Mohon tunggu...
Nining Alkomah
Nining Alkomah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Allkomah08

S1 Kebidanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan Disabilitas Sangat Rentan terhadap Kekerasan Seksual

19 April 2021   19:27 Diperbarui: 19 April 2021   20:48 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita semua pasti akrab dengan kalimat ini ketika berbicara tentang "disabilitas". Ya ... dia adalah orang dengan keterbatasan fisik, intelektual, mental atau indrawi, sehingga ketika mengalami keterbatasan tersebut akan menemui kendala dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan dan berpartisipasi secara efektif dengan masyarakat yang lain.

Hingga saat ini masih banyak penyandang disabilitas yang mengalami berbagai macam diskriminasi karena status disabilitasnya, mereka sangat rentan terhadap bullying dan mudah menjadi korban kekerasan atau eksploitasi fisik, khususnya perempuan penyandang disabilitas. Sangat mudah menjadi korban kekerasan, termasuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan hanya bertujuan untuk memuaskan hasrat seksualnya. Bukankah itu benar-benar tidak manusiawi?

Fakta membuktikan bahwa tingginya angka kekerasan seksual yang dialami perempuan penyandang disabilitas disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

a)Kurangnya pendidikan seks.
Ketika pendidikan seks tidak diterima oleh masyarakat membuat masyarakat merasa bahwa pemerkosaan hanyalah kekerasan seksual dan bukan kejahatan

b)Pelaku memanfaatkan keterbatasan atau kecacatan dari perempuan penyandang disabilitas sebagai kesempatan untuk melakukan kekerasan terhadap korban.

c)Pelanggar juga menggunakan sifat dan kepribadian yang dimiliki oleh perempuan penyandang disabilitas untuk melakukan tindakan sehingga pelaku menganggap tujuan tersebut lebih mudah.

teman-teman semua... Ternyata ada banyak bentuk dari kekerasan, seperti penyerangan, kekerasan seksual, pemerkosaan berkelompok, pembunuhan dan sebagainya.

Untuk menghapus kekerasan seksual terhadap perempuan penyandang disabilitas, berbagai upaya telah dilakukan, namun ini bukanlah tugas yang mudah. Banyak kendala yang harus dihadapi, termasuk kendala yang sebenarnya datang dari para korban itu sendiri:

a)Korban tidak membela diri.
Karena banyak dari mereka mengalami kesulitan melawan penjahat kekerasan karena keterbatasan mereka alami.

b)Korban tidak memahami kekerasan yang dialaminya
Karena mereka mengira bahwa kekerasan atau pemerkosaan yang dilakukan oleh pelaku adalah sejenis cinta kepada pelaku.

c)Korban tidak dapat memahami konsekuensi dari kekerasan seksual yang dialaminya. (Fisik, psikologis dan sosial).

d)Orang cacat tidak memiliki respon emosional
Korban tidak menunjukkan reaksi emosional seperti marah, sedih, benci, atau dendam, karena biasanya hanya merasakan sakit fisik.

Dibandingkan dengan korban kekerasan seksual terhadap perempuan non-disabilitas, hambatan ini membuat upaya penghapusan kekerasan seksual menjadi lebih sulit.

Situasi perempuan penyandang disabilitas semakin mengkhawatirkan karena banyak perempuan yang tidak dilindungi undang-undang. Perlindungan hukum bagi perempuan penyandang disabilitas pun semakin lemah, karena akses perempuan penyandang disabilitas terhadap layanan hukum masih sangat terbatas.

Namun,  keterbatasan dalam memberikan perlindungan hukum bagi perempuan penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut, kini telah menemukan titik terang dimana  Pasal Tentang Penyandang Disabilitas telah di  terbitkan pada 8 Agustus 2016.
Dan Perlu juga diperhatikan bahwa, sebelum undang-undang tersebut disahkan, sebenarnya Indonesia sudah memiliki peraturan tentang penyandang disabilitas, yaitu UU No. 1. Peraturan Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Namun, undang-undang tersebut tidak berperspektif hak asasi manusia.

Diberlakukannya undang-undang tersebut merupakan tonggak penting, dan memberikan harapan baru.  Undang-undang tersebut dengan jelas menetapkan bahwa penyandang disabilitas menikmati hak peradilan dan perlindungan hukum (Pasal 5 (1) d). 

Selain itu pada ayat (2) disebutkan dalam surat tersebut bahwa perempuan penyandang disabilitas berhak atas perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi, serta kekerasan dan kejahatan seksual. UU itu juga mengatur 15 peraturan pemerintah (PP) dan 1 peraturan menteri sosial (Permensos). (Sumber: Undang-Undang Penyandang Disabilitas, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1997., Undang-Undang Penyandang Disabilitas, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, Undang-Undang Nomor 69 Tahun 2016 dan Siti Rafiah. 2017)

Oleh karena itu, kami tegaskan bahwa bagi penyandang disabilitas khususnya perempuan harus benar-benar mandiri sejak dini, dan selalu membutuhkan bantuan. Maka dari itu di sini peran orang tua yang  atau orang terdekat yg dipercaya harus bisa mendampingi dan melindungi mereka. Banyak penyandang disabilitas merasa sulit untuk mengatakan "tidak", mudah tertipu, dan mudah untuk mempercayai siapa pun meskipun orang tersebut adalah orang jahat yang ingin melukai dirinya  atau ingin melakukan kekerasan seksual terhadapnya. Karakteristik ini membuat mereka sangat rentan terhadap kekerasan seksual.

Saat ini peran orang tua atau orang tua yang paling terpercaya sangatlah penting, selain memberikan dukungan juga harus berperan sebagai pendamping yang selalu mendampingi penyandang disabilitas, agar perempuan penyandang disabilitas selalu merasa aman dan terlindungi.


Terima kasih...
Semoga bermanfaat... 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun