Mohon tunggu...
Noer Ima Kaltsum
Noer Ima Kaltsum Mohon Tunggu... Guru - Guru Privat

Ibu dari dua anak dan suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Belatung

6 Oktober 2015   22:11 Diperbarui: 6 Oktober 2015   22:11 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Malam ini adalah malam takbiran, malam yang ditunggu banyak orang. Seperti biasanya, di masjid-masjid, mushola dan langgar, orang-orang melakukan takbir bersama sampai pagi hari. Apalagi sekarang di sekolah-sekolah yang berbasis agama, juga mengadakan takbir keliling dengan jalan kaki membawa obor. Siswa-siswa dengan semangat mengelilingi kampung. Mereka berseragam abu-abu putih.

Adanya kegiatan takbiran semacam ini, bagiku merupakan berkah tersendiri. Aku bisa mengumpulkan barang-barang bekas yang digunakan untuk makan dan minum mereka. Tempat minuman plastik dan kardus tempat kudapan dan nasi.

Aku tak perlu berkeliling mengumpulkan barang bekas, dari tempat pembuangan sampah satu ke tempat pembuangan sampah yang lain. Aku tak perlu mengorek-orek, memilah-milah sampah seperti saat memulung di tempat pembuangan sampah. Di samping barang rongsokannya masih bagus, hasilnya juga lumayan.

Besok paginya, atau beberapa hari ke depan selama hari tasrikh, masih ada orang/pengurus/panitia kurban yang akan menyembelih hewan kurban. Biasanya sampah plastik dan kertasnya bisa aku ambil. Aku harus sabar mengumpulkan barang bekas ini. Mau apalagi? Aku tidak boleh mengeluh karena ini mata pencaharianku. Pemulung.

Aku masih beruntung, bisa mengambil dan memilah sampah di tempat pembuangan sampah di kompleks perumahan. Di tempat-tempat atau kampung tertentu, ada larangan pemulung masuk kawasan tersebut.

00000

Hari ini hasil pengumpulan plastik dan kardus lumayan banyak. Beberapa orang perumahan yang aku temui memberikan makanan kecil dan nasi bungkus. Bagiku, ini adalah rejeki dari Yang Maha Kaya, yang harus aku syukuri. Biasanya nasi bungkus dengan lauk daging sapi atau kambing berupa gulai, tongseng, semur, atau empal.

Sudah beberapa hari aku tidak mencari sampah/barang-barang yang bisa aku jual di tempat pembuangan sampah. Seperti hari-hari sebelumnya, setiap aku menuju tempat pembuangan sampah di perumahan, aku biasa berhenti di depan rumah yang ramah lingkungan. Sebenarnya rumah yang ramah lingkungan ini berada di dekat sawah. Halamannya yang luas ditanami pohon-pohon tahunan yang menghasilkan buah.

Meskipun pohonnya banyak, sampah daunnya banyak, tetapi rumah itu asri dan teduh. Di halaman tersebut terdapat tempat penampungan sampah khusus plastik dan kertas. Sampah daun atau bahan organik ditempatkan di dalam tong besar. Sampah daun/bahan organik tersebut digunakan untuk membuat kompos.

Setiap aku mencari rongsokan di tempat penampungan sampah rumah itu, aku mendapatkan sampah yang masih bersih. Sebab plastik dan kertas tersebut tidak bercampur dengan sisa-sisa makanan atau minuman.

Setelah selesai, aku menuju tempat pembuangan sampah di perumahan. Dari jauh aku sudah mencium bau yang sangat menyengat. Sebagai seorang pemulung, hal semacam itu sudah biasa. Bagi sebagian orang, kehidupan seorang pemulung identik dengan kumuh, dan bau tak sedap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun