Mohon tunggu...
Ninoy N Karundeng
Ninoy N Karundeng Mohon Tunggu... Operator - Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Wakil Presiden Penyair Indonesia. Filsuf penemu konsep "I am the mother of words - Saya Induk Kata-kata". Membantu memahami kehidupan dengan sederhana untuk kebahagian manusia ...

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kopi Sianida Mirna: Jessica Korban “Trial by Press”, Beda dengan Pembunuh Salim Kancil

19 Januari 2016   22:13 Diperbarui: 20 Januari 2016   11:39 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jessica dan Hani dalam rekonstruksi kopi sianida I Sumber Kompas.com"][/caption]

Kasus kopi sianida Wayan Mirna Salihin membetot perhatian publik. Kini Jessica dan Hani menjadi sorotan. Berbagai analisis muncul berdasarkan keterangan secuil dari Polri. Pun tak mau ketinggalan, sejak awal Jessica melalui pengacaranya, memberikan cerita yang simpang-siur tak karuan, dengan tujuan untuk meng-counter berita yang polisi atau media sudah sampaikan. Mari kita telaah trial by press dan opini media terhadap Jessica sementara pembunuh Salim Kancil tidak mengalami trial by press dengan hati jauh dari gembira ria riang suka-cita pesta-pora menari menyanyi bahagia senantisa selamanya mengikuti berita kopi sianida yang menewaskan Mirna.

(Dan .. . pembunuhan terhadap Salim Kancil oleh otak pembunuhan Kepala Desa Selok Awar-awar, Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Hariyono tidak menjadi berita besar dan tidak ada update harian dari Polri dan kini menjadi senyap sejak Oktober 2015 lalu.)

Terkait pesta penghargaan saling traktir, untuk membalas traktiran Mirna Desember lalu, maka Jessica menyuguhkan kopi khusus buat Mirna. Tampaknya mereka adalah teman. Mereka saling berteman. Mirna suka cowok lokal Indonesia, sementara Jessica suka cowok bule – meskipun kenal dengan Arief suami Mirna. Hani pun sahabat mereka. Tak diketahui kesenangan Hani soal cowok, bule atau lokal. Yang jelas mereka adalah berteman dan saling kenal. Mereka berkongkow-kongkow sambil merasa nyaman menikmati kehidupan.

(Berbeda dengan Salim Kancil yang tidak berteman dengan Kepala Desanya yang dituduh menjadi otak pembunuhan, bahkan Salim Kancil menentang Kepala Desanya yang menambang pasir illegal merusak lingkungan, Salim Kancil mati demi lingkungan yang lebih baik.)

Kematian Mirna yang konon anak pejabat dan orang kaya jelas menjadi perhatian. Berbeda dengan kematian ‘orang biasa’ setiap hari akibat kecelakaan yang disorongkan ke lemari pendingin di RSCM – yang sebagian menjadi ajang praktik gratis mahasiswa kedokteran untuk pemusaraan jenazah dan otopsi. Banyak mayat yang tak dikenal bergelontoran di ruang jenazah. Kadang jasad Mr X atau Ms Y atau Mrs V atau Mr P tak dikenali dan terpaksa dikebumikan di makam tak dikenal.

(Berbeda dengan Salim Kancil pun tak mendapatkan cukup liputan dan bahkan berita pembunuhan Salim Kancil kini hilang ditelan Bumi bulat. Senyap.)

Pun, untuk menjadi berita, tempat kematian pun menjadi barang penting. Kematian di hotel mewah, atau pesawat, atau bahkan tertabrak mobil mewah, atau mall besar selalu menjadi perhatian. Berbeda tentu dengan kematian orang tertabrak di rel kereta api dan kebetulan ‘orang biasa’, bukan orang kaya raya atau pesohor. Nah, tempat kematian Mirna layak mendapatkan berita karena sebagai bagian dari life style kelas atas: gaya-gayaan minum kopi Vietnam – hanya sekedar istilah penyajian kopi – minum di Grand Indonesia, tempat bagus menghabiskan sore hari.

(Berbeda dengan kematian dan pembunuhan Salim Kancil di kantor Balai Desa dengan diseret dari rumahnya lalu diestrum, dipukuli, dan diikat sampai mati.)

Kini, berita di media massa telah sangat jelas mengarahkan diri, bahwa pada akhirnya Jessica, Hani, dan mungkin orang lain – terkait dengan kasus tewasnya Mirna akibat menenggak kopi bersianida yang dipesan oleh Jessica. Telanjur terpojok dengan berita membuang celana panjang yang dipakai di TKP (tempat kejadian perkara), menolak diperiksa, rumah digeledah, sampai menyewa pengacara dan saling berbantahan antara Polisi dengan pengacara Jessica semakin membuktikan – sebagai bagian dari kesan di publik – adanya penggiringan opini bahwa Jessica tampaknya akan dipersalahkan: itu sesungguhnya trial by press.

(Pembunuh Salim Kancil – karena yang membunuh atau yang menjadi otak pembunuhan orang lebih tinggi derajat dan kuasanya – maka sama sekali tak terjadi trial by press.)

Publik lebih melihat accessories, attributes, dan yang melekat seperti nama dan keturunan serta perangkat alat kehidupan duniawi yang disebut harta-benda, sebagai ukuran kehormatan dan layak menjadi berita. Keadilan berita tidak memihak kepada keadilan: namun kepada kekuasaan dan wujud yang melekat pada manusia – bukan nilai kemanusiaan yang beradab.

Itu terbukti dengan berita calon tersangka pembunuh Mirna yang mengalami trial by press, (sementara otak dan para pembunuh Salim Kancil yang luput dari trial by press) karena status ‘yang melekat secara duniawi’ dalam diri yang dibunuh atau tewas: Mirna lawan (Salim Kancil yang berbeda kasta) – hingga menjadi berbeda perlakuannya.

Salam bahagia ala saya.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun