Oleh : Niswatun Mujahidah
Kelompok 70 KKN DR UINSU
Pendahuluan
Asuransi syariah merupakan asuransi yang memiliki prinsip sesuai syariat Islam, yaitu dengan tolong menolong antar peserta. Prinsip ini meminta seluruh dari peserta asuransi untuk berkontribusi ke Dana Tabarru. Dana tabarru ini diberikan kepada salah satu nasabah yang terkena risiko. Sementara asuransi konvensional merupakan produk asuransi dengan prinsip jual-beli risiko.
Asuransi syariah diatur legalitasnya pada Undang-undang No.2 Tahun 1992 mengenai perasuransian. Pendoman dalam menjalankan asuransi syariah terdapat pada Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No.21/DSN-MUI/X/2001 mengenai Pedoman Umum Asuransi Syariah.
Asuransi syariah dan asuransi konvensional memiliki perbedaan. Pertama adalah dari segi kontrak atau perjanjian. Kontrak atau perjanjian dari asuransi syariah menggunakan akad hibah atau biasa disebut dengan tabarru'. Akad ini dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan halal. Sementara kontrak dari asuransi konvensional dilakukan seperti transaksi pada umumnya.Â
Nasabah menyepakati kontrak sesuai dengan premi, rentang waktu, dan lainnya yang diajukan oleh perusahaan asuransi. Kemudian, yang kedua adalah kepemilikan dana. Kepemilikan dana dari Asuransi Syariah adalah dana bersama yang dimiliki oleh seluruh peserta asuransi. Hal ini dimaksudkan ketika ada peserta lain yang membutuhkan bantuan, peserta lain akan turut membantu dengan membelikan dana kontribusi.Â
Hal ini biasa disebut dengan prinisp sharing of risk. Sementara dalam asuransi konvensional, asuransi diolah dengan mengelola dan menentukan dana perlindungan nasabah yang berupa pembayaran premi perbulan.
Kemudian dari segi investasi. Investasi asuransi syariah berbentuk tabarru' yang sesuai dengan syariat Islam. Investasi ini mengambil instrument yang halal, berbeda dengan asuransi konvensional yang bebas memilih instrument investasi, Dari segi surplus underwriting, asuransi syariah akan memberikan kepada peserta apabila terdapat kelebihan dari rekening tabarru, hal ini juga termasuk pada pendapatan lain setelah dikurangi pembayaran santunan atau klaim dan hutang kepada perusahaan.Â
Asuransi konvensional tidak melakukan hal ini karena seluruh keuntungan dimiliki oleh perusahaan asuransi. Dari segi proses klaim, asuransi syariah dapat memungkinkan seluruh dari keluarga inti dapat menggunakan satu polis. Di sisi lain, kontribusi tabarru lebih ringan jjika dibanding dengan pembayaran premi. Dari segi asuransi konvensional, hanya diperbolehkan satu orang memiliki satu polis saja. Terakhir, pada asuransi syariah mewajibkan seluruh perserta asuransi untuk membayar zakat.
Berdasarkan perbedaan tersebut, hal ini menyebabkan terdapat sedikit perbedaan dari sistem akuntansi, dari asuransi konvensional menggunakan accrual basic, sementara dalam asuransi syariah menggunakan cash basic. Pernyataan ini menarik penulis untuk membahas mengenai sistem akuntansi asuransi syariah.