Mohon tunggu...
Noenky Nurhayati
Noenky Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Kepala sekolah, Pendongeng, Guru Dan trainer guru

Saya adalah seorang penulis lepas, teacher trainer, MC, pendongeng dan kepala sekolah yang senang mengajar Karena memulai Dunia pendidikan dengan mengajar mulai dari Play group TK SD hingga SMP. Sampai sekarang ini. Saya masih aktif mengajar disekolah SD N BARU RANJI dan SMP PGRI 1 Ranji , Merbau Mataram. Lampung Selatan. LAMPUNG. Saya juga pernah mendapatkan beberapa penghargaan diantarainya Kepala sekolah TK terbaik Se Kabupaten Bekasi, Kepala Sekolah Ramah Anak Se Kabupaten Bekasi, Beasiswa Jambore Literasi Bandar Lampung Tahun 2023 dan Beasiswa Microcredential LPDP PAUD dari Kemendiknas tahun 2022.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Memukul sebagai Cara Mendisiplinkan Anak? Telusuri Pengalaman Ini

6 Maret 2024   20:04 Diperbarui: 6 Maret 2024   20:10 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan hanya sekali atau dua kali sering kita mendengar pendapat bahwa salah satu cara untuk mendisiplinkan anak adalah dengan memukulnya. Bahkan sampai hari ini masih saja banyak orang tua yang mempercayai bahwa memukul bisa membuat anak menjadi jera dan berperilaku lebih baik sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tua. Memukul anak juga merupakan sebuah peringatan kepada anak agar mereka mengubah cara berperilaku kepada orang lain. Bahkan dahulu cara ini juga di adopsi oleh beberapa guru untuk membuat efek jera kepada siswa didik di sekolah. Misalnya dengan cara mencubit, menjewer atau bahkan memukul tangan dengan mistar atau penggaris. Wah, mengerikan bukan? Adakah yang masih menerapkan cara-cara seperti ini? Yuk telusuri pengalaman berikut ini ya.

Suami dari teman saya tumbuh besar dengan cara dipukul. Dia percaya bahwa memukul adalah cara terbaik untuk mendisiplinkan anaknya. Ketika putranya melakukan sesuatu yang 'salah' seperti memukul, dia akan membawanya ke kamarnya. Mereka akan membicarakan apa yang terjadi, dan kemudian dia akan memukulnya. Anaknya kemudian menangis, mereka akan berpelukan, dan malam pun berlanjut seakan tidak ada apa-apa. Sementara istrinya yang merupakan teman saya menjadi sangat frustrasi.

Suaminya tidak mengerti mengapa istrinya tidak setuju dengan pukulan. Suaminya merasa tenang-tenang saja dengan semua tindakan yang dia ambil. Suaminya memang tidak pernah meninggalkan anaknya. Dia selalu membersamainya. Sebagai antisipasi yang dilakukan oleh istrinya, dia selalu menasihati anaknya dengan baik. Namun alasan yang disampaikan oleh suaminya "Aku paham sayang, tetapi anak kita PERLU belajar bahwa memukul itu tidak baik! Bagaimana lagi dia akan belajar? Dia juga harus merasakannya".

Hingga suatu hari, sesuatu terjadi sebuah hal yang mengubah pikirannya. Teman saya dan suaminya sedang berada di sebuah taman bersama dengan putra mereka yang berusia 5 tahun. Mereka kemudian melihat sebuah keluarga yang sudah mereka kenal berada di taman itu juga. Kemudian mereka berinisiatif untuk menghampiri dan menyapa keluarga itu. Tetapi tanpa mereka sadari, mereka melihat bahwa anak mereka yang berusia 5 tahun sedang memukul perut bayi temannya yang sedang merangkak di taman bermain itu. Saat dia memukul bayi itu, dia juga berkata "aku sayang kamu, tapi kamu tidak mendengarkan aku".

Sang ibu dari bayi tersebut yang melihat hal ini dan berkata "hai sayang, apa yang kamu lakukan? Mengapa kamu memukul perut adik bayi ini?". Kemudian anak teman saya yang berusia 5 tahun itu menjawab "adek baby nakal tante, dia tidak mendengarkan aku ketika aku mengatakan kepadanya untuk tidak merangkak ke taman bermain. Jadi, aku memukulnya".

Suami teman saya yang melihat semua yang terjadi merasa bersalah. Bahwa ternyata anaknya yang ceria, manis dan penyayang telah berpikir bahwa dia harus memukul seorang bayi hanya karena bayi tersebut mulai merangkak ke taman bermain. Artinya, anaknya yang berusia 5 tahun itu telah belajar bahwa ketika seseorang melakukan sesuatu yang salah, maka dia harus dipukul.

Dalam perjalanan pulang dari taman bermain, suasana menjadi hening. Suami dari teman saya merasa malu, dan pikirannya berkecamuk. Akhirnya dia berkata kepada istrinya "Maafkan aku sayang. Sekarang aku memahami apa yang kamu telah katakan. Aku berpikir bahwa memukul adalah hal yang perlu dilakukan untuk memberinya pelajaran. Tapi sepertinya satu-satunya pelajaran yang saya ajarkan kepadanya adalah bahwa tidak apa-apa untuk memukul orang lain. Dan itu salah. Aku tak percaya anak kita telah memukul bayi di taman bermain tadi"

Ini terjadi enam tahun yang lalu. Sejak saat itu, hubungan pernikahan mereka dengan anak-anak mereka dan bagaimana mereka melihat semua anak, telah berubah. Suami teman saya telah menyadari bahwa memukul tidaklah efektif, dan terlebih lagi, ia menyadari bahwa anaknya belajar berperilaku dengan melihat orang tuanya.

Suami teman saya mulai merenungkan masa kecilnya sendiri. Dia menyadari bahwa dia juga tidak pantas seharusnya untuk dipukul sebagai seorang anak pada saat itu. Dia menyadari bahwa bahkan sampai sekarang dia masih melihat dirinya sendiri sebagai "tidak baik" dan menghukum dirinya sendiri ketika dia merasa melakukan kesalahan. Dia juga akhirnya menyadari bahwa dia tidak menginginkan hal ini terjadi pula untuk anaknya.

Sebagai seorang teman, sungguh luar biasa bagi saya untuk menyaksikan perjalanan rumah tangga mereka. Penting untuk berbagi cerita seperti ini untuk menunjukkan bahwa tidak apa-apa untuk berubah pikiran tentang cara menghukum anak. Hanya karena orang tua yang dahulunya sering memukul anak, bukan berarti ketika kemudian menjadi orang tua, Anda pun harus terus melakukan hal yang sama. Tidak ada kata terlambat untuk memperlakukan anak dengan hormat. Senantiasa menjaga ucapan dan tindakan adalah hal baik. Sebelum melakukan sesuatu apapun dan kapanpun, lakukanlah dengan baik. Karena anak adalah peniru ulung. 

Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun