Mohon tunggu...
Nino Histiraludin
Nino Histiraludin Mohon Tunggu... profesional -

Mencoba membagi gagasan. Baca juga di www.ninohistiraludin.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ayo Lacak Dana Siluman di Daerah Masing-masing

3 Maret 2015   22:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:13 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ribut-ribut dana siluman APBD DKI Jakarta 2015 telah menarik perhatian publik. Gara-garanya Basuki Tjahaja Purnama membuka kedok permainan anggaran di pembahasan APBD. Atas kelakuannya ini Basuki atau yang akrab di sapa Ahok kini menghadapi hak angket. Padahal kini dia sudah tidak memiliki partai pendukung.

Pasangannya memang sudah menjadi Presiden dan kini dia naik kelas. Penggantinya sebagai Wagub memang dari PDIP, Jarot Syaiful Hidayat namun sepertinya tidak menjadikan Ahok lancar memimpin. Semua partai di DKI sepakat mengajukan hak angket yang bisa berujung pada impeachment meski dari media mengabarkan legislatif mengelak mengarah kesana.

Tak tanggung-tanggung, Ahok tidak hanya mampu membuka tabir nominal rencana “penyelundupan” program senilai Rp 12,1 T tetapi juga jenis-jenis program/kegiatan yang akan dikerjakan. Polah Gubernur DKI ini didasarkan pada pengalaman Tahun 2014 dimana waktu itu terjadi hal yang sama. Berhubung sistem RAPBD belum e-budgeting, dia tidak bisa melacak siapa yang menyisipkan usulan anggaran aneh tersebut.

Makanya dalam membuat RAPBD 2015, dibuatlah sistem e-budgeting agar pihak yang mengusulkan anggaran diluar kesepakatan bisa terekam dalam sistem. Langkah ini sebenarnya rawan ditelikung oleh anak buahnya. Oleh sebab itu, di awal 2015 Ahok mengantisipasinya dengan menaikkan tunjangan mereka secara signifikan.

Artinya sistem e budgeting tidak secara tiba-tiba diterapkan begitu saja tanpa membekali “peluru” pada birokrasinya. Hal ini sebagai upaya agar ketika terjadi pembahasan dengan legislatif, kalangan eksekutif tidak “masuk angin” atau bahkan “angin-anginan”. Saya tidak tahu secara detail bagaimana sistem e-budgeting namun saya menggambarkan seperti kita menggunakan google docs dengan model program excel (karena berupa angka-angka).

Dengan sistem ini, siapapun (antara individu-individu di legislatif, eksekutif maupun staff biasa) bisa mengakses dokumen, merevisi maupun merubah. Namun sistem tersebut memberi tanda perubahan berupa warna. Jadi misalnya program “Kali Bersih”, bila yang merubah admin dengan “kerja bakti” akan tetap tertulis hitam. Bila yang mengubah kepala dinas misalnya warna biru, anggota DPRD bernama A akan berwarna hijau dan seterusnya.


Tentunya setelah sebelum ini mereka punya akun gmail sendiri-sendiri. Kalau misalnya si kepala dinas memakai akun admin akan tertulis hitam juga perubahannya. Cara ini bisa menjadikan siapapun terikat dan tidak bisa sembarangan menambahkan atau merubah apapun termasuk waktu seseorang merubah diluar rapat. Ketika kursor didekatkan kearah huruf/angka yang dirubah terlihat kapan perubahan itu terjadi.

Inilah yang membuat Ahok PeDe habis dan berbicara bahwa ada dana siluman Rp 12,1 T. Nah kalau kepala daerah sudah begini apa ya masyarakat DKI akan diam saja? Menurut saya ya harus bergerak. Saya aja yang bukan warga DKI ngiri dengan sikap Ahok yang luar biasa itu.

Mengumpulkan tanda tangan saat car free day? Boleh,
Dengan membuat petisi? Tidak dilarang
Mengumpulkan massa lalu demo ke DPRD? Silahkan asal jangan lupa pemberitahuan ke Polres
Menulis di blog atau Kompasiana? Bagus itu
Membuat selebaran, leaflet atau tabloid gratisan soal hasil analisa? Menarik sekali
Atau gerakan lain asal yang positif

Tetapi ada peran publik yang lebih konkrit, nyata maupun lebih mendidik. Pertama, pada saat awal-awal polemik akan lebih bagus bila menggalang komunikasi ditiap-tiap komunitas kita. Bisa jadi komunitas penggemar car free day, komunitas hobi, komunitas kerja, komunitas pengguna kereta dan berbagai komunitas. Kedua, minta dokumen APBD baik versi Pemprop maupun versi DPRD. Memang tidak mudah namun tiap komunirtas tentu meliki akses yang beragam sehingga bisa diupayakan jalur sendiri-sendiri.

Ketiga, pasca didapatkannya APBD baik versi pemprop maupun versi DPRD lakukan kajian dan analisis. Di anggaran mana yang dimaksudkan oleh gubernur DKI muncul dana siluman. Cek bentuk kegiatannya. Bila berupa kegiatan pengadaan, langkah keempat yaitu berupa cek kelapangan. Benarkah barang yang dibutuhkan seharga yang tersebut di APBD? Tentu jangan lupa turut disertakan spesifikasi secara detil bukan sekedar harga. Idealnya minimal membandingkan 3 toko dan 3 merk yang spesifikasinya setara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun