Mohon tunggu...
NoerHasni
NoerHasni Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pencari ilmu yang mencoba mengambil bagian dari roda zaman...

"The world is a fickle place, and it's not fair. But if you're getting most of your rewards from you, then you can use that as a kind of compass, and you can be secure in the fact that you're working for the right reason, and you're going in the right direction."

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ranah Minang dalam Pusaran Krisis Sosial

9 Maret 2023   22:48 Diperbarui: 9 Maret 2023   22:58 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dengan menganut sistem kekerabatan yang sangat kompleks seperti ini, maka siapa yang akan menyangka bahwa perempuan dan anak-anak di Minangkabau akan mendapatkan perlakuan yang tidak pantas dari masyarakat apalagi keluarga sendiri? Ditambah lagi dengan pegangan hidup adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang menjadi symbol karakter orang Minangkabau yang religious dan memegang teguh nilai-nilai budayanya.

Gambaran kultural diatas memperlihatkan kepada kita bahwa semakin eratnya hubungan kekerabatan dalam badunsanak, hubungan dengan mamak, menjadikan kontrol sosial semakin kuat, dengan semakin kuatnya kontrol sosial dalam masyarakat maka seharusnya dapat mengurangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam rumah tangga. Bagi Kerapatan Adat Nagari (KAN), ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang, dan segenap tokoh masyarakat saling bahu membahu melaksanakan peran masing-masing dan bekerja sama dengan pemerintahan nigari untuk menghimbau masyarakat terus melestarikan budaya lokal. 

Memegang teguh dan mengawal falsafah hidup adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah agar senantiasa menjadi identitas kuat orang Minangkabau yang tidak hanya sebatas slogan saja. Identitas yang lahir dari proses panjang sejarah perjuangan yang melahirkan kesadaran bersama dengan akulturasi Islam dan budaya tinggi. Inilah filosofi hidup yang selalu dikumandangkan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau yang diyakini tidak akan lekang oleh panas dan tidak akan lapuk karena hujan. 

Dengan kata lain, kerangka berpikir dan pola perilaku kehidupan orang Minangkabau senantiasa diafirmasikan dengan pandangan adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, syarak mangato, adat mamakai, dan ini berlaku menyeluruh.

Akan tetapi kenapa realitas social masyarakat Minang hari ini begitu paradoks dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianutnya? Tatanan kehidupan kultural nan agamis seakan-akan runtuh oleh budaya populer yang dangkal tanpa disaring dengan akal dan jauh dari iman serta nilai-nilai mulia yang selalu diagung-agungkan? 

Hal ini menjadi sangat penting untuk kita bicarakan karena tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak di Sumatera Barat yang mayoritas besar populasinya adalah etnis Minangkabau sangat tinggi, ketiga tertinggi di Indonesia di bawah Papua. Ini persoalan serius yang harus kita renungkan bersama untuk mencari dan membaca akar masalah dan menemukan solusi strategis untuk penanganan ke depan.


Sebagaimana dilansir dari berbagai sumber bahwa pada tahun 2018 Sumbar menempati urutan tiga besar angka kekerasan terhadap perempuan secara nasional. Sebuah lembaga swadaya masyarakat yang berkecimpung dalam isu-isu perempuan dan anak di Sumatera Barat mencatat sepanjang tahun 2019 terdapat 105 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Parahnya lagi, di tahun 2021 terjadi lonjakan kasus yang sangat signifikan, berdasarkan catatan dari dinas pemberdayaan perempuan dan anak provinsi Sumatera Barat tercatat sebanyak 44 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan 470 kasus kekerasan seksual yang terjadi pada anak-anak, kasus ini tersebar rata dari daerah perkotaan hingga pedesaan.

Saya dan banyak aktivis perempuan percaya bahwa kasus kekerasan seksual di Sumatera Barat ini merupakan fenomena gunung es, dimana laporan yang tampak kepermukaan hanyalah bagian kecilnya saja. Sementara di level bawah, yang masih belum teridentifikasi, jauh lebih banyak jumlahnya. Mengingat hal ini, maka sudah seharusnya pemerintah mengambil langkah-langkah darurat untuk menyelamatkan perempuan dan anak Minangkabau. Secara kultural kita senantiasa ditanamkan bahwa orang Minangkabau sangat memuliakan perempuan. Sedangkan anak adalah generasi pelanjut peradaban kita, social capital yang harus dijaga dan dilindungi.

Bagaimana kita mengharapkan peradaban budaya dan suku bangsa Minangkabau yang gemilang di masa depan akan terwujud jika generasinya dihantui bayangan traumatis kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya? Korban kekerasan seksual hampir dipastikan jiwanya akan terganggu. 

Ironisnya lagi, tidak mustahil pengalaman kelam yang terekam di bawah sadarnya akan terbawa sampai mereka dewasa kelak dan ketika situasi yang sama muncul kembali, tidak heran pula anak korban kekerasan seksual akan menjadi pelaku yang serupa. Walaupun tidak semuanya akan berlaku seperti itu, tetap saja hal ini menjadi perhatian besar bagi seluruh masyarakat Indonesia terutama dalam lingkungan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun