Mohon tunggu...
Yusuf Aliansyah
Yusuf Aliansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN

Memiliki minat dalam bidang penerimaan negara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memahami Perubahan Tarif PPh Orang Pribadi pada UU HPP

21 Agustus 2025   18:35 Diperbarui: 21 Agustus 2025   18:54 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah teman-teman pernah melihat slip gaji dan kemudian bertanya-tanya "Ini potongan PPh 21 darimana lagi ya?". Sebenarnya hal tersebut sudah umum terjadi. Pajak Penghasilan (PPh) memang terdengar rumit namun memiliki konsep yang sederhana. Anggap saja seperti "iurang" bersama untuk membiayai fasilitas publik seperti jalan raya, sekolah, rumah sakit, dan lainnya.

Kabar baiknya, tidak semua gaji langsung dipotong pajak. Ada beberapa perubahan peraturan baru yang penting untuk diketahui agar kamu dapat memahami lebih dalam terkait potongan pada slip gaji atau lainnya. Mari bedah satu per satu terkait perubahan tersebut.

Apa itu PTKP?

Sebelum pusing untuk menghitung, mari kenali konsep paling dasar dalam PPh orang pribadi. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101/PMK.010/2016, pemerintah menetapkan adanya Penghasilan Tidak Kena Pajak atau yang biasa kita kenal dengan sebutan PTKP. Anggaplah PTKP ini sebagai batas aman yang diberikan negara yang merupakan sejumlah nilai penghasilan dalam setahun yang dibebaskan dari pengenaan pajak. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa penghasilan yang kamu gunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, baik itu untuk diri sendiri maupun tanggungan tidak akan ikut terpotong pajak.

Apabila total penghasilan neto kamu dalam setahun masih berada di bawah batas PTKP yang berlaku untuk status kamu, PPh terutang kamu adalah nol. Penting untuk dicatat, besaran PTKP yang mengacu pada PMK tahun 2016 tersebut belum mengalami perubahan hingga saat ini.

Besaran PTKP ditentukan oleh status perkawinan dan jumlah tanggungan kamu pada awal tahun pajak:

  • untuk diri sendiri: Rp54.000.000 per tahun (status TK/0),
  • tambahan untuk Wajib Pajak kawin: Rp4.500.000 per tahun,
  • tambahan per tanggungan: Rp4.500.000 per tahun untuk setiap anggota keluarga sedarah atau semenda yang menjadi tanggungan sepenuhnya dengan batasan maksimal 3 orang (maksimal TK/3 atau K/3).

Status PTKP ini bisa dibilang krusial, pastikan data diri di HRD selalu akurat

Tarif Pajak Progresif Lama (Sebelum UU HPP)

Setelah penghasilan bersih setahun dikurangi PTKP, kita mendapatkan Penghasilan Kena Pajak atau yang biasa disebut PhKP. Nah, PhKP inilah yang akan dihitung pajaknya menggunakan sistem tarif progresif yang berarti semakin besar penghasilan seseorang, semakin tinggi pula persentase tarif pajaknya.

Berdasarkan UU PPh No. 36 Tahun 2008, aturan mainnya seperti ini:

  • lapisan 1: PhKP sampai Rp50 juta tarifnya sebesar 5%,
  • lapisan 2: PhKP di atas Rp50 juta s.d. Rp250 juta tarifnya sebesar 15%,
  • lapisan 3: PhKP di atas Rp250 juta s.d. Rp500 juta tarifnya sebesar 25%,
  • lapisan 4: PhKP di atas Rp500 juta tarifnya sebesar 30%.

Biar gampang kita bisa menggunakan sebuah contoh, misalnya Bapak Budi memiliki PhKP dalam satu tahun pajak sebesar Rp60.000.000. Apabila dihitung dengan menggunakan aturan lama:

  • Rp50.000.000 pertama dikenakan tarif 5% = Rp2.500.000
  • Sisanya (Rp60 juta - Rp50 juta = Rp10 juta) dikenakan tarif 15% = Rp1.500.000
  • Total PPh Terutang Budi = Rp2.500.000 + Rp1.500.000 = Rp4.000.000

Simpan dulu angka ini, karena akan kita bandingkan dengan aturan baru.

Era Baru Perpajakan Pasca UU HPP

Pada 29 Oktober 2021, pemerintah secara resmi mengundangkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini merupakan langkah reformasi besar untuk menciptakan sistem pajak yang lebih adil. Salah satu perubahan paling penting bagi kita sebagai karyawan adalah penyesuaian lapisan tarif PPh.

Tujuan utamanya adalah menerapkan asas keadilan dengan cara memberi keringanan untuk kelas menengah ke bawah, dan meminta kontribusi lebih dari kelompok berpenghasilan sangat tinggi. Berikut struktur tarif progresif baru yang berlaku sekarang sesuai UU HPP:

  • Penghasilan Kena Pajak tahunan sampai dengan Rp60.000.000, tarif pajak yang berlaku ditetapkan sebesar 5%.
  • PhKP di atas Rp60.000.000 hingga Rp250.000.000 per tahun, tarif pajak yang berlaku ditetapkan sebesar 15%.
  • PhKP di atas Rp250.000.000 hingga Rp500.000.000 per tahun, tarif pajak yang berlaku ditetapkan sebesar 25%.
  • PhKP di atas Rp500.000.000 hingga Rp5.000.000.000 per tahun, tarif pajak yang berlaku ditetapkan sebesar 30%.
  • PhKP di atas Rp5.000.000.000 per tahun, tarif pajak yang berlaku ditetapkan sebesar 35%.

Sekarang, mari kita hitung ulang pajak Budi yang PKP-nya Rp60.000.000 dengan aturan baru ini :

  • Rp60.000.000 pertama dikenakan tarif 5% = Rp3.000.000
  • Total PPh Terutang Budi = Rp2.500.000 + Rp1.500.000 = Rp4.000.000

Karena seluruh PKP Budi (Rp60 juta) sekarang masuk semua ke lapisan pertama, perhitungannya jadi simpel: 5% x Rp60.000.000 = Rp3.000.000.

Revolusi Tarif Efektif (TER)

Untuk menyederhanakan administrasi, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 58 Tahun 2023 memperkenalkan mekanisme baru yang berlaku efektif mulai 1 Januari 2024 yaitu Tarif Efektif Rata-rata atau dengan kata lain TER. TER bukanlah beban pajak baru, melainkan hanya sebuah metode penyederhanan untuk menghitung potongan pajak bulanan. Bagaimana cara kerjanya?

Untuk Masa Pajak Januari hingga November, perhitungan PPh 21 bulanan kamu menjadi sangat simpel, yaitu dengan perhitungan Penghasilan Bruto Bulanan x Tarif TER. Tarif TER itu sendiri sudah ditetapkan dalam tabel oleh pemerintah yang besarannya ditentukan oleh rentang penghasilan bruto dan status PTKP kamu. Status PTKP ini dikelompokkan ke dalam tiga kategori :

  • Kategori A: Untuk status PTKP TK/0, TK/1, dan K/0.
  • Kategori B: Untuk status PTKP TK/2, TK/3, K/1, dan K/2.
  • Kategori C: Khusus untuk status PTKP K/3.

Untuk Masa Pajak Desember akan terjadi rekonsiliasi, dimana pemberi kerja akan kembali ke metode perhitungan lama yang akurat. Mereka akan menghitung total PPh terutang setahun penuh menggunakan tarif progresif UU HPP pada Penghasilan Kena Pajak (PhKP) setahun. Hasilnya kemudian dikurangi total PPh yang sudah dipotong dari Januari hingga November menggunakan TER. Selisihnya itulah yang akan menjadi potongan PPh 21 kamu di bulan Desember.

Dikarenakan metode TER merupakan sebuah pendekatan rata-rata, teman-teman tidak perlu kaget apabila potongan pajak di bulan Desember bisa jadi lebih besar atau lebih kecil dari biasanya karena ini adalah hal yang normal dan merupakan bagian dari proses penyesuaian akhir tahun untuk memastikan total pajak yang kamu bayar akurat sesuai peraturan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun