Mohon tunggu...
Yunita Kristanti Nur Indarsih
Yunita Kristanti Nur Indarsih Mohon Tunggu... Pendidik - ... n i t a ...

-semua karena anugerah-Nya-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mendisiplinkan Anak Tanpa Bentakan dan Kekerasan, Mungkinkah?

22 Februari 2021   12:30 Diperbarui: 20 Mei 2022   22:26 2127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memarahi anak (Sumber: www.psychologytoday.com)

Apakah mungkin mendisiplin anak atau siswa tanpa bentakan dan kekerasan?

Sebuah diskusi akhirnya menyeruak dari sebuah obrolan kecil saya dengan salah satu orangtua siswa yang saya dampingi.

Beberapa waktu sebelumnya, anak dari orangtua tersebut mengalami kemunduran dalam pencapaian akademis. 

Perilaku dan emosi juga demikian. Sering uring-uringan dan menangis, bahkan beberapa kebiasaan baik yang biasa dilakukan oleh anak menjadi hilang.

Orangtua yang notabene terlihat kalem dan lemah lembut tak ayal, akhirnya menegur dengan keras, membentak, juga ditambah bonus mencubitnya karena si anak tidak mau lagi belajar dan berubah menjadi pembangkang.

Ada beberapa kasus lain yang pernah saya dengar. Seorang anak berusia kurang lebih 4-5 tahun langsung tantrum saat tidak dibelikan mainan sesuai keinginannya saat melintasi toko mainan di sebuah mal. Anak mengamuk, dan menggelosor di lantai mal demi sebuah mainan yang diminta kepada orangtuanya.

Kisah lain, dialami oleh saya pribadi. Saya pernah marah sekali karena siswa yang tidak bisa disiplin dengan membentak dan berteriak sangat keras. Serta-merta tubuh saya sangat tidak nyaman, detak jantung menjadi sangat cepat, rasanya lelah sekali setelah hal itu terjadi, tubuh menjadi gemetar dan cukup lama untuk meredakannya. Kepala terasa sangat pusing setelah hal itu terjadi.

Saya yakin, hal ini juga pasti pernah dialami oleh kita, baik sebagai orangtua atau guru dalam lingkungan pendidikan, atau bahkan di luar lingkungan pendidikan seperti seperti dalam komunitas pekerjaan kita, dalam keluarga, atau dalam komunitas masyarakat di lingkungan kita.

Seorang praktisi pendidikan Inggris bernama Charlotte Mason mengembangkan prinsip-prinsip mendidik tanpa bentakan dan kekerasan.

Charlotte Mason hidup di era Victoria. Charlotte mengembangkan sebuah dasar pendidikan yang tidak hanya bertumpu pada pengolahan jasmani atau fisik semata. Beliau menekankan peran jiwa anak dalam pendidikan secara integral.

Mendidik Zonder Bentakan dan Kekerasan

Insting, emosi dan fungsi logis merupakan tiga komponen dalam sistem otak yang kita miliki sebagai manusia.

Saat kita marah dengan emosi yang meledak tinggi, maka saat itu dipastikan fungsi logis kita memang tidak memiliki peranan. Diri kita dikuasai sepenuhnya oleh emosi.

Ada contoh lain perilaku marah yang disertai tindakan seperti melempar, atau bahkan memukul, dan beragam tindakan agresif lain saat emosi itu menghampiri. 

Di dalam kasus ini ada 2 masalah besar yang harus diselesaikan. Yang pertama adalah anak yang tantrum atau sulit diatur dan yang kedua adalah emosi kita pada saat kita menghadapi anak atau siswa tersebut.

Bisa saja kita terpengaruh oleh situasi itu dan kemudian menjadi lebih marah untuk mengendalikannya. Tentu saja hal ini menambah persoalan baru.

Alih-alih menyelesaikan masalah anak yang sedang tantrum atau sulit diatur dengan perilaku yang bisa saja agresif, maka penting menyelesaikan dulu masalah emosi kita sendiri, karena saat itu kita sedang berjarak dengan fungsi logis kita. 

 (Guru tidak harus berjarak dengan siswa dengan bentakan dan keras, tetapi bisa juga berelasi dekat dengan mereka dalam mendisiplin) (Dokumentasi pribadi)
 (Guru tidak harus berjarak dengan siswa dengan bentakan dan keras, tetapi bisa juga berelasi dekat dengan mereka dalam mendisiplin) (Dokumentasi pribadi)

Fungsi logis yang diatur oleh bagian neocortex otak kita berfungsi menyelesaikan masalah. Tetapi saat emosi yang mengambil alih otomatis bagian ini tidak bekerja. Berikut beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk bisa mendidik kedisiplinan tanpa adanya bentakan atau kekerasan:

1. Mengendalikan emosi kita terlebih dahulu sehingga kita mendapatkan lagi fungsi logis kita
Cara yang dilakukan bisa dengan menarik nafas panjang, minum air, atau sejumlah aktivitas lain untuk menurunkan derajat emosi kita. 

Sebagai informasi, saat kita diliputi emosi, hormon adrenalin meningkat yang memicu respon impuls kita. Sehingga dengan menenangkan diri makan derajat hormon adrenalin melemah dan kita bisa mengambil kendali atas diri kita dengan mengedepankan fungsi logis atau rasional kita.

2. Saat fungsi logis kita kembali, kita bisa berdiskusi dengan anak yang juga telah tenang tentunya 
Saat itu kita bisa merefleksikan kejadian pemicu. Dan berpikir jernih apakah hal tersebut adalah sesuatu yang sangat penting untuk dilakukan anak atau sebaliknya sesuatu yang bisa ditawar. 

Memberikan pilihan adalah hal yang bijak sehingga anak atau siswa dapat bertindak baik karena kesadaran penuh dari dirinya dan bukan paksaan dari kita. Tetapi perlu diingat apakah hal itu sebuah kewajiban atau aturan. Atau sebaliknya, hal yang bisa ditawar.

3. Jika anak atau siswa melanggar sebuah aturan yang wajib dilakukan. Tegakkan hal itu dengan semestinya, sehingga anak atau siswa mengerti mana yang harus dilakukan mana yang tidak boleh dilakukan 
Menegakkan aturan perlu pembiasaan dan tujuan yang jelas, mengapa hal itu harus dilakukan, apa akibatnya jika melanggar. Lalu apakah berdampak bagi orang lain. Hal ini membawa pemahaman anak pada sebuah tanggung jawab.

Sehingga penegakan aturan bisa dilakukan tanpa paksaan dan lahir dari kesadaran diri anak atau siswa tersebut.

Mendisiplin dengan ketegasan dan kalem akan membuat kita sebagai orangtua atau pendidik juga anak (siswa) sehat secara jasmani dan mental. 

Betapa tidak, jika kita harus membentak atau melakukan kekerasan kepada mereka secara kontinyu, tentu hal ini akan membuat tubuh kita mudah sakit. Secara mental kita akan kehilangan "bonding" dengan mereka, relasi menjadi rusak jika situasi seperti ini berlangsung terus-menerus.

Jika relasi rusak, kemungkinan kita tidak bisa mendidik mereka dengan optimal. Saya sangat setuju, orangtua memiliki otoritas atas anak atau siswanya, tetapi tentu ada batasannya. Dan ini yang harus diingat.

Secara fisiologis dan psikologis anak-anak membutuhkan proses untuk mengatur dirinya, termasuk proses kedisiplinan yang mereka harus lewati. 

Disiplin memang menjadi sesuatu yang mutlak bagi mereka. Dari sebuah kedisiplinan akan lahir kebiasaan-kebiasaan baik yang tentu saja akan mempengaruhi perkembangan mereka selanjutnya.

Proses mendisiplin tidak harus dengan keras dan bentakan tentunya. Keuntungan ganda didapat secara simultan, baik untuk kita maupun mereka.

Tentu hal ini juga bagian dari proses. Mungkin di masa lalu kita juga memiliki pengalaman mendapatkan bentakan dan kekerasan di dalam proses pendidikan kita. Tetapi hal itu bisa dihapus dan mulai melatih diri untuk mendisiplin tanpa menerapkan kedua hal tersebut. Berlatih dan berlatih merupakan kunci utamanya.

Mendidik tanpa bentakan dan mendidik tanpa kekerasan bisa menjadi ciri kematangan sistem pendidikan kita, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.

Mari berlatih bersama.

Semoga bermanfaat.

Referensi : 1

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun