Mohon tunggu...
nopilaia
nopilaia Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Ilmu Sejarah USU

Hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan - Sutan Syahrir

Selanjutnya

Tutup

Roman

Zaman Dulu Juga Ada Bucin: Kisah George IV dan Cintanya yang Ribet

7 Mei 2025   13:19 Diperbarui: 7 Mei 2025   13:55 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Raja George IV by Sor Thomas Lawrence (Sumber:Wikipedia)                    

Tahun 1794 menjadi titik balik ketika George dijodohkan dengan Putri Caroline dari Brunswick. Tapi jangan bayangkan kisah cinta ala dongeng. George dan Caroline saling membenci sejak pandangan pertama. Pernikahan mereka penuh pertengkaran dan skandal, hingga akhirnya keduanya memilih hidup terpisah. Di balik kemewahan istana, George justru tenggelam dalam rasa kehilangan terhadap Maria.

Ilustrasi
Ilustrasi

Rindu yang mengendap bertahun-tahun akhirnya meledak. Tahun 1799, George tak lagi bisa menahan perasaannya. Ia menulis surat penuh emosi pada Maria, mengaku bahwa hidupnya hampa tanpanya. Padahal, Maria berkali-kali menolak. Perbedaan usia (Maria enam tahun lebih tua), agama, status sosial, dan fakta bahwa ia sudah dua kali menjanda menjadi alasan kuat. Tapi George tak peduli cinta baginya "opo wae tak tabrak yang menjadi penghalang"

Maria akhirnya mencari kejelasan dari otoritas tertinggi agamanya—Paus di Roma. Jika Paus menyatakan bahwa pernikahan mereka sah dan ia wajib kembali pada suaminya, maka ia bersedia patuh. Dan pada musim semi 1800, jawaban yang dinanti datang: Paus memutuskan bahwa Maria adalah istri sah George, dan tempatnya adalah di sisi sang suami.

Tak lama, London pun gempar. Pasangan yang pernah dipecah keadaan kini kembali bersama. Pada bulan Juni, Maria mengadakan pesta besar di rumahnya, dipenuhi bunga mawar putih favorit George. Malam itu, bukan sekadar pesta, melainkan perayaan cinta yang bertahan melampaui batas agama, kasta, bahkan hukum kerajaan.

Meski hubungan mereka tetap tak diakui negara, George tak peduli. Baginya, Maria adalah satu-satunya wanita yang mencintainya tanpa syarat. Mereka hidup sederhana, bahkan pernah hanya membawa pulang kurang dari lima shilling dari Brighton. Tapi bagi Maria, masa-masa itu adalah yang paling membahagiakan. “Kami miskin,” katanya pada sepupunya, “tapi bahagia seperti jangkrik.”

George bahkan membangun rumah khusus untuk Maria di Steine dan merombak Royal Pavilion agar bisa digunakan dalam acara-acara kebersamaan mereka. Keluarga kerajaan yang dulu menolak, akhirnya luluh karena melihat betapa positif pengaruh Maria bagi George.

Dunia mungkin menganggap kisah mereka kontroversial. Tapi bagi George dan Maria, mereka hanya dua manusia yang saling mencintai melampaui batas, melawan tradisi, dan memilih kebahagiaan mereka sendiri. Sebuah kisah cinta sejati yang diam-diam bertahan di balik sejarah monarki.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun