamankan Kementerian Energy”.Saat itu Rini tahu bahwa yang dicalonkan dari Presiden Jokowi untuk Kementerian ESDM (Energy dan Sumber Daya Mineral) diserahkan pada Hendy Priyo Santoso (HPS), namun Rini memandang HPS bukan dalam kendali dia, HPS harus disingkirkan, penyingkiran itu melalui KPK, nama HPS adalah nama yang distabilo merah KPK, nama Rini padahal juga distabilo merah, tapi entah kenapa Rini lolos. - secara bertahap Rini sudah menjadi KPK sebagai alat politik, untuk melancarkan kepentingannya. Dalam data yang dibawa Rini adalah Wawan Yunarwanto yang dijadikan nama pengelabuan untuk menyingkirkan Hendy. – Lalu selain nama Hendy, ada nama Sudirman Said, seorang anak didik Ari Soemarno yang sebenarnya tidak punya akses sama sekali ke Presiden, akhirnya sejarah mencatatSudirman Said masuk ke dalam kabinet lalu dengan naifnya melakukan kenaikan harga BBM ditengah tren harga yang terus turun.Apa yang dilakukan Rini sebenarnya sudah menjadi bukti bahwa dia secara bertahap memagari Presiden Jokowi untuk akses ke sektor energy.

Keberhasilan Rini menggunakan KPK sebagai alat politik, ternyata dikonfirmasikan Rini ke Andi. Bahwa KPK bisa dijadikan alat efektif dalam “Menggebuk Lawan Politik” serta menutup banyak akses.AW yang membangun manajemen administrasi istanadengan landasan intelijen memanfaatkan KPKdengan menjadikan Jenderal BG sebagai “Rame-Rame Politik” sekaligus melabur hitam Megawati. Langkah ini dilakukan dengan cara sistematis dengan memanfaatkan “Kemungkinan adanya kemarahan public”. AW bekerjasama dengan oknum PPATK untuk membuka data-data transaksi rekening Jenderal BG ke kantor kantor media, dengan begitu media mainstream memunculkan BG adalah Polisi Korup. Upaya ini ternyata berhasil, selama seminggu BG menjadi sasaran hinaan massa. Sekaligus dengan cantik menjadikan PDIP sebagai sasaran kecaman public, menjadikan PDIP menjadi sasaran kecaman public adalah paket politik AW dan RS yang sudah merasa Partai akan mengganggu rencana besarnya dalam penggelontoran dana 67,8 trilyun yang sedianya untuk subsidi rakyat, ini malah digunakan sebagai kanal-kanal dana ke BUMN yang rentan dijadikan sebagai “Dana Politik”.

Selain itu ada yang harus diperhatikan oleh public, soal system manajemen tata kelola administrasi istana yang seharusnya rapi menjadi berantakan. Ada surat rahasia ke DPR soal usulan Kapolri bocor,surat ini sengaja dibocorkan untuk memancing polemik, menjadi pertanyaan siapa yang membocorkan surat rahasia ini, apakah AW atau Presiden, karena membocorkan surat rahasia adalah pelanggaran berat terhadap konstitusi, namun dalam manajemen istana yang berantakan, hal itu menjadi biasa-biasa saja, padahal sangat bahaya.

Dalam aturan konstitusi siapa yang membocorkan surat rahasia itu harus ditangkap. Dan dengan entengnya surat rahasia dianggap seperti Dokumen Ramadi, -dokumen yang digunakan sebagai alat intelijen di tahun 1974-. Lalu Presiden dibuat seperti tak berdaya di depan Andi Widjajanto dan Rini Soemarno.

Betapa bahaya-nya bila Negara dikelola seperti ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun