Program yang termuat dalam UU HPP No.7 Tahun 2021 ini memberian kesempatan kepada Wajib Pajak secara sukarela untuk melaporkan/mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi melalui pembayaran PPh memiliki beberapa manfaat seperti, memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk melaporkan aset yang belum sempat dilaporkan dengan diberikan pengampunan, keikutsertaan pada PPS akan membuat wajib pajak terbebas dari potensi tuntutan pidana, terdapat penghematan pajak dari pembayaran PPh final yang menjadi syarat keikutsertaan PPS.
Pentingnya PPS untuk meningkatkan kepatuhan material yang nyatanya memang masih rendah di kalangan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.Â
Definisi kepatuhan material terdiri dari dua komponen antara lain, formal compliance (kepatuhan secara administratif) yang dengan mudah dikenali kecurangannya dan material compliance (kepatuhan secara tertulis atau material) dengan aspek pelaporan, penyetoran, dan korespondensi yang harus memahami segi penghasilan, karakteristik usaha/transaksi, serta skala dan sifat usaha/kegiatan. Kedua komponan penting dalam kepatuhan material ini disebut dengan taxpayers compliance.
DJP juga menggunakan Compliance Risk Management (CRM) yang merupakan suatu proses pengelolaan risiko kepatuhan WP secara menyeluruh yang meliputi identifikasi, pemetaan, pemodelan, dan mitigasi atas risiko kepatuhan wajib pajak serta evaluasinya (SE24/PJ/2019). Secara lebih terperinci, risiko dasar yang memengaruhi kepatuhan itu terdiri atas, risiko pendaftaran (registration), pelaporan (filing), pembayaran pajak (payment), dan kebenaran pelaporan (correct reporting).
Terdiri dari dua jenis yang harus dilaporkan. Yang pertama adalah harta diantaranya, kas dan setara kas, piutang, investasi, alat transportasi, harta bergerak lainnya, dan harta tidak bergerak. Sedangkan yang kedua adalah berupa hutang diantaranya, hutang bak/lembaga keungan, kartu kredit, hutang afiliasi, dan hutang lain.Â
Alasna mengapa harta harus dilaporkan adalah salah satu alat pengawasan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan penghasilan. Jika tidak dilaporkan maka Wajib Pajak akan menerima risiko dan konsekuensi berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Program Pengungkapan Sukarela (PPS) dengan berfokus pada PMK-196/PMK.03/2021. Kembali mengingatkan pentingnya PPS ini dengan memberikan materi yang lebih luas. Pada PPS ini memberikan manfaat yang luar biasa yang akan didapat oleh Wajib Pajak baik orang pribadi maupun badan yang telah diatur dalam beberapa kebijakan I dan kebijakan II.
Dalam mekanisme PPS kita mengenal istilah SPPH yang merupakan singkatan dari Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta. Pada SPPH harus memiliki kelengkapan data diantaranya NTPN, daftar rincian harta bersih, daftar hutang, dan pernyataan repatriasi dan/atau investasi. Untuk perhitungan pajak penghasilan PPS dengan cara (TarifNilai Harta Bersih).Â
Batas waktu pada investasi adalah paling lambat 30 September 2023. Hak dan kewajiban setelah pengungkapan harta antara lain, peserta PPS Kebijakan II tidak dapat lagi mengajukan permohonan restitusi atau upaya huku dan peserta PPS yang wanprestasi mencabut upaya hukum maka SKET dibatalkan.Â
Sengketa terkait PPS dapat diselelesaikan melalui pengajuan gugatan kepada pengadilan pajak. Upaya hukum terhadap sengketa adalah SKPKB kurang ungkap kebijakan II dan SKPKB gagal repatriasi/investasi.
Untuk mengetahui lebih detail mengenai PPS, terdapat saluran komunikasi PPS yang bisa di akses melalui web resmi http://www.pajak.go.id/pps . PPS juga mempunyai aplikasi yang bisa di download dan di akses oleh siapapun. Untuk tutorial install aplikasinya juga sudah ada video tutorial nya di youtube dengan meng akses Web Resmi PPS.
Â
"Ungkap Saja Mumpung Ada PPS"
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI