Mohon tunggu...
Noer Ashari
Noer Ashari Mohon Tunggu... Operator Madrasah Tsanawiyah

Operator Madrasah : - Operator data EMIS/GTK (Education Management Information System) - Operator E-RKAM BOS Kemenag - Operator Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus - Teknisi ANBK dari Tahun 2017 s.d sekarang (dulu masih UNBK namanya) Mencoba untuk menuangkan keresahannya melalui artikel di Kompasiana, tapi lebih banyak tema yang diluar dari konteks pekerjaan. More info: asharinoer9@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

IQ Tinggi tapi EQ Rendah? Waspada Bahaya Berpikir Terlalu Logis!

8 Maret 2024   14:28 Diperbarui: 8 Maret 2024   14:53 3020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengambarkan seorang yang pintar IQ nya. (Sumber Gambar: pexels.com/Yan Krukau)

Kecerdasan manusia sering diukur dengan IQ (Intelligence Quotient), yang menguji kemampuan kognitif seperti penalaran, pemecahan masalah, dan memori. Namun, kecerdasan bukan hanya tentang IQ. 

Ada faktor lain yang sama pentingnya, yaitu EQ (Emotional Quotient). EQ mengukur kemampuan seseorang untuk memahami dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain.

Orang dengan IQ tinggi sering dianggap pintar dan mampu mencapai kesuksesan di bidang akademis dan profesional. Namun, jika mereka memiliki EQ rendah, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, menyelesaikan konflik, dan membuat keputusan yang bijaksana.

Berpikir logis dan rasional memang penting, tetapi jika dilakukan secara berlebihan, dapat menjadi berbahaya.

Mengapa seseorang bisa memiliki IQ tinggi tapi EQ rendah?

Seseorang bisa memiliki IQ (Intelligence Quotient) yang tinggi namun EQ (Emotional Quotient) yang rendah karena kedua aspek ini mengukur hal yang berbeda. IQ mengukur kemampuan kognitif seseorang, seperti kemampuan memecahkan masalah dan berpikir logis. Sementara itu, EQ mengukur kemampuan seseorang dalam memahami dan mengelola emosi, baik emosi diri sendiri maupun emosi orang lain.

Orang dengan IQ tinggi seringkali memiliki pola pikir yang berbeda dari orang kebanyakan, yang bisa membuat mereka kesulitan untuk memahami bagaimana orang lain merasa dalam situasi tertentu. Misalnya, banyak orang dengan IQ tinggi yang cenderung introvert dan rentan terhadap kecanggungan sosial.

Namun, banyak juga orang dengan IQ tinggi yang belajar dan mengembangkan “keterampilan sosial” mereka, sehingga mereka bisa meningkatkan EQ mereka. Sejauh mana orang-orang yang sangat cerdas mengembangkan EQ tinggi seringkali tergantung pada sejauh mana minat mereka dalam keterlibatan sosial.

Perlu digarisbawahi bahwa IQ dan EQ adalah dua hal yang berbeda. Memiliki IQ tinggi tidak menjamin Anda akan sukses dalam hidup. EQ yang tinggi sama pentingnya dengan IQ tinggi untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup.

Penjelasan singkat tentang IQ dan EQ:

IQ (Intelligence Quotient)

Menurut id.wikipedia.org dan gramedia.com, IQ adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, daya tangkap, dan belajar. 

IQ menggambarkan kemampuan seseorang dalam berpikir, mengingat, memahami, mengevaluasi, mengolah, menguasai lingkungan, dan bertindak secara terarah.

EQ (Emotional Quotient)

Menurut kajianpustaka.com dan gramedia.com, EQ adalah kemampuan mengenali, memahami dan mengendalikan perasaan sendiri dan perasaan orang lain, termasuk memotivasi diri dan mengatur emosi serta kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain. 

EQ berhubungan dengan kemampuan diri dalam mengontrol perasaan, mengenali perasaan orang lain, adaptasi, disiplin, tanggung jawab, kerja sama, dan juga komitmen.

Bagaimana IQ dan EQ diukur dan didefinisikan?

IQ (Intelligence Quotient) diukur menggunakan serangkaian tes standar yang dirancang untuk menilai kecerdasan manusia. IQ awalnya dihitung dengan membagi skor usia mental seseorang (yang diperoleh dengan mengadministrasikan tes kecerdasan) dengan usia kronologis mereka, keduanya dinyatakan dalam tahun dan bulan. 

Hasil pecahan ini kemudian dikalikan dengan 100 untuk mendapatkan skor IQ. Untuk tes IQ modern, skor mentah ditransformasikan menjadi distribusi normal dengan rata-rata 100 dan standar deviasi 15.

EQ (Emotional Quotient) mengukur kemampuan seseorang dalam memahami dan mengelola emosi, baik emosi diri sendiri maupun emosi orang lain. Untuk mengukur EQ, Anda bisa menggunakan tes standar. 

Anda juga bisa mengajukan pertanyaan untuk menilai kecerdasan emosional seseorang. Tes EQ mencakup berbagai situasi sosial di mana mungkin penting untuk memahami emosi orang lain dan mengelola emosi Anda sendiri. Tes EQ bisa berupa tes online, tes pelaporan diri, penilaian orang lain melalui tes, atau tes kemampuan.

Bagaimana berpikir terlalu logis bisa berdampak negatif pada kehidupan sehari-hari?

Berpikir terlalu logis dapat memiliki lima dampak negatif pada kehidupan sehari-hari, di antanya:

Pertama, pola pikir negatif. Berpikir terlalu logis dapat memicu pola pikir negatif atau irasional. Pola pikir ini dapat berkontribusi pada penurunan motivasi, penurunan harga diri, dan masalah seperti kecemasan, depresi, dan penyalahgunaan zat.

Kedua, kesulitan dalam pengambilan keputusan. Orang yang cenderung berpikir terlalu logis mungkin mengalami kesulitan dalam membuat keputusan, termasuk keraguan berlebihan. Mereka mungkin juga merasa sulit untuk berkonsentrasi, merasa gelisah, dan sering mencari jaminan berulang dari orang lain.

Ketiga, dampak pada hubungan interpersonal. Berpikir terlalu logis dapat mempengaruhi hubungan interpersonal. Misalnya, orang yang berpikir terlalu logis mungkin merasa sulit untuk memahami dan merespon emosi orang lain.

Keempat, pengaruh pada harga diri. Berpikir terlalu logis dapat berkontribusi pada harga diri yang rendah. Ini dapat membuat seseorang merasa tidak efektif dalam dunia.

Kelima, kecemasan dan depresi. Pola pikir negatif yang dihasilkan dari berpikir terlalu logis dapat berkontribusi pada kecemasan, depresi, dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD).

Penelitian yang diterbitkan dalam Cognitive Therapy and Research menemukan bahwa kecemasan dan perasaan kewalahan dapat memprediksi perilaku self-injury (merusak diri sendiri) ketika disertai dengan pemikiran negatif berulang. Pemikiran negatifnya itu mencerminkan pemikiran seseorang yang teramat kritis (logis) sehingga menjadi pemikiran negatif.

Penelitian ini menunjukkan bahwa berpikir terlalu logis atau berpikir negatif berulang dapat memiliki dampak negatif pada kesejahteraan kita.

Ini adalah salah satu contoh nyata dari dunia pendidikan tentang bagaimana IQ tinggi tapi EQ rendah mempengaruhi kehidupan seseorang. Dalam konteks pendidikan, siswa dengan IQ tinggi namun EQ rendah mungkin mengalami kesulitan dalam berinteraksi dengan teman sebaya atau guru. Mereka mungkin unggul secara akademik, tetapi kurang dalam keterampilan sosial dan emosional 

Dan berikut adalah beberapa cerita pribadi dan pengalaman orang-orang yang memiliki IQ tinggi tapi EQ rendah:

Pertama, kesulitan dalam menyampaikan emosi. Salah satu perilaku yang paling umum dari individu dengan IQ tinggi tapi EQ rendah adalah kesulitan mereka dalam menyampaikan perasaan. 

Mereka mungkin tampak acuh tak acuh atau terpisah, bukan karena mereka tidak peduli, tetapi hanya karena mereka tidak tahu bagaimana menyampaikan emosi mereka.

Kedua, preferensi untuk kesendirian. Banyak individu dengan IQ tinggi dan EQ rendah yang lebih memilih untuk sendiri daripada berada dalam pertemuan sosial. Mereka merasa nyaman dalam dunia pikiran dan ide mereka sendiri, dan interaksi sosial kadang-kadang bisa terasa melelahkan atau bahkan tidak perlu bagi mereka.

Ketiga, Dr. Sheldon Cooper. Dalam sitkom televisi The Big Bang Theory, Dr. Sheldon Cooper adalah contoh karakter dengan IQ tinggi namun EQ rendah. Meskipun dia adalah seorang jenius, dia seringkali kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain.

Penting di garis bawahi bahwa setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda. Cerita-cerita di atas hanyalah beberapa contoh dari bagaimana IQ tinggi dan EQ rendah dapat memengaruhi kehidupan seseorang.

Apa langkah-langkah yang bisa diambil untuk meningkatkan EQ seseorang?

Berikut adalah empat langkah yang menurut penulis paling penting dalam meningkatkan EQ:

Pertama, kesadaran diri (self-awareness). Mengenali dan memahami emosi Anda sendiri adalah langkah pertama dalam meningkatkan EQ. Anda bisa mencoba untuk mencatat perasaan Anda setiap hari atau melakukan meditasi untuk meningkatkan kesadaran diri.

Kedua, pengaturan diri (self-regulation). Setelah Anda sadar akan emosi Anda, Anda bisa mulai mengelola emosi tersebut. Ini bisa berarti belajar cara meredakan stres, mengendalikan impuls, atau beradaptasi dengan perubahan.

Ketiga, kesadaran sosial (social awareness). Ini melibatkan pemahaman dan empati terhadap emosi orang lain. Anda bisa mencoba untuk lebih memperhatikan bahasa tubuh orang lain, atau berlatih mendengarkan dengan empati.

Keempat, pengelolaan hubungan (relationship management). Kemampuan ini melibatkan membangun dan mempertahankan hubungan yang baik, berkomunikasi dengan jelas, dan bekerja dengan baik dalam tim. Anda bisa berlatih keterampilan komunikasi, seperti mendengarkan aktif dan berbicara dengan jelas dan sopan.

Kesimpulannya adalah, IQ (Intelligence Quotient) mengukur kemampuan kognitif seseorang, seperti penalaran, pemecahan masalah, dan memori. Sementara itu, EQ (Emotional Quotient) mengukur kemampuan seseorang untuk memahami dan mengelola emosi diri sendiri dan orang lain.

Meskipun orang dengan IQ tinggi sering dianggap pintar dan mampu mencapai kesuksesan di bidang akademis dan profesional, jika mereka memiliki EQ rendah, mereka mungkin mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain, menyelesaikan konflik, dan membuat keputusan yang bijaksana.

Berpikir logis dan rasional memang penting, tetapi jika dilakukan secara berlebihan, dapat menjadi berbahaya.

Seseorang bisa memiliki IQ tinggi namun EQ rendah karena kedua aspek ini mengukur hal yang berbeda. Orang dengan IQ tinggi seringkali memiliki pola pikir yang berbeda dari orang kebanyakan, yang bisa membuat mereka kesulitan untuk memahami bagaimana orang lain merasa dalam situasi tertentu.

IQ diukur menggunakan serangkaian tes standar yang dirancang untuk menilai kecerdasan manusia. EQ mengukur kemampuan seseorang dalam memahami dan mengelola emosi, baik emosi diri sendiri maupun emosi orang lain.

Pada intinya adalah, memiliki IQ tinggi tidak menjamin Anda akan sukses dalam hidup. EQ yang tinggi sama pentingnya dengan IQ tinggi untuk mencapai kesuksesan dan kebahagiaan dalam hidup. Maka dari itu, penting untuk memiliki keseimbangan antara IQ dan EQ.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun