Mohon tunggu...
Tori Minamiyama
Tori Minamiyama Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Dari Negeri Sakura berusaha menghapus segala unsur kesedihan, bahaya dan kotor demi kehidupan yang lebih berarti. Suka bepergian kemana suka demi semburan nafas yang dahsyat dan sebuah semangat kehidupan...Menulis dan membagi pengalaman untuk bangsa!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak SD Pun Bisa Menjadi Pimpinan di Jepang

6 Oktober 2010   07:58 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:40 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tulisan ini sebenarnya merupakan kelanjutan atau masih berhubungan dengan tulisan saya sebelumnya yang berjudul “Bagaimana Pendidikan Anak SD di Jepang?”. Perlu diketahui judul tersebut saya sadur dari kalimat anya seorang guru dan sekaligus sahabat saya yang bertanya kepada saya sebelum dia meninggal dunia tanggal 28 September 2010 yang lalu di Indonesia. Dalam kalimat akhir tulisan sebelumnya saya menuliskan kalau yang saya bahas itu hanya merupakan hal-hal yang umum dalam pendidikan anak-anak SD di Jepang. Tetapi walaupun sifatnya umum kelihatannya akan banyak waktu dan panjang membahasnya karena memang sangat menarik, banyak hal dan juga yang jelas banyak perbedaan antara pendidikan anak SD di Jepang dan di Indonesia. Dalam kesempatan menulis kali ini kelihatannya saya juga masih sekitar hal yang umum bahkan mendasar dalam membahas pendidikan anak SD di Jepang.

Kita para kompasioner tentunya teringat masa-masa duduk dibangku SD saat membaca tulisan ini bukan? Pagi hari berangkat ke sekolah dengan pengalaman kita masing-masing. Tetapi bagaimana anak-anak Jepang berangkat ke sekolahnya dan kenapa sampai siswa SD pun bisa menjadi pimpinan?

Seperti halnya anak laki-laki saya, anak-anak SD di Jepang setiap hari berangkat ke sekolah bersama dengan kelompoknya masing-masing. Para siswa bertetanggaan rumah oleh pihak sekolahnya dibentuk satu kelompok dan kelompok tersebut harus berangkat ke sekolah secara bersamaan. Mereka sudah ditentukan di mana harus berkumpul dan berada tepat pada jam dan tempat yang sudah disepakati, kemudian berangkat bersama-sama. Seseorang yang menjadi pemimpin kelompok itu adalah siswa kelas tertinggi dalam kelompok itu. Mereka berjalan beriringan dan pemimpin berada di urutan paling depan dengan membawa bendera kuning. Atau kalau tidak, di penyeberangan-penyeberangan jalan biasanya sudah diletakkan bendera kuning bertangkai. Bendera kuning tersebut dipakai ketika mereka menyeberang jalan. Pemimpin melambaikan bendera kuning di jalan dan serta-merta kendaraan yang lewat berhenti sampai semua anggota kelompok menyebarang jalan.

Jika suatu saat ada yang tidak sanggup lagi menenteng ransel, terutama siswa kelas satu yang berbadan kecil, maka pemimpin harus membawakan ransel tersebut. Pemimpin wajib menjadikan semua anggota kelompok tiba di sekolah secara bersamaan. Dan yang lebih drastis lagi, jika ada anggota kelompok yang tidak sanggup lagi berjalan, pemimpin harus membopong hingga sampai di sekolah.

Perasaan saya pada waktu anak laki-laki saya pertama kali masuk SD 3 tahun yang lalu yaitu antara senang dan khawatir. Senang karena si anak bisa menempuh pendidikan yang lebih tinggi dari sebelumnya yang hanya Taman Kanak-kanak, dan khawatir karena dengan sang anak masuk Sekolah Dasar maka setiap pagi dan sore tidak akan bisa mengantar dan menjempunya lagi karena seesuai aturan harus berangkat sendiri dengan kelompoknya. Karena aturan apa boleh buat dan terpaksa membuang rasa khawatir kepada sang anak selama perjalan dari dan ke rumah setiap harinya. Dengan berjalannya waktu rasa khawatir itu hilang karena ternyata tidak masalah dengan sistem seperti itu di Jepang.

Hal itu dilakukan dengan tujuan pengemblengan mental anak-anak di Jepang dari awal. Sejak awal masuk sekolah anak-anak dituntut untuk memiliki semangat berjuang. Mereka tidak dituntut menjadi anak manja dan cengeng yang sekadar menikmati fasilitas orang tua. Walau mobil bukan lagi barang mewah di Jepang. Sebetulnya memang tidak ada masalah bagi orang tua siswa untuk mengantar anaknya ke sekolah dengan mobil. Tapi aturan pemerintah lewat pihak sekolah yang memaksa mereka untuk tidak mengantar anak-anaknya pergi ke sekolah dengan cara naik alat transportasi apapun. Membiarkan anak-anak mulai mandiri dari awal supaya sampai tuanya nanti tidak selalu tergantung dari pihak lain.

Pertama yang membuat saya agak kasihan adalah bagaimana mungkin anak-anak yang masih kecil pergi sekolah jalan kaki sepanjang ratusan meter bahkan beberapa kilometeer dengan membawa beban berat (ransel dan isinya). Kadang pada saat hujan bawaan ditambah payung dan sepatu hujan. Jika berpikir ala Indonesia, wah…tega nian orang Jepang ini ya….

Dengan masuknya anak dalam kelompok kecil untuk berangkat dan pulang dari sekolah ini, maka pastinya kami sebagai orang tua mengenal benar di rumah mana saja anak-anak itu tinggal dan siapa orang tuanya. Suatu ketika saat anak saya berhalangan masuk sekolah karena suatu sebab, saya sebagai orang tuanya berkewajiban memberitahu anak yang menjadi pinpinan kelompok itu supaya tidak ditunggu di tempat berkumpulnya setiap pagi. Cara memberitahukan masalah ijin itupun saya merasa nyaman karena hanya dengan lewat telponpun bisa. Karena semuanya mereka semua tergolong masih anak lebih sering telpon ijin ini yang menerima dan menjawab orang tuanya. Pihak orang tua siswa pun dalam hal dan masalah seperti ini juga bisa menerima walaupun anaknya mendapatkan tanggungjawab sebagai pimpinan kelompok.Itulah salah satu pola pikir orang Jepang terhadap kemandirian.

Agar anak-anak di rumah yang berdekatan bisa berangkat ke sekolah dalam satu kelompok maka pemilihan sekolah di Jepang tidak boleh semaunya seperti di Indonesia. Wilayah tertentu sudah diatur untuk masuk ke sekolah tertentu saja. Tidak boleh siswa suatu wilayah masuk ke sekolah wilayah lain. Ini didukung pula oleh mutu sekolah yang merata. Jadi, sekolah manapun yang dimasuki, mutunya hampir sama.

Cara didikan seperti ini sangat berbeda dengan di negara kita tercinta. Di negara yang masih "berkembang" ini, anak-anak dididik untuk manja dari pertama kali masuk sekolah. Tiap hari ke sekolah, anak-anak diantar, dijemput, bahkan ditunggu. Anak-anak tidak pernah dilatih untuk mandiri, kerja keras, memiliki jiwa kepemimpinan, bertanggung jawab dan kerja sama. Di Jepang, anak kelas 6 SD sudah diberi tanggung jawab untuk memimpin kelompok yang berisi adik kelas dan mengambil tanggung jawab jika ada masalah yang dihadapi adik-adik kelas.Berharap minimal para orangtua di Indonesia melatih memandirikan anaknya tanpa melihat kebijaksanaan sekolah yang susah berubah. Jangan lagi terlalu khawatir hanya karena anak-anaknya pergi-pulang sekolah sendirian atau bangga mengantar dan menjemput anaknya dengan sepeda motor atau mobil yang bagus padahal jaraknya dekat. Tujuannya bukan itu kan sebenarnya. Tapi kalau memang bahaya karena sekolah anaknya sangat jauh itu wajar saja. Di Indonesia, aturan siapa masuk sekolah di mana juga kacau balau. Semua orang berebutan ingin masuk "sekolah yang katanya elit" walaupun harus menempuh perjalanan lebih dari 10 kilometer dari rumah dan walaupun harus membayar uang lebih mahal. Kadang ini tidak dapat disalahkan mengingat mutu sekolah yang tidak merata. Hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang selalu diperhatikan, diblow up, menjadi wakil dalam sejumlah lomba. Sekolah-sekolah pinggiran hanya sekedar untuk menampung siswa usia sekolah sehingga bisa bersekolah. Dengan cara kita memperlakukan pendidikan seperti ini, kita makin jauh tertinggal dari negara-negara lain dalam hal sumber daya manusia. Harusnya kita berubah dan benar-benar merubah karakter anak untuk kuat dan bersemangat sejak awal.

Semoga tulisan ini bermanfaat, minimal untuk anak-anak Indonesia dalam mengukir masa depannya dengan modal kemandirian sejak awal. Saya berharap juga kita bisa ambil segi positifnya masalah ini dan menyadari bahwa pendidikan dasar ternyata dimulai dari cara berjalan anak-anak sendirian berangkat menuju ke sekolahnya.

Salam kemandirian dari Jepang

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun