Profil raja george lV dari Britania raya
Lahir pada 17 Agustus 1762, George IV adalah putra sulung Raja George III dan Ratu Charlotte. Sebagai pewaris takhta kerajaan Hanover, ia tumbuh dalam bayang-bayang hubungan ayah-anak yang tegang dan penuh konflik. Gaya hidupnya yang mewah dan boros menjadi sorotan, membuat ayahnya, sang raja, sering kali merasa kecewa dan memandang rendah putranya sendiri.
Di usia muda, George membuat keputusan yang mengguncang istana: pada tahun 1785, ia menikah diam-diam dan secara ilegal dengan Maria Fitzherbert, seorang Katolik Roma—pernikahan yang secara hukum tidak sah menurut undang-undang kerajaan saat itu. Demi menutupi skandal ini dan menyelesaikan utang-utang pribadinya, George akhirnya menikah secara resmi dengan Putri Caroline dari Brunswick pada tahun 1795. Namun, pernikahan ini berubah menjadi bencana besar. Keduanya berselisih, saling menjauh, dan George bahkan berusaha menceraikannya—usaha yang gagal, terutama setelah ia naik takhta.
Pada tahun 1811, saat George III dinyatakan tidak waras, George mengambil alih pemerintahan sebagai Pangeran Wali. Periode ini memberinya panggung untuk memuaskan kecintaannya pada parade militer dan kemegahan publik, terutama setelah kemenangan Inggris atas Napoleon pada tahun 1815.
George resmi menjadi Raja pada tahun 1820. Ia menorehkan sejarah dengan menjadi raja Inggris pertama yang mengunjungi Skotlandia sejak tahun 1650 dan juga mengunjungi Hanover pada tahun 1821. Namun, minatnya terhadap urusan pemerintahan bersifat tidak konsisten. Di masa mudanya, ia sempat bersimpati pada kaum Whig, lebih karena ingin menentang ayahnya. Namun seiring bertambah usia, ia justru mendekat pada kubu Tory. Meskipun awalnya menentang, ia akhirnya menyetujui George Canning sebagai perdana menteri pada 1827. Puncaknya, meski dengan enggan, George dipaksa menyetujui Emansipasi Katolik pada 1829, yang membuka jalan bagi umat Katolik untuk duduk di parlemen Inggris.
Di balik semua dramanya, George IV adalah seorang pencinta seni sejati. Ia memiliki selera artistik yang tinggi, menjadi pelindung arsitek, pelukis, dan desainer, serta membangun koleksi seni yang mengesankan. Salah satu warisannya yang paling menonjol adalah Royal Pavilion di Brighton, sebuah bangunan unik dengan perpaduan gaya arsitektur India dan Cina yang mencerminkan eksentrisitas dan selera khas sang raja.
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, George hidup dalam kesendirian di Kastil Windsor, menjauh dari urusan kenegaraan. Ia wafat pada 26 Juni 1830. Putri tunggalnya, Charlotte, telah meninggal dunia saat melahirkan pada tahun 1817, sehingga mahkota kerajaan diteruskan kepada saudaranya, yang kemudian naik takhta sebagai William IV.
The Real Cogil Zaman Baheula Raja George IV
Jika bicara soal “bucin”, maka Raja George IV dari Britania Raya bisa dibilang the real bucin zaman baheula. Di balik mahkota megah dan istana mewah, hidup George dipenuhi gejolak asmara yang jauh lebih dramatis dari kisah-kisah fiksi kerajaan. Dan pusat dari semua kisah cintanya adalah Maria Fitzherbert, seorang janda Katolik yang bukan bangsawan, tapi justru mencuri hatinya seumur hidup.
Pada tahun 1785, George muda yang keras kepala dan penuh gairah nekat menikahi Maria secara diam-diam. Sayangnya, pernikahan itu dianggap tidak sah oleh hukum kerajaan karena Maria beragama Katolik dan bukan dari kalangan bangsawan. Di bawah tekanan politik dan keluarga, George pun terpaksa menjauh dari wanita yang paling ia cintai.