Mohon tunggu...
Nino Dumanauw
Nino Dumanauw Mohon Tunggu... -

Hanya seorang pengamat biasa.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bocoran Isi Kontrak BOT Hotel Indonesia dengan Grand Indonesia

9 Maret 2016   20:43 Diperbarui: 9 Maret 2016   21:00 10137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Tentang penjaminan sertifikat"]

[/caption]

Adalah hak GI selaku pemegang hak HGB yaitu dapat melakukan penyewaan, penjualan atas unit bangunan dalam Objek BOT hanya selama Jangka Waktu HGB serta waktu perpanjangannya saja. Dimana GI wajib untuk memberitahukan kepada penyewa serta pembeli unit bangunan bahwa pada saat berakhirnya jangka waktu HGB dan perpanjangannya, maka GI wajib untuk mengembalikan unit bangunan yang disewa/dibeli oleh penyewa/pembeli kepada HIN.

Benarkah pengalihan dari CKBI ke GI sebagai pemegang BOT hanya sepihak?

Komisaris PT Hotel Indonesia Natour Michael Umbas menuding bahwa pengalihan hak BOT dari PT CKBI ke PT GI dilakukan sepihak. Padahal, berdasarkan pada persetujuan dari Menteri BUMN sesuai surat No. S-247/MBU/2004 tanggal 11 Mei 2004 sudah tercantum bahwa PT CKBI menunjuk Grand Indonesia selaku pihak yang menerima dan melaksanakan hak CKBI tersebut serta bertindak selaku Penerima Hak BOT dan bertanggungjawab penuh kepada CKBI dalam melaksanakan BOT terhadap objek BOT.  Bahkan HIN sudah menyetujui bahwa CKBI menunjuk Grand Indonesia selaku pihak yang menerima dan melaksanakan hak CKBI. (Dijelaskan dalam pasal 2.2 dan pasal 2.3).

 [caption caption="Penunjukkan GI diatur dalam akta perjanjian"]

[/caption]

HIN menyangkali isi akta perjanjian yang sah di mata hukum

Akte perjanjian ini dibuat dengan akta autentik Notaris Irawan Soerodjo, S.H, M.Si dengan nomor 141 tanggal 13 Mei 2004. Apa arti akta autentik? Akta autentik adalah akta yang memiliki kekuatan pembuktian sempurna karena itu segala pernyataan dan kesepakatan para pihak dalam perjanjian tersebut harus dianggap benar dan menjadi bukti yang sempurna. Akta ini mengikat karena para pihak dalam perjanjian itu (PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Grand Indonesia) adalah badan hukum perdata yang memiliki posisi dan kedudukan yang sama. Kedua pihak sama-sama terikat dan tunduk pada isi kesepakatan dalam perjanjian.

[caption caption="Dasar hukum dalam KUHPerdata"]

[/caption]

Para pihak yang menandatangani perjanjian tersebut juga bertindak sebagai badan hukum perdata yang tunduk pada hukum perdata. Segala persetujuan internal antara PT HIN dengan pemerintah selaku pemegang saham adalah prosedur internal yang mengikat PT HIN. Pihak lain dalam akta tersebut mempercayai sepenuhnya segala keterangan yang dinyatakan oleh PT HIN sebagaimana tertuang dalam akta tersebut.

Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan hukum perdata berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.

Lalu kenapa HIN melalui komisarisnya Michael Umbas memberi pernyataan-pertanyaan di media yang tidak sesuai dengan fakta dalam kontrak? Padahal dalam hukum perdata, akta tersebut sahih dan mengikat kedua belah pihak. Apalagi ada pasal yang menyatakan bahwa persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Kalo belakangan menuding PT GI curang, artinya, HIN tak punya itikad baik pada perjanjian yang mereka tandatangani sendiri.

HIN tanpa disadari telah membuka borok sendiri dengan menunjukkan ketidakbecusan pengelolaan aset milik BUMN.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun