Mohon tunggu...
Ninin Rahayu Sari
Ninin Rahayu Sari Mohon Tunggu... https://nininmenulis.com

Former Journalist at Home Living Magazine n Tabloid Bintang Home - Architecture Graduate - Yoga Enthusiast - Blogger at www.nininmenulis.com - Coffee Addict - Morning Person

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Anti Boncos Saat Liburan? Bisa Banget!

30 Mei 2025   18:43 Diperbarui: 31 Mei 2025   13:17 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terpenting tetap senang saat dan setelah liburan (Sumber: Pribadi/sumber foto)

Kata siapa liburan itu harus mahal? Kata siapa menikmati momen istirahat dari rutinitas berarti harus mengorbankan isi rekening? Liburan yang menyenangkan bukan cuma soal hotel berbintang atau tiket pesawat puluhan juta. Terkadang, yang paling berkesan justru datang dari perjalanan sederhana yang direncanakan dengan hati-hati. Inilah cerita dan opini tentang bagaimana liburan anti boncos itu bisa jadi nyata, bukan sekadar mitos.

Menyulap Liburan Tanpa Drama Finansial

Liburan, bagi banyak orang merupakan oase di tengah gurun rutinitas. Sehari-hari kita berkutat dengan pekerjaan, tugas rumah, macet, deadline, dan segudang alasan untuk merasa lelah. Maka, ketika muncul keinginan liburan, itu wajar. Tapi ketika dompet menjerit minta tolong bahkan sebelum kita memesan tiket, itu juga sangat bisa dipahami.

Dulu, aku termasuk orang yang percaya bahwa liburan impian hanya bisa dicapai kalau punya tabungan besar. Mimpi tentang ke Eropa musim semi, menyantap gelato di bawah langit Italia, atau bersantai di pulau tropis eksotis sambil rebahan di kursi pantai dengan kelapa muda di tangan. Tapi, kenyataan tidak selalu seindah feed Instagram. Saldo rekening seringkali tidak sejalan dengan wishlist liburan kita.

Titik baliknya datang saat aku mulai berpikir, liburan itu bukan soal kemana, tapi bagaimana. Bukan soal destinasi mahal, tapi pengalaman yang membekas. Maka lahirlah prinsip baru, liburan anti boncos, di mana kepuasan tidak harus dibayar dengan cicilan kartu kredit.

Langkah pertama yang harus dilakukan yakni jujur pada diri sendiri. Berapa sebenarnya kemampuan finansial kita? Ini penting. Banyak orang terjebak ilusi gaya hidup, memaksakan diri ikut tren, staycation di hotel mewah karena semua orang di Instagram ke sana, atau booking tiket promo ke luar negeri padahal isi ATM sudah nyaris koma.

Dari pengalaman liburan selama ini, aku belajar bahwa mengatur keuangan untuk liburan itu seperti menanam pohon, perlu waktu, konsistensi, dan perawatan. Ada beberapa hal yang kubiasakan agar bisa liburan dengan tenang, tanpa was-was setelahnya:

  • Jangan campur tabungan liburan dengan tabungan darurat. Tabungan darurat diperuntukan untuk kondisi tak terduga, bukan buat beli tiket atau booking hotel.

  • Setiap gajian atau mendapatkan uang, sisihkan 10-14 persen, bukan sisakan. Meski jumlahnya kecil, kalau konsisten, hasilnya tetap terasa.

  • Tentukan waktu liburan jauh-jauh hari. Ini memungkinkan kita untuk cari promo, cuti, dan menyesuaikan bujet. Kadang yang bikin boncos itu keputusan dadakan.

  • Hindari berutang untuk liburan. Jika tidak bayangkan sepulang jalan-jalan, malah dihantui tagihan. Nikmatnya cuma seminggu, stresnya berbulan-bulan.

  • Terakhir yang tidak pernah luput aku lakukan, yakni mencatat semua pengeluaran selama liburan.

Menentukan Waktu dan Destinasi Liburan yang 'Dompet-Friendly'

Jika liburan diibaratkan seperti investasi, maka 'timing' adalah segalanya. Salah pilih waktu, harga tiket bisa naik dua kali lipat. Salah musim, tempat wisata jadi padat sesak dan menyebalkan. Untuk itu aku selalu menyarankan orang untuk liburan di luar musim liburan.

Ini memang terdengar aneh, tapi justru di sanalah emasnya. Harga hotel bisa turun drastis, destinasi lebih sepi, dan pelayanan biasanya lebih ramah karena tidak overload. Misalnya, traveling ke Bali di pertengahan Mei atau September jauh lebih menyenangkan dibanding saat libur akhir tahun atau Lebaran. Cuaca tetap bagus, pantai tetap cantik, tapi kantong lebih aman.

Bagi pekerja kantoran, memang ini tantangan tersendiri. Tetapi kalau kita sudah merencanakan cuti jauh-jauh hari dan tahu kapan masa low season, kemungkinan besar atasan juga akan lebih fleksibel memberi izin. Dan siapa tahu, liburan di waktu sepi itu justru memberi ruang untuk refleksi, bukan sekadar ikut arus wisatawan.

Untuk urusan liburan aku punya satu prinsip yang selalu kupegang erat, 'destinasi terbaik adalah yang membuatmu bahagia, bukan yang membuat orang lain kagum'. Banyak yang salah kaprah, menganggap liburan itu harus keren secara sosial media, padahal yang dibutuhkan tubuh dan pikiran kita mungkin cuma suasana baru, udara segar, atau ketenangan sejenak dari notifikasi WhatsApp.

Jadi, bagaimana memilih destinasi yang sesuai dengan keuangan?

Mulailah dari yang dekat. Jangan remehkan potensi wisata lokal. Di radius 100 km dari rumah kita saja bisa jadi ada tempat indah yang belum pernah dikunjungi. Contohnya, aku pernah liburan ke daerah pegunungan di luar kota, hanya naik kereta ekonomi dan lanjut kendaraan umum daerah setempat. Biaya seluruh perjalanan cuma sepersepuluh dari liburan ke luar negeri, tapi kepuasannya luar biasa.

Kita juga bisa pilih tempat yang memungkinkan banyak aktivitas gratis atau murah, seperti hiking, berkemah, snorkeling, atau jalan-jalan di kota tua. Jangan lupakan destinasi yang bisa diakses dengan kendaraan umum atau road trip bareng teman, biar bisa patungan bensin dan penginapan.

Untuk yang tinggal di kota besar, staycation pun bisa jadi opsi hemat. Tapi hati-hati, staycation justru bisa jadi jebakan finansial kalau niatnya cuma rebahan di hotel tapi milih hotel bintang lima. Coba cari penginapan unik, seperti rumah pohon, glamping, atau guesthouse lokal yang punya nilai cerita.

Menurut aku, liburan anti boncos bukan berarti pelit. Tapi ini tentang membuat keputusan yang bijak dan terencana. Liburan yang hemat bisa tetap penuh warna kalau kita kreatif dan mau terbuka.

Aku ingat satu momen tidak terlupakan ketika camping di gunung bersama teman-teman. Kami membawa tenda sendiri, masak mie instan pakai kompor portable, dan duduk melingkar di pinggir api unggun sambil main gitar. Biayanya nyaris nol, tapi rasa hangat di hati itu susah ditukar dengan hotel mana pun.

Liburan juga bisa jadi waktu yang tepat untuk mengenal diri. Kadang saat kita jauh dari rutinitas, kita bisa melihat hidup dari sudut yang berbeda. Jadi meskipun murah, liburan tetap punya makna.

Liburan anti boncos bukan soal menahan diri dari bersenang-senang, tapi soal menikmati momen tanpa beban finansial setelahnya. Ini tentang kesadaran bahwa kita tak perlu ikut arus konsumerisme yang memaksa kita mengukur kebahagiaan lewat biaya. Kita hanya perlu tahu batas kemampuan, pintar memilih waktu, dan cerdas menentukan tujuan.

Mengatur keuangan untuk liburan bukan berarti menghilangkan spontanitas, tapi memberi ruang agar liburan tidak jadi penyesalan. Liburan yang tepat ialah yang dapat memberi energi baru, bukan yang bikin lelah mental karena mikirin utang.

Jadi, apakah sudah siap merancang liburan anti boncos versimu sendiri? Mulailah dari sekarang, buka kalender, lihat saldo, cari inspirasi, dan yang terpenting nikmati setiap langkahnya. Karena pada akhirnya, yang kita cari dari liburan bukan cuma pemandangan, tapi perasaan lega, bahagia, dan damai. Dan itu tidak harus mahal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun