Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kunjungi Kampung Naga, Jauhi Setya Novanto, Oase di Tengah Megalomania

21 November 2015   16:59 Diperbarui: 22 November 2015   09:43 1577
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kampung Naga I Dok Pribadi"][/caption]Sejenak lari dari kasus Setya Novanto. Berkunjung ke Kampung Naga di Garut sungguh menyejukkan. Kampung Naga adalah oasis harmoni kehidupan. Kampung indah itu oasis megalomania politikus di Jakarta. Kehidupan penuh keindahan di Kampung Naga memberikan pelajaran tentang penikmatan kehidupan. Harmoni antara alam, lingkungan, tuhan, dan manusia terpadu dalam kehidupan yang sederhana. Konsep kehidupan yang jauh dari sifat megalomania yang tercipta di lingkungan para politikus di Jakarta dan beberapa kilometer di pusat Kota Garut. Mari kita tengok kesadaran hidup bahagia yang tergambarkan dalam masyarakat Kampung Naga dengan hati gembira ria senang sentosa bahagia suka-cita menari menyanyi riang senantiasa selamanya.

Sejak menuruni jalanan setapak menuju Kampung Naga, pemandangan sawah menghijau di tengah kemarau menyejukkan hati. Kampung Naga dibangun menyesuaikan dengan kontur alam, bukan memerkosa mengoyak alam. Susunan rumah dibangun berundak-undak, menapaki keindahan kemiringan perbukitan.

[caption caption="Kampung Naga di sekitar persawahan menghijau sepanjang tahun I Dok Pribadi"]

[/caption]Rumah, halaman, pengairan, kolam, kandang dan lumbung padi teratur berserak di Kampung Naga. Halaman rata-rata bersih. Peternakan sederhana untuk ayam, ikan, dan domba menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kampung Naga. Mereka hidup dalam alam harmoni yang terjaga.

[caption caption="Lumbung padi Kampung Naga I Dok Pribadi"]

[/caption]Mengunjungi Kampung Naga adalah mengunjungi kesederhanaan jauh dari sikap megalomania penghuninya – meskipun soal uang tetap menjadi bagian kehidupan penduduk Kampung Naga. Namun, filosofi kesederhanaan tetap lestari di Kampung Naga. Berlaku ketentuan adat jika sudah bersikap borjuis, maka secara otomatis warga Kampung Naga akan keluar dari perkampungan itu. Oleh karenanya, Kampung Naga tetap menjadi permukiman tradisional dengan keterbatasan kehidupan yang harmonis. Kampung Naga adalah kampung yang mampu menghidupi penghuninya – walau sebagian sawah di sekitar kampung itu telah dijual ke orang luar yang membahayakan kelangsungan warisan kehidupan suku Kampung Naga.

[caption caption="Lumpang, lesung, batu, tampah alat pengolah padi I Dok Pribadi"]

[/caption]Penduduk Kampung Naga juga memahami politik dan berbaur dengan sesama penduduk di kampung lain di wilayah Garut. Tentu mereka mengikuti perkembangan politik terkait Setya Novanto dan sebagainya. Yang mengejutkan adalah mereka memiliki filosofi kehidupan yang sederhana namun maju dan masuk akal: (1) hidup hanya sementara dan harus bermanfaat bagi sesama. Juga (2) hidup harus bersatu dengan alam dan menyesuaikan dengan alam, (3) tidak menantang alam, (4) tidak rakus, dan (5) meyakini Tuhan sebagai pengatur kehidupan.

[caption caption="Kontur alam diikuti untuk bangunan perumahan I Dok Pribadi"]

[/caption]Sungguh indah prinsip hidup mereka yang jauh dari sikap megalomania. Para politikus adalah manusia yang menjauhi prinsip hidup penduduk Kampung Naga. Bahkan sikap megalomania menghinggapi para politikus sehingga mereka menjalani hidup (1) tidak bermanfaat bagi sesama. Juga (2) hidup melawan dan merusak alam, (3) menantang alam, (4) rakus, dan (5) tidak memercayai tuhan sebagai pengatur kehidupan. Kenapa?

[caption caption="Dapur dengan perabot khas sederhana I Dok Pribadi"]

[/caption]Ketika politikus menjalani kehidupan bergelimang kekayaan, kehormatan, kekuasaan, maka dengan mudah politikus dihinggapi oleh sikap megalomania: merasa besar dan hebat. Sikap megalomania ini beranjak berkembang semakin tinggi yang pada akhirnya merasa tuhan pun bisa diperintah dan memaklumi sikap megalomania. Politikus megalomania akan merasa tuhan memaklumi sikap buruk, keserakahan, atas nama ‘nilai penting diri mereka’ yang merasa berjasa dan dihormati oleh rakyat.

[caption caption="Kemewahan kamar mandi segar sepanjang tahun I Dok Pribadi"]

[/caption]Mulailah sikap megalomania itu memaklumkan bahwa apapun boleh dilakukan dan tuhan akan memaklumi karena bayangan kekuasan dan kenikmatan duniawi telah membelenggu mereka. Bagi politikus megalomania, yang dibutuhkan manusia adalah kemewahan, pesawat jet pribadi, rumah mewah, kendaraan mewah, dan perjalanan indah.

[caption caption="Ikan sebagai sumber gizi di kolam I Dok Pribadi"]

[/caption]Megalomania meminta penikmatan atas perempuan dan lelaki misal untuk dibawa ke Maldives. Memiliki mobil Jaguar, dan perasaan tak akan mati dan keabadian kehidupan. Ketika kematian menjemput pun mereka yakin tuhan akan mengampuni dan takluk dalam ketidakpercayaan mereka sebagai manusia di bawah kendali alam dan tuhan.

[caption caption="Kepala kambing sehabis dipotong digantung di dinding I Dok Pribadi"]

[/caption]Maka,mengunjungi dapur dan lingkungan Kampung Naga menjadi oasis melupakan sejenak megalomania politikus di Jakarta dan Garut. Harmoni kehidupan Kampung Naga menginspirasi kehidupan bagi manusia normal dan berkemanusiaan. Bahwa kehidupan yang sederhana jauh dari hingar bingar politik dan mall dan pesawat jet dan bahkan Istana Presiden bisa memberi kebahagiaan. Melihat kehidupan yang sesungguhnya yang begitu indah menyatu alam, binatang ternak, ikan, perumahan, persawahan, kolam, dan lumbung padi dan tentu warga Kampung Naga, adalah keindahan yang menjadi oasis bagi kehidupan manusia.

[caption caption="Harmoni kehidupan Kampung Naga I Dok Pribadi"]

[/caption]Salam bahagia ala saya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun