Mohon tunggu...
Nofi Ndruru
Nofi Ndruru Mohon Tunggu... Guru - Hidup harus berjalan

traveller, writer, teacher

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni di Lapinu

20 September 2017   22:23 Diperbarui: 21 September 2017   10:09 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tim musik pengiring tarian adat sumba

"eh ibu, murid-murid disini apa yang mereka tidak lakukan. Semua mereka lakukan. Main voli, tenis meja, menari, main catur, badminton hingga luluk pun mereka juara. Yosua juara catur hebat juga main voli, Rian juara tenis meja, Okta ini juara dua luluk. Itu nama-nama yang tertempel di kecamatan, SD Lapinu pasti ada dan banyak." Kata Ibu Guru 

Akhirnya, kembali saya dan teman-teman yang kali ini berenam dari Komunitas Humba Menulis dan beberapa mahasiswa di perguruan tinggi di Waingapu berkunjung ke Lapinu. Kalau kunjungan pertama kemarin sangat ramai dengan jumlah 30 orang dan membawa barang yang lumayan banyak di dalam truk, sekarang kita hanya berdelapan dan hanya membawa beberapa dus buku serta sepaket bantuan berupa pasta gigi dan sabun dari salah satu merk dagang.

Kedatangan kedua ini sudah sangat telat dari waktu yang ditetapkan, sehingga murid-murid sudah kembali pulang ke rumahnya untuk makan siang. Kedatangan kedua ini juga kami melihat perubahan ruangan kelas yang lebih baik berkat bantuan yang dibawakan sebelumnya. Namun, ketika kami telah tiba di lokasi, satu demi satu anak mulai memenuhi lapangan SD Lapinu. 

Berita tersebar dengan cepat. Walaupun rumah mereka berjarak satu bukit hingga ada yang langgar(nyebrang) sungai, mereka tetap semangat untuk berkumpul kembali bersama kami di sekolah sederhana mereka tersebut. Bahkan, Yosua yang kakinya bengkak dan jalan pincang juga mempercepat langkahnya dan menunjukkan senyum sumringahnya ketika di kejauhan mulai melihat ke arah kami. Hanya 5 orang murid yang tidak hadir saat itu dari total 46 murid karena rumah merekalah yang terjauh.

Bukan hanya murid yang hadir tidak lengkap, ternyata beberapa guru juga saat itu sedang tidak ada di sekolah. Hanya Ibu Nita saja yang ada selama sudah hampir seminggu. Saat bertanya bagaimana bisa mengajar 5 kelas sendirian beliau pun menjawab dengan berganti-gantian memasuki kelas setiap harinya. Ketika sedang mengajar satu kelas, kelas lain akan diajak untuk melakukan aktivitas yang mengembangkan keterampilan mereka, seperti misalnya latihan menari, olahraga, dll.

Melihat usaha mereka untuk kumpul lagi Bersama kami sudah memberi ruang bahagia di hati kami masing-masing. Hilang rasanya lelah dan pegal selama dua jam lebih berkendara sepeda motor melewati jalanan yang rusak selama menuju kesini. Melihat kardus buku yang kami bawa, bukan main tambahnya girang mereka. Mereka mulai bercerita kalau gedeg yang dibawakan sebulan lalu oleh beberapa gabungan organisasi telah mengurangi jumlah debu yang terbawa ketika sedang angin kencang, beberapa sudah memakai seragam yang juga saat itu didonasikan bersamaan dengan baju-baju bekas.

Kunjungan ke SD Lapinu ini juga dapat terealisasikan berkat adanya bantuan buku dan peralatan mandi dari BAGI BUKU NTT yang berada di regio Sumba bernama Namu Angu, yaitu suatu lembaga dimana orang-orang dapat mendonasikan barang-barang yang berguna bagi mereka yang membutuhkan seperti buku, baju bekas bahkan mainan. Namun, tak selamanya bantuan-bantuan yang diterima pantas untuk disumbangkan. 

Pernah ikut menyortir benda-benda donasi tersebut, terikat dalam karung yang terlihat seperti barang 'buangan' dan ketika diperiksa ternyata berisi beberapa mainan yang patah dan tidak lengkap juga cacat sana sini dan lengkap dengan debu-debunya, mungkin barang tersebut dikirim karena merasa sayang untuk membuang ke tempat sampah. Hal demikian tentu saja menyinggung perasaan lembaga yang menerima donasi karena lembaga tersebut bukanlah 'tempat sampah'. Jadi, perlu dicatat bagi seseorang yang ingni berdonasi atau yang pernah berdonasi bahwa mereka juga harus perlu memilih barang-barang yang pantas untuk didonasikan.

Beberapa anak sudah menunggu aktivitas yang akan kami adakan hari itu, ada yang duduk di bawah pohon dan ada yang bermain voli yang kemudian kami ikut meramaikan. Akhirnya sudah banyak yang tiba dan kami mulai berkumpul di ruangan kelas 1 untuk bernyanyi sebentar dan membuat sejumlah kuis untuk membagikan barang donasi tersebut, kami pun berbincang-bincang kembali dengan para guru dan orangtua. Apabila dipertemuan pertama kami hanya mengetahui Yosua yang memiliki prestasi membanggakan di tingkat Ibukota negara, ternyata ada cerita baru yakni tentang prestasi Oktavianus. 

Oktavianus mendapat prestasi dalam lomba lulukdi tingkat kecamatan. Luluk yaitu syair dalam Bahasa Sumba, sama seperti halnya pantun yang biasanya dibawakan oleh suku Melayu, Betawi dan beberapa suku-suku lainnya. Lulukdibawakan dengan cara yang khas, yaitu berbicara cepat, lantang dan berirama yang diucapkan dalam satu tarikan nafas panjang. Saat perlombaan 17 Agustus-an kemarin, Oktavianus mendapat kesempatan untuk ikut lomba lulukhanya dengan satu kali latihan yaitu sehari sebelum perlombaan.

Memang Oktavianus dan murid-murid lain masih terbiasa mendengar luluk di kampungnya ataupun kampung tetangga ketika sedang ada kegiatan adat yang diselenggarakan. Biasanya, luluk itu dilakukan di kegiatan pernikahan yaitu ketika sedang melamar dan membicarakan soal belis(sumba: mahar) ataupun ketika sedang upacara penguburan. Namun saat ini, penggunaan luluk dapat disesuaikan sesuai kebutuhan terutama untuk menjaga kelestarian budaya Sumba sehingga dibuatlah luluk di perlombaan dengan tema tertentu, misalnya kemerdekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun