Mohon tunggu...
Nissaull Khusna
Nissaull Khusna Mohon Tunggu... Freelancer - DREAMER
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

dreamer

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Anak Sering Lupa

8 Maret 2019   04:04 Diperbarui: 8 Maret 2019   04:16 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setiap orang tua tentunya ingin anaknya tidak selalu lupa mengerjakan hal-hal kecil yang kelihatannya sepele. Namun, pada kenyataannya apa yang sering terjadi? Kadang-kadang anda sebagai orang tua marah kesal dan bosan,  tiap kali harus mengatakan hal yang sama kepada anak anda. Betapa tidak anak-anak selalu saja merupakan perintah anda, ada saja menurut mereka yang lebih penting daripada melaksanakan tugasnya.Anak Sering Kali Lupa, Apa Sebabnya?
Seperti biasanya Zahra kalau pulang sekolah selalu jadi pintu samping terus menuju dapur mencari ibunya. "Ibu!" teriaknya tidak sabar, "bu tadi kita di... "
"Tutup pintu samping dulu Zah, nanti ada orang masuk!" kata Ibunya sudah paham dan kebiasaan Zahra yang selalu lupa menutup pintu kembali. "Ya, Nanti. Ibu dengan dulu dong cerita Zahra." "Sekarang juga kau menutup pintunya, Jangan nanti!" Dengan marah Zahra pun membanting ke samping dan menutup pintunya dengan sekali banting.
"Nah,  sekarang baru cerita," kata ibunya
"ah, nggak jadi deh, Zahra udah lupa," katanya "Lho, kok ngambek, sih," kata ibunya, "Kan kamu sendiri yang salah. Berapa kali sehari ibu katakan, Tutup pintunya kembali. Jangan setiap kali selalu harus diperingatkan."
Hal yang biasa dilupakan antara lain adalah kejadian berikut ini. "Yusuf, jangan lupa matikan lampu kalau keluar kamar. Sayang lampu menyala percuma. Heran, kok selalu saja yang harus diingatkan."

Kejadian seperti ini merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap keluarga. Orang tua memang harus mengatakannya beratus kali kepada anak. Dan anak selalu melupakannya. Yusuf dan Zahra baru berumur 9 dan 7 tahun. Rupanya mereka pun setiap kali harus diperingatkan ibu tentang apa yang harus dikerjakan. Sebenarnya banyak hal lain yang mereka pikirkan selain menutup pintu dan mematikan lampu. Kejadian di sekolah tadi pagi, pelajaran baru yang mengasyikkan dan lain-lainnya ternyata lebih menyita pikiran mereka.

Antara umur 7 dan 10 tahun, pengalaman anak bertambah banyak dan bertambah luas. Dari dunianya yaitu egosentris anak memasuki dunia objektif dan dunia pikiran orang lain. Anak-anak benar-benar berada dalam taraf belajar. Di samping keluarga, sekolah, dan lingkungan pergaulan yang lebih luas dan memberikan pula pengaruh terhadap pembentukan akal budi anak. Mereka sekarang dapat membaca sendiri buku yang menarik minatnya di sekolah dan di Pramuka belajar bergaul dengan anak-anak dan orang dewasa lainnya. 

Mereka pun sudah berani sendiri mengikuti kegiatan seperti menari, karate dan lain sebagainya. Yang sangat mengasyikkan anak seusia itu adalah pengetahuan mengenai petualangan dan kepahlawanan. Minat mereka masih tercekam oleh unsur-unsur yang hebat dan ajaib, unsur fantasi masih memegang peranan penting. Namun, lambat-laun unsur kritik pun mulai muncul, anak mulai mengoreksi peristiwa yang dihayati. Hal-hal semacam inilah yang menyebabkan pengetahuan dan pengalaman anak-anak pada masa kini jauh meloncat ke depan.

Sebagian besar anak dapat menghadapinya. Mereka sudah siap untuk menampung pengetahuan dan pengalamannya. Semua ini tentunya berkat tuntutan orang tua yang sangat bijaksana memupuk disiplin, tata tertib dan aturan aturan lainnya. Sesekali otak anak memang terlalu penuh dan jenuh menampung segala macam pengetahuan yang baru. Jika ini terjadi Anda dapat segera melihatnya, karena anak menjadi  cepet rewel atau tidak dapat cepat tertidur.

Tetapi sebetulnya anak seumur ini mempunyai alat pengatur dalam dirinya, untuk menjaga agar kepalanya tidak pusing dengan hal dan pengalaman yang beraneka warna dan baru sifatnya itu. Karena mereka tidak memikirkan persoalannya itu sekaligus tetapi satu persatu dan yang dianggapnya penting saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun