Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Foke, Jokowi, Innocent of Muslims: PKS Menjadi Partai Kekuasaan Semata, Jompo dan Galau

25 September 2012   17:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:42 1403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sedang bergelut dengan kebingungannya sendiri. Nafsu besar ingin menjadi partai besar telah membuat arah PKS ke jalan kesesatan. Jalan dakwah yang lurus telah dibelokkan ke jalan penuh sampah dan lembah dosa. PKS yang dimulai dari usroh dengan tujuan dakwah yang sangat mulia telah berubah menjadi Partai Kekuasaan Semata.

Hantaman Jokowi-Ahok tepat menghantam mengenai jantung baik elite PKS maupun PKS sebagai partai Islam yang paling elok selama ini. Kemenangan Jokowi menenggelamkan PKS ke titik buruk sebagai partai status quo, khususnya di DKI. PKS yang dalam pilkada putaran pertama berkampanye mengusung perubahan, ternyata pada putaran kedua mengusung dan mendukung Foke - si status quo yang gagal berprestasi.

PKS kini tengah banyak mengeluarkan pernyataan seenak perutnya sendiri berkenaan dengan kekalahan Foke; dari ucapan PKS solid lah, kemenangan Jokowi juga kemengan PKS-lah, kekalahan Foke bukti konsistensi PKS pada cita-cita partai. Semuanya tidak ada yang benar.

PKS sebagai partai dakwah selalu berkoalisi dengan partai apapun untuk kekuasaan di berbagai daerah. Bukan rahasia lagi PKS sering berkoalisi dengan partai nasionalis. Sekali lagi tujuannya untuk meraih kekuasaan. Jika mengacu pada jenis partainya sebagai partai dakwah, bukan seharusnya PKS berkoalisi dengan partai nasionalis yang beda platformnya.

Khusus pilkada DKI benar-benar telah menguliti PKS menjadi partai yang sangat tidak elegan. Jangankan menyebut partai dakwah; identitas sebagai partai yang jujur, bersih seakan sirna dalam pusaran pilkada DKI Jakarta. Langkah jual mahal, maju-mundur secara politis ketika banyak pihak menunggu keputusan PKS antara mendukunf Foke atau Jokowi terbukti membunuh dan membuka borok PKS. Langkah gaya sok-sok-an dengan mengatur tempo, mencitrakan seolah berpikir, dengan tujuan untuk mengaduk rasa penasaran kepada siapa bandul dukungan akan diberikan, terbukti justru berakhir memalukan dan menjadi bahan tertawaan. Oh, PKS akhirnya mendukung Foke - status quo.

Kecelenya PKS di Jakarta menimbulkan dampak yang tidak sedikit di daerah. PKS sekarang semakin dinilai sebagai Partai Kekuasaan Semata. Dalam diri PKS tidak ada lagi keadilan; jika ada keadilan ya keadilan di antara para elite untuk kekuasaan elite PKS. Tidak ada kata sejahtera; jika ada ya kesejahteraan para elite PKS.

Sungguh kasihan para kader PKS di bawah yang sangat mendewakan PKS. Iuran, menyumbang dan seterusnya. Namun kini PKS mulai ditinggalkan oleh para pengikutnya. Buktinya selain karena PKS bagian dari partai penguasa - berkoalisi dengan partai-partai Nasionalis tanpa dakwah - PKS tidak akan mampu menggalang demonstrasi dan unjuk rasa lagi secara rutin mendukung Palestina misalnya. Kini misalnya PKS tidak berani lagi berbondong-bondong ke Kedutaan Besar AS untuk misalnya protes secara santun soal Innocent of Muslims. Sejak bergabung dengan Setgab dan orientasinya kekuasaan, PKS semakin tidak berani menyuarakan sesuatu yang berseberangan dengan AS.

PKS kini menjadi partai muda yang telah jompo. PKS tak mampu menampilkan tokoh yang laku dijual. Banyak contohnya. Misalnya di Jawa Barat, PKS setengah mati mau mengangkat ulang Ahmad Heryawan. PKS salah cara kampanye. Kini semua warga Jawa Barat merasa dia bukan gubernur lagi, namun manusia haus kekuasaan. Penyebabnya sebaran jutaan baliho, banner, iklan Ahmad Heryawan. Apalagi dia pecah kongsi dengan si populis Dede Yusuf! Di Jabar PKS 100% akan kalah. Pasti dan sunnatullah. Di tingkat nasional PKS tidak memiliki tokoh yang laku dijual. Hidayat Nur Wahid sudah sama nilainya dengan Amien Rais - manusia setarian dan bukan nasionalis dan bukan islamis dakwah-oriented. Tidak lagi.

Tanpa tokoh kuat, PKS mengandalkan berjualan dakwah di kampung-kampung. Namun rasanya para kader di kampung-kampung yang dibohongi oleh elite PKS sekarang tidak lagi akan percaya dengan para tokoh yang hanya menjadikan PKS sebagai Partai Kekuasaan Semata. Partai yang diisi oleh para elite yang galau dan tak tahu arah partai sebagai partai dakwah; partai yang hanya menjadi oportunis untuk kekuasaan sementara. Tanpa idealism menyala. Dan, itu tanda redupnya PKS sebagai partai dakwah.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun