Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

1965-1966, Presiden Soeharto dan Presiden Jokowi dalam "Bapak Polah Anak Kepradah"

25 Juli 2016   01:14 Diperbarui: 25 Juli 2016   02:30 4776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Soeharto dan Bung Karno I Sumber Rosodaras.wordpress.com

Naiknya kekuatan baru politikus-militer, perwira ambisius, the rising star Mayjen Soeharto. Antara September 1965 sampai dengan 6 bulan berikutnya, kondisi politik menjadi genting, dengan puncaknya Supersemar menjadi alat bagi Mayjen Soeharto untuk (1) memulihkan keadaan, dengan membubarkan PKI, (2) lalu mengambil-alih pemerintahan, (3) pembersihan pemerintahan dari unsur PKI, (4) mengembalikan hegemoni TNI dengan menyingkirkan peran dan pengaruh PKI di semua lembaga dan pemerintahan. Presiden Bung Karno terperanjat dan marah besar Mayjen Soeharto bertindak dan menganggap Supersemar sebagai penyerahan kekuasaan.

Berbagai sentimen yang sudah terbangun, segera setelah G 30 S atau Gestapu 1965, Mayjen Soeharto langsung menyatakan PKI bertanggung jawab atas peristiwa itu. Maka perburuan dilakukan terhadap semua pimpinan PKI, anggota dan simpatisanya. Selain Letkol Untung yang dianggap sebagai pemimpin pembunuhan atas yang disebut Dewan Jenderal, DN Aidit pun diburu dan dieksekusi pada 23 November 1965 – kurang dari dua bulan sejak 30 September 1965. Pembunuhan tanpa pengadilan berlarut dan bahkan pengadilan kilat terjadi. Hari ini dipustuskan bersalah, esok dilakukan eksekusi.

Pasca 30 September 1965, pembunuhan politik baik yang dilakukan oleh (1) PKI, maupun oleh ‘rakyat’ di Jawa Tengah dan Bali, maupun yang dilakukan oleh ‘rakyat’ dengan koordinasi dan pembersihan atas perintah dari kepanjangan tangan Mayjen Soeharto, berlangsung secara masif. Ratusan ribu rakyat baik anggota PKI atau simpatisan yang dibunuh oleh ‘rakyat’ dan rakyat yang dibunuh oleh PKI terjadi akibat terbangunnya sentimen atheism PKI.

Pembunuhan menjadi begitu leluasa terjadi di Jawa Tengah di dalam masyarakat yang terbangun antara partai politik Islam. Di Bali pembunuhan terjadi dengan atas nama pembelaan ideologi Hindu – namun khusus di Bali unsur TNI justru membantu melakukan pencegahan hingga tidak semengerikan yang terjadi di Jawa Tengah dan sedikit di Jawa Timur.

Pada masa 1965-1966, berbagai sentimen antara (1) keagaamaan melawan ideologi komunis merebak, (2) persaingan partai politik Islam dengan PKI, (3) Presiden Bung Karno yang tidak menghendaki pertumpahan darah antara anak bangsa, (4) persaingan di tubuh TNI AD khususnya dengan munculnya the rising star Mayjen Soeharto, (5) jebakan politik sehingga PKI bertindak di luar logika sebagai partai penguasa dengan peristiwa pembantaian 7 perwira yang dipimpin oleh Letkol Untung, serta (6) momentum untuk bermanuver bagi Mayjen Soeharto untuk menggantikan Presiden Bung Karno.

Dalam posisi kuat itu sejak 30 September 1965 sampai November 1966, rangkaian pembunuhan terjadi baik terhadap anggota, simpatisan, dan bukan anggota PKI yang dituduh sebagai PKI atau simpatisannya. PKI pun melakukan perlawanan dengan melakukan pembunuhan – baik sebagai upaya perlawanan atau pertahanan diri sebelum dan pasca Gestapu 1965. Pembuhan sebagai serangan balik – sejak penetapan PKI sebagai yang bertanggung jawab yang dilontarkan oleh Mayjen Soeharto – oleh musuh PKI yang termakan 6 sentimen dan kondisi sosial politik, dilakukan secara masif.

Yang sampai sekarang masih gelap adalah berbagai macam eksekusi oleh PKI terhadap rakyat maupun oleh musuh PKI terhadap anggota atau simpatisan atau yang dituduh angota/simpatisan PKI, secara sadar dan jelas tampak adanya pembiaran dan bahkan memiliki komando pemulihan bernama Letjen Sarwo Edhie Wibowo. Namun, semua tindakan pemulihan itu mengakibatkan pembantaian baik anggota PKI maupun musuh PKI dengan jumlah ratusan ribu antara 500,000 sampai 1,000,000 nyawa melayang.   

Kini, Pengadilan Rakyat Internasional (International People’s Tribunal) di Den Haag memerintahkan Presiden Jokowi untuk meminta maaf. Apa yang harus dilakukan oleh Presiden Jokowi?

Dalam konteks sejarah yang terpapar di atas, hanya Presiden Gus Dur yang berani berinisiatif melakukan rekonsiliasi – dengan meminta maaf atas nama tokoh NU atas keterlibatan NU dalam pembunuhan 1965-1966. Namun, Presiden Gus Dur saat itu bertindak bukan atas nama Pemerintah Indonesia. Presiden Gus Dur pun melihat peristiwa pembunuhan 1965 bukan hanya mengorbankan rakyat terkait PKI, namun juga rakyat yang menjadi korban pembunuhan oleh PKI. Peristiwa pembunuhan 1965-1966 adalah peristiwa yang absurd dan tidak ditemukan motif yang jelas selain bangunan sentimen berbagai pihak yang terbangun seperti tersebut di atas.

Untuk itu, Presiden Gus Dur pun tak berani bertindak meminta maaf atas nama pemerintah RI – padahal Presiden Gus Dur memiliki dukungan kuat NU. Alasannya adalah yang menjadi korban peristiwa 1965-1966 bukanlah institusi pemerintah baik TNI, Presiden Bung Karno, maupun PKI atau musuh PKI. Yang pasti adalah peristiwa pembunuhan 1965-1966 menjadi kelanjutan atau trigger bagi pembunuhan atas para anggota PKI dan bahkan musuh PKI juga menjadi korban. Jumlah 500 ribu sampai 1 juta jiwa melayang bukanlah sebagaimana disebut oleh IPT Den Haag yang seolah menggambarkan peristiwa pembunuhan yang didalangi jelas oleh satu pihak.

Peristiwa genosida Rwanda, Bosnia, Nazi, Kamboja, Palestina, secara jelas menunjukkan pihak yang melakukan pembunuhan. Genosida 1965 adalah peristiwa pembunuhan antar kelompok kepentingan – dengan tangan kotor dan maneuver kepentingan untuk merebut kekuasan dari Presiden Bung Karno.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun