Kalaupun sudah dilakukan, tidak semua pengumuman lelang dilaporkan kepada publik. Artinya, masih ada celah dan kesempatan bagi "para tikus berdasi" untuk bernegosiasi di bawah meja.
Jumlah kerugian akibat korupsi pun tidak main-main. ICW memantau, total kerugian negara yang disebabkan korupsi di sektor pengadaan mencapai Rp 1,02 triliun sepanjang 2017. Kalau mau dikalkulasi, uang sebanyak itu cukup untuk mendanai acara buka puasa bersama dengan 25,95 juta penduduk miskin Indonesia.
Kalau iya, per orang niscaya bisa membawa pulang takjil mewah seharga Rp 40 ribu. Itu lebih baik daripada dikorupsi. Lumayan, kan? Pahalanya pasti besar. Mumpung masih bulan Ramadan.
Dunia pengadaan harusnya juga demikian. Sejak pemerintah meluncurkan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) pada 2008, berbagai instansi, baik milik negara maupun swasta, mulai menerapkan hal yang sama. Sayangnya, masih ada beberapa catatan untuk sistem e-procurement yang saat ini tersedia.
Bagi pemberi kerja, sistem e-procurement biasa masih bersifat satu arah. Maksudnya, pemberi kerja hanya bisa mengumumkan penawaran pekerjaan tanpa memiliki kuasa untuk memilih vendor secara langsung. Berbeda dengan belanja online yang bisa langsung menentukan penjual dan barang sekehendak hati.
Pada pengadaan barang yang bersifat umum, e-procurement jadul seringkali tidak efisien. Membeli 10 unit ponsel, misalnya, akan lebih cepat lewat online shop atau online marketplace ketimbang e-procurement. Pilihan tipe dan harganya pun sangat beragam. Apalagi, banyak diskon bertebaran saban hari belanja online didengungkan.
Bagi penyedia barang dan jasa, e-procurement konvensional memakan banyak tenaga. Penyedia barang harus membuka situs pengadaan pemberi kerja satu per satu. Jika ada 100 pemberi kerja yang menjadi incaran, maka penyedia barang pun mesti mendaftar di 100 laman pemberi kerja.
Alhasil, pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) seringkali tergilas dengan ketatnya persaingan di dunia pengadaan. Mereka yang memiliki keterbatasan sumber daya, khususnya pengetahuan tentang teknologi internet, jadi semakin sulit berkembang.
Oleh karena itu, mau tidak mau, harus ada terobosan yang dilakukan agar dunia pengadaan daring bisa menjadi lebih baik. Kekurangan di sana-sini yang kerap terjadi, harusnya menjadi pelajaran berarti. Supaya kata yang timbul di benak kita setiap kali membayangkan pengadaan bukan lagi ruwet, lama, dan rentan dikorupsi; melainkan efektif, cepat, dan transparan.
Untungnya, sekarang kita bisa mulai meninggalkan ketiga stigma negatif yang sudah terlanjur melekat erat di dunia pengadaan dalam negeri tersebut. Apa sebab? Karena kini sudah ada Mbizmarket, sebuah B2B marketplace untuk belanja perusahaan.