Mohon tunggu...
Retno Wahyuningtyas
Retno Wahyuningtyas Mohon Tunggu... Human Resources - Phenomenologist

Sedang melakoni hidup di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan Lintas Iman: Harmoni dalam Keberagaman

5 November 2018   17:00 Diperbarui: 5 November 2018   17:14 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada 2-4 November lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pelatihan manajemen dan resolusi konflik dalam konteks menjaga perdamaian yang dilaksanakan oleh Srikandi Lintas Iman Yogyakarta.

Secara personal, pengetahuan dasar tentang perdamaian tentu bukan hal yang baru bagi saya sebab teori-teori dan referensi dapat dibaca dengan mudah baik melalui buku maupun penelusuran digital.

Namun kesempatan pelatihan ini menjadi sesuatu yang penting karena peserta yang hadir adalah individu-individu yang memiliki keberagaman dalam berbagai hal khususnya mengenai perbedaan iman. Sehingga hal ini membuat saya tertarik untuk hadir, lokasi pelatihan dilaksanakan di punggung Gunung Merapi, yakni di sekitar Kaliurang yang dingin dan sejuk.

Saya hidup di wilayah homogen dalam hal agama, sehingga selama ini saya hanya mengenal orang-orang seragam yang memiliki identitas agama yang sama. Baru setelah lulus SMA, saya mengenali masyarakat yang lebih heterogen, membuat saya belajar secara personal.

Dalam kehidupan sehari-hari, kadang kita menjalankan hidup secara "taken for granted" menerima apa yang disosialisasikan di dalam keluarga, lingkungan, maupun lingkup hidup masyarakat yang banyak memberikan pengaruh kepada individu. Yang terjadi adalah wacana populis dalam masyarakat hanya diterima tanpa difilter atau dikonfirmasi secara rinci.

Seumpama membicarakan perdamaian dalam kehidupan sehari-hari, kadang kita merasa konflik hanya ter-representasi dalam tayangan televisi, link berita online, informasi yang viral di media sosial, tetapi senyatanya dalam level horizontal yang terjadi adalah hubungan masyarakat yang satu dengan yang lain tetap baik-baik saja.

Pelatihan ini memperkenalkan kepada saya untuk berlatih mengkonfirmasi setiap hal yang didapatkan khususnya mengenai wacana yang memiliki unsur sensivitas yang tinggi seperti misalnya agama. Proses berlatih-konfirmasi ini diawali dengan belajar mendengarkan, dimana mendengarkan merupakan suatu skill yang tidak dapat dianggap sepele. Terdapat upaya untuk mengendalikan diri, usaha untuk bersabar, menyimak, memahami, berempati, berproses bersama, dan berlapang dada untuk menerima serta "menghadapi" cerita dan pengalaman dari teman.

Dalam terjadinya konflik, tidak jarang memancing tindak kekerasan. Lebih jauh lagi, konflik yang diprovokasi oleh kepentingan tertentu terkadang menyulut terjadinya perang sehingga menyebabkan banyak kerugian oleh semua pihak.  

"Terkadang, konflik besar yang terjadi dalam masyarakat hanya disebabkan karena perbedaan sudut pandang yang tidak dikomunikasikan. Sesederhana itu."

Dalam konteks Yogyakarta, lima tahun terakhir ini banyak terjadi toleransi yang mengatasnamakan perbedaan keyakinan agama, sehingga membenarkan melakukan kekerasan kepada kelompok yang berbeda agama. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahid Institute pada 2018, kondisi tersebut menyebabkan Yogyakarta sebagai wilayah dengan tingkat intoleransi tertinggi di Indonesia. Sangat berbanding terbalik dengan narasiyang terus di-reproduksi mengenai Yogya Istimewa ataupun Yogya berhati nyaman.

Bila saja narasi ini berbanding lurus dengan proses belajar untuk terus membuka diri dan saling berkomunikasi terhadap perbedaan, maka sebesar apapun ketidaksepahaman akan dapat diredam melalui jalan nirkekerasan. Tetapi bila salah satu pihak, bersikap teguh pada pandangan untuk mempertahankan ego yang berangkat dari sudut pandang subyektif tanpa mempertimbangkan orang lain, maka yang terjadi adalah konflik ataupyn tindak kekerasan yang mengatasnamakan pandangan atau prinsip tertentu, akan terus terjadi sampai kapanpun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun