GARA-GARA FACEBOOK
Oleh: Nita Juanita
Aku sedang uring-uringan gara-gara istriku kecanduan facebook. Siang malam dia selalu sibuk dengan gawainya. Awalnya aku tak begitu menghiraukan. Saat malam hari dia belum tidur ternyata sibuk facebookan. Dini hari waktu tahajud meski tak pernah tertinggal ibadah di sepertiga malam, kembali gawai yang dimainkan setelahnya.
Aku pernah mencuri lihat apa yang ada di gawainya, ternyata foto cowok-cowok yang memiliki tampang lebih ganteng dariku. Aku masih biasa saja, aku kira dengan melihat foto itu istriku akan terangsang dan meminta haknya mendapatkan nafkah batin dariku, Â seperti jika aku melihat foto-foto cewek cantik yang membuatku terangsang ingin segera menemui istriku di ranjang, nyatanya aku gigit jari.
Ah, lama-lama aku muak juga ketika krang-kring bunyi dering masuknya tak kunjung diangkat. "Mah, angkat dong, berisik tahu!" sungutku.
"Ah, malas, biarkan saja. Toh bahasanya Mamah gak ngerti," jawab istriku.
"Emang siapa, sih? Orang mana?" Lanjutku penasaran.
"Kenalan di facebook. Orang Bangladesh," terangnya.
"Lah, kalau _chat_ bisa?" Galakku tak mau terima begitu saja.
"Iya kalau hanya _chat_ kan pakai _google translate,_ Pak." Jawabnya tak mau kalah.
Saking kesalnya aku rampas gawai istriku dan pergi ke kantor dengan perasaan tak karuan. Seharian aku bekerja dengan mulut yang masih mengoceh karena kesal. Aku periksa gawai istriku, aku hapus akun facebooknya, aku hapus juga semua kontak yang ada di gawainya dan hanya tersisa nomor anak-anak saja. Teman satu ruangan hanya bisa menertawakan ceritaku yang mereka anggap lucu. Masa bodoh.
"A, sudah, masalah rumah tangga jangan dibawa ke kantor, simpan rapat saja tak usah diumbar." Seorang teman memperingatiku.
Tapi aku yang sudah kadung kesal, Â tak mengindahkan nasihatnya.
Malam itu dan malam-malam berikutnya aku tak pulang ke rumah, tujuanku hanya pulang ke rumah anakku. Niat hati ingin mendinginkan pikiran, namun nyatanya semakin bergejolak saja. Aku sudah bicarakan dengan istriku dan anak-anak pun sama sudah bicara.
"Mamah dan Bapak sudah kepala lima, anak kalian saja sudah empat, sudah punya cucu pula. Sudahlah enggak usah meributkan masalah itu lagi. Aa enggak menyalahkan Mamah atau Bapak, hanya bijak sajalah Mamah menggunakan gawai, Bapak juga enggak usah berlebihan kan Mamah hanya _chat_ enggak ketemu sama orangnya." Anak sulungku menengahi pertengkaran kami.
Entahlah, aku belum bisa terima begitu saja. Sudah seminggu aku tidak tidur di rumah. Hari-hari terasa hampa, egoku sebagai lelaki mengalahkan segalanya. Tak jarang jika di kantor pekerjaan telah selesai, aku melamun dekat jendela.