Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

7 Sebab Ridwan Kamil Tak Maju Cagub DKI Secara Politis dan Historis

30 Januari 2016   21:56 Diperbarui: 31 Januari 2016   10:19 4888
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Walikota Bandung Ridwan Kamil I Sumber Kompas.com"][/caption]Ridwan Kamil diyakini satu-satunya calon yang mampu menandingi Ahok. Namun, dipastikan Walikota Bandung Ridwan Kamil tak akan maju menjadi calon gubernur DKI Jakarta 2017. Bayangan mimpi menjadi seperti Jokowi juga  bukan gaya Ridwan Kamil, dari Walikota Bandung, Gubernur DKI Jakarta dan Presiden Republik Indonesia. Mari kita ulas 7 alasan politis dan psikologis yang mendasari Ridwan Kamil tidak maju menjadi calon Gubernur DKI Jakarta dengan hati gembira ria riang senang girang menyanyi menari bergembira ria senang sentosa bahagia selamanya senantiasa.

Pertama, Ridwan Kamil menyadari kendaraan partai gurem di DKI. Bahwa jika Ridwan Kamil maju dengan kendaraan politik Gerindra dan partai agama PKS, maka dipastikan Ridwan Kamil akan menjadi identik dengan partai politik dengan gambaran identifikasi Ridwan Kamil adalah M. Taufik, mantan narapidana korupsi alias koruptor. Tak ada nilai jual dan dukungan bagi Ridwan Kamil.

Plus jika ditambah dengan orang seperti Sandiaga Uno atau pun bahkan si wani piro Hidayat Nur Wahid akan membuat nama Ridwan Kamil rusak karena bergaul dengan orang yang pernah kalah di pencalonan Gubernur DKI 2012 dan kalah telak. Lagi-lagi tak ada nilai tambah menggandeng Hidayat Nur Wahid. Buntu. Merugikan bagi nama baik Ridwan Kamil yang catatan prestasi hebatnya selama memimpin Bandung adalah men-design masjid-masjid prestasinya. Hebat.

Kedua, Ridwan Kamil menyadari dirinya hanya akan menjadi korban ambisi partai gurem yang dendam kesumat ditinggalkan oleh Ahok. Pun peluang untuk maju dan meninggalkan posisi Walikota Bandung dengan catatan Ridwan Kamil belum menunjukkan hasil pembangunan yang signifikan. Konsentrasi di Bandung dulu memberi peluang untuk maju dalam Pilgub Jawa Barat yang lebih realistis.

Ketiga, Ridwan Kamil pun menyadari karakter warga DKI sama sekali tidak cocok dengan Ridwan Kamil tak sesuai dengan karakter kepemimpinan yang dibutuhkan di DKI Jakarta. Ketegasan, pluralisme, tidak memihak, sementara Ridwan Kamil dengan kasus LGBT saja ribut bukan main, padahal LGBT bukan masalah besar dan tak perlu diributkan. Pun tantangan terhadap mafia di Jakarta begitu kental dan dibutuhkan orang yang sangat tegas yang mampu bersikap konsisten dan bermental baja seperti Jokowi dan Ahok.

Keempat, Ridwan Kamil menyadari menjadi calon gubernur DKI akan menutup peluang karena memberi kesan sebagai orang gagal dari Jawa Barat ketika maju menjadi calon gubernur Jawa Barat nanti. Masyarakat Jawa Barat sendiri akan melihat bahwa Ridwan Kamil sebagai politisi yang kurang matang dan gampang dijadikan alat oleh Gerindra dan PKS untuk balas dendam akan kekalahan terhadap Ahok. Ini merugikan reputasi Ridwan Kamil. Pun peluang menang sangaaaaaat kecil – apalagi kalau pasangannya Hidayat Nur Wahid atau Lulung atau M. Taufik atau Tantowi Yahya atau bahkan Nurul Arifin: sayonara pasti gagal total. Rugi Ridwan Kamil.

Kelima, Ridwan Kamil tidak memiliki akar dukungan psikologis sebagai warga DKI. Lain dengan Jokowi-Ahok, selain didukung oleh PDIP dan Gerindra, Jokowi-Ahok memiliki akar dukungan warna-warni yang membuat mereka gampang unggul melawan para pesaingnya. Pun gambaran Ridwan Kamil sampai detik ini adalah kendaraan dan tunggangan partai agama PKS yang di DKI sudah tidak laku.

Keenam, Ridwan Kamil jika sabar pada 2024 akan menjadi Presiden Republik Indonesia pertama sesuai dengan riwayat kekuasaan Sanjaya yang menyerahkan kekuasaan kepada Kerajaan Galuh dan Sunda. Menurut terawangan wakil dari Tanah Pasundan akan mengambil kembali haknya setelah lebih dari seribu tahun.

Tanah Pasundan didominasi dan mengakui kekuasaan dari para leluhur keturunan Sunda di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dimulai dari Sanjaya. Mereka menguasai Pasundan malang melintang sejak zaman Kerajaan Medang atau Mataram Kuno, Singasari, Jenggala, Kadiri, sampai Majapahit dan Mataram Islam.

Setelah rentang 1,000 tahun lebih itu, revolusi pemahaman masyarakat Sunda progresif dalam wujud si Kabayan yang menjadi sebab kesadaran tidak pernah ada Presiden Republik Indonesia dari tataran tanah Pasundan.

Nah, Ridwan Kamil jika sabar akan menjadi Presiden RI pertama dari tanah Sunda pada tahun 2024, setelah era Jokowi dengan pasangan Ahok. Kenapa Ahok?  Ahok memiliki pelengkap sebagai Ksatria nekad yang dibutuhkan untuk menumbuhkan mental Ridwan Kamil untuk maju menghadapi berbagai calon lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun