Kini, hanya Unik dan Bening yang tersisa di rumah itu. Hidup mereka digerakkan mesin jahit hitam yang setia, menerima pesanan kecil dari konveksi. Dari jarum dan benang itulah mereka mengais rezeki.
Namun, nasib tak sepenuhnya gelap. Dari rahim yang dulu penuh tangis, lahirlah juga secercah cahaya: Bidadari. Berbeda dengan sang ibu, ia tumbuh cerdas, diterima di perguruan tinggi dengan beasiswa di ibu kota. Setelah lulus, ia mengabdi di tanah Papua, lalu kini kabarnya menjadi guru di ujung Jawa Timur.
Sejak ayahnya berpulang akibat gagal ginjal, Bidadari kerap pulang menjenguk ibunya. Wajahnya selalu membawa seberkas cahaya, seolah mengingatkan Unik bahwa meski hidup penuh patah, masih ada harapan yang tumbuh.
Unik menatap putrinya dengan mata basah. Entah ke mana bayu akan membawanya lagi, tapi kali ini ia tahu: ia tidak benar-benar sendiri.
***Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI