Mohon tunggu...
Nor Qomariyah
Nor Qomariyah Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar stakeholder engagement, safeguard dan pegiat CSR

Senang melakukan kegiatan positif

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Perempuan Memilih Berhenti di "Lampu Merah" atau Waithood, Fenomena Sosial-Global?

1 Maret 2024   09:37 Diperbarui: 1 Maret 2024   22:18 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Shutterstock/ANDRII YALANSKYI via KOMPAS.com)

Dalam riset Nancy J Smith (2005), kemunculan fenomena ini bahkan menjadi transformasi baru di kalangan pelajar Yogyakarta secara massif, terutama kalangan pelajar Perempuan. Riset inipun diperkuat oleh Pew Research Center (2019) gen Z cenderung memiliki kecenderungan menunda pernikahan dibandingkan generasi sebelumnya.

Marcia Inhorn (Professor Antropologi, Yale University) menyebut fenomena ini terjadi pada generasi kekinian sebagai trend global dan justru pada Perempuan yang berpendidikan. Karena bagi para perempuan ini, menikah merupakan sebuah Keputusan besar yang menentukan kehidupan mereka di masa mendatang (https://tirto.id/dd5V, 2019).

Meskipun waithood di sisi lain memberikan perubahan positif dalam kehidupan perempuan, namun memunculkan fakta sosial baru Dimana mundul 'tekanan sosial' dan 'life expectation' yang tinggi.

Misalnya tekanan orang tua, keluarga, masyarakat bahkan sahabat hingga teman. Padahal perempuan dalam hal ini masih mengejar tujuan utamanya, baik secara pendidikan, karir atau kemandirian ekonomi.

Fenomena sosial ini tentu saja secara sosiologis, dimana konteks sosial mampu mempengaruhi kehidupan manusia.

Waithood yang terjadi hari ini adalah sebuah realita yang tak bisa dihindari, kemudian memberikan pengaruh dalam kehidupan individu perempuan yang semakin sadar akan pengambilan keputusan dalam kehidupannya yang lebih kompleks dibandingkan generasi sebelumnya. Harus dipahami bahwa perempuan memiliki pandangan sendiri.

Secara konstruk sosial, waithood bukan semata-mata terbentuk dengan adanya transformasi praktis karena berbagai pengaruh situasi baik secara sosial, lingkungan, hingga digital life.

Namun lebih tertuju pada 'terbentuknya karakter individu perempuan yang lebih percaya diri, berkelas, mandiri secara ekonomi'. Nilai inilah yang kemudian mendorong Perempuan memiliki pergeseran signifikan dari patriarkhal menjadi sosial-egaliter.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah waithood menjadi pilihan? Ataukah justru tantangan bagi perempuan? Lalu bagaimana perempuan harus bersikap dengan fenomena ini?

Jawabannya akan sangat bergantung pada bagaimana perempuan menempatkan dirinya, dari sudut pandang mana kita akan meletakkannya.

Pertama, fenomena waithood adalah dinamika sosial dan perubahan ini harus difahami dari perjalanan hidup perempuan sendiri. Sehingga keputusan untuk menunda pernikahan ini menjadi urusan individu yang justru harus didukung oleh lingkungan di sekitar perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun