RUU Cipta Kerja telah menuai pro dan kontra berkepanjangan. RUU ini digadang-gadang memiliki peranan penting bagi transformasi ekonomi nasional Indonesia. Hal ini mengingat kondisi ekonomi global yang tidak pasti dan mengalami perlambatan, sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata dalam 5 tahun terakhir hanya berkisar 5 persen.
Ditambah lagi pada tahun 2019 realisasi investasi mencapai Rp. 809,6 Triliun, sedangkan jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 133,56 juta tetapi 45,84 juta (34,4 persen) bekerja tidak penuh dan kontribusi UMKM terhadap PDB sebesar 60,3 persen dan koperasi sebesar 5,1 persen.
Japan External Trade Organization (JETRO) survei on Business of Japanese Companies in Asia and Oceania mengungkapkan bahwa kenaikan upah di Indonesia tidak sebanding dengan produktivitas buruh yang rendah, sehingga biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dianggap terlalu mahal. Imbasnya, banyak investor yang menarik kembali investasinya yang ada di Indonesia dan beralih ke negara-negara yang memiliki upah lebih rendah dengan produktivitasnya yang tinggi, seperti Vietnam, Laos dan Myanmar.
Saat ini, salah satu RUU yang diajukan oleh pemerintah untuk Omnibus Law adalah RUU Cipta Kerja. Alasan diajukannya RUU Cipta Kerja ini dilatarbelakangi oleh permasalahan tumpang tindihnya regulasi, produktivitas investasi yang rendah, tingginya data angka angkatan kerja dan bekerja tidak penuh, selain itu perlunya pemberdayaan di sektor UMKM dan peningkatan peran koperasi dalam perekonomian.
Terutama, menurut hasil survei terkait Doing Business in Indonesia, peringkat daya saing Indonesia masih rendah. Hal ini disebabkan tingkat korupsi, inefisiensi birokrasi, akses pendanaan, infrastruktur, kepastian kebijakan, kenaikan upah dan nilai tukar.
Di dalam struktur RUU Cipta Kerja yang terdiri dari 15 bab dan 174 pasal (163 pasal substansi), porsi substansi terkait dengan perizinan, kemudahan berusaha, investasi dan UMKM/ Koperasi sekitar 86,5 persen.
Ditandai dengan 80 pasal yang mengatur tentang investasi dan perizinan berusaha, 19 pasal yang mengatur pengadaan lahan, 16 pasal yang mengatur tentang investasi pemerintah dan proyek strategis nasional, 15 pasal yang mengatur tentang UMKM dan koperasi dan 11 pasal yang mengatur tentang kemudahan berusaha.
Oleh sebab itu, dengan adanya RUU Cipta Kerja ini diharapkan terjadi perubahan struktur ekonomi yang akan mampu menggerakkan semua sektor untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7 s.d. 6,0 persen melalui penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan peningkatan kompetensi serta kapasitas pencari kerja.
Peningkatan produktivitas sebagai cerminan efisiensi perekonomian yang nantinya akan berpengaruh pada peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Peningkatan investasi sebesar 6,6 s.d. 7,0 persen yang mendukung pengembangan usaha/bisnis, sehingga dapat meningkatkan income dan daya beli dan mendorong peningkatan konsumsi sebesar 5,4 s.d. 5,6 persen.
Serta pemberdayaan UMKM dan Koperasi yang mendukung kontribusi UMKM terhadap PDB menjadi 65 persen dan peningkatan kontribusi koperasi terhadap PDB menjadi 5,5 persen.
Dengan vitalnya peran RUU Cipta Kerja maka sudah selayaknya DPR RI segera membahasnya dengan melibatkan seluruh stakeholder, khususnya elemen buruh dan pekerja. Sementara itu tokoh-tokoh buruh harus lebih mengutamakan kepentingan bersama dan mengesampingkan ego politik yang sempit.