Seorang sahabat sesama profesi memberi pertanyaan via WhatsApp. Beliau menanyakan beberapa informasi seputar latar belakang siswa yang telah lulus di tahun 2020 ini.Â
Informasi yang dimaksud adalah informasi mengenai hasil belajar dan minat siswa, kebetulan siswa tersebut telah memasuki jenjang SMA di kelas 10.
Ada beberapa hal yang menjadi perbincangan kami. Beberapa siswa melakukan tes penempatan jurusan di SMA. Sekolah lanjutan tersebut mempertimbangkan nilai rapor juga hasil tes penempatan penjurusan di SMA.
Kasus yang muncul baru-baru ini adalah, keinginan siswa dalam memilih jurusan yang diinginkan hanya didukung dengan nilai rapor. Hasil tes penempatan penjurusan yang telah diberikan sekolah barunya, bertolak belakang dengan jurusan yang diinginkan siswa tersebut.
Semisal siswa ingin masuk jurusan IPA, nilai rapor mendukung, tetapi hasil tes penempatan tidak mendukung keinginan siswa tersebut.
Bersyukur sekali, sahabat saya (yang memiliki latar belakang konselor juga) langsung memilih jalan kroscek pada guru BK di jenjang sekolah sebelumnya.
Pemilihan jurusan merupakan satu hal yang sangat krusial juga dalam masa pendidikan seorang siswa. Salah memilih dan salah menempatkan pilihan sesuai minat dan potensi akan berujung kurang optimalnya perkembangan akademis dan psikis siswa tersebut.
Cukup mudah jika latar belakang kondisi tidak seperti saat ini. "Maaf pandemi, kau selalu menjadi kambing hitam". Kondisi saat ini, di mana siswa dan guru belum bisa melakukan pertemuan secara tatap muka dan hanya melakukan tes maupun seleksi penjurusan dari rumah (secara online).
Sebuah kondisi transisi yang tidak mudah karena banyak hal yang memengaruhi. Faktor penyerta sangat banyak. Indikator yang memengaruhi hasil tes pun tak seragam, banyak faktor "X" yang akan memengaruhi siswa.
1. Bisa jadi karena siswa tidak serius dalam mengerjakan tes penempatan (penjurusan).
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh. Pengawasan yang mungkin minimal bisa jadi membuat siswa "lengah", sehingga membuat hasil tes menjadi tidak valid dan tidak reliabel.
2. Dampak pembelajaran jarak jauh beberapa bulan terakhir ini.
Tidak bisa dipungkiri, bahwa kondisi orangtua tidak bisa 100 persen mengawasi anak. Untuk anak-anak yang terlatih dalam hal tanggung jawab atau yang sudah memiliki kemampuan pengaturan waktu yang baik, maka pembelajaran, tugas, atau tes online tidak menjadi masalah.
Motivasi belajar dan motivasi mencapai prestasi sangat tergantung kepada kedewasaan si anak tersebut. Namun, bisa jadi kasus yang terjadi, motivasi anak melemah karena kurang pengawasan dari figur otoritas yang berada di lingkungan anak ini tinggal.
Hal ini berdampak pada respon yang diberikan anak saat melakukan aktivitas pembelajaran secara daring.
3. Anak hanya ikut-ikutan teman saat memilih jurusan.
Remaja merupakan level perkembangan individu yang sedang mencari jati diri. Peer group menyumbangkan pengaruh yang banyak pada si remaja. Bisa jadi pemilihan jurusan bukan berdasar kemampuan atau keinginan si anak, tetapi karena pengaruh teman sebayanya.
Memilih jurusan sesuai dengan pilihan teman, bisa jadi, menjadi dasar si anak dalam mengambil keputusan
Merujuk kepada hal ini, sejatinya, tenaga pengajar (konselor, guru BK), lebih jeli lagi dalam menggali potensi si anak, sehingga tidak akan berujung pada salah penjurusan.
Menggali informasi dari konselor atau guru BK pada jenjang SMP juga bisa ditempuh oleh guru-guru BK SMA yang akan melakukan tes penjurusan siswa.
Wawancara secara daring bisa jadi alternatif dalam menggali informasi terkait penjurusan sang siswa.
Dengan 2 hal ini, diharapkan akan bisa membantu guru untuk lebih optimal dalam memutuskan penjurusan siswa di jenjang sekolah berikutnya. Jika penggalian informasi dilakukan dengan efektif, niscaya, pendampingan guru terhadap siswa terkait penjurusan di saat pandemi ini akan optimal.
SekianÂ