Mohon tunggu...
Ninik Sirtufi Rahayu
Ninik Sirtufi Rahayu Mohon Tunggu... Penulis - suka nulis dan ngedit tulisan

mencoba mengekspresikan diri lewat tulisan receh

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Manfaat Membaca: Masih Terpatri di Sini

5 Mei 2024   14:10 Diperbarui: 5 Mei 2024   14:11 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Selain minyak tanah, kami mendapat jatah bulgur alias gandum kasar sebagai pengganti nasi juga. Sejujurnya, sekarang bahan pangan tersebut saya kira ayam pun tidak doyan. Eh, karena sayang jantung, saya sekarang juga gemar mengonsumsi gandum yang berganti nama menjadi sereal atau quaker oats merek recommended ... hah hah hah ....

Seingat saya banyak tetangga yang tiba-tiba hilang. Konon kabarnya dibunuh atau ditahan entah di bui mana. Bahkan ada yang dibuang ke Pulau Buru. Mereka dicurigai terlibat dalam partai terlarang. Ah, sebagai anak kecil, tahu apa saya? Yang saya tahu sebuah keluarga, tepatnya adik lelaki (almarhumah) istri kakek, tiba-tiba hilang, katanya karena terlibat. Sementara istrinya ditahan dan di-PHK secara sepihak. Tetiba ketiga putra-putrinya yang semula keluarga kaya raya berubah drastis menjadi sangat mengenaskan. Perekonomian terpuruk, bahkan dikucilkan masyarakat. Setelahnya hingga bertahun-tahun kemudian, mereka bertiga tidak bisa mencari pekerjaan karena keterlibatan orang tua mereka ke dalam partai terlarang itu. Akhirnya, mereka berjualan arang kayu di rumahnya. Sungguh begitu memprihatinkan sekali.

Satu hal yang masih saya ingat adalah dari sekolah kami ditugasi mencari biji mangga yang bertebaran di mana-mana. Nah, biji mangga yang disebut pelok tersebut diolah menjadi jenang, dodol, atau bubur. Memperoleh jatah makan bubur pelok merupakan hal mewah yang kami, anak-anak sukai. Karena itu, kami selalu beramai-ramai mencari dan menyetor pelok kepada guru kami.

Di sisi lain, ada hal yang sangat menyenangkan bagi saya. Dua  orang keluarga dekat kami jebolan IKIP Malang jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mereka berdua memiliki koleksi buku sastra satu almari penuh. Ya, mereka adalah kepala sekolah dan guru SPG yang indekos di rumah kami. Oleh karena itu, saya pun gemar membaca buku karya sastra tersebut macam Tenggelamnya Kapal van der Wijck novel karya Hamka terbitan tahun 1938. Buku yang saya baca cetakan kelima (tahun 1961).

Buku berusia lima tahun itu masih bagus karena terpelihara. Semua buku bersampul cokelat. Buku boleh dibaca, tetapi dengan catatan tidak boleh rusak, kotor, apalagi ditekuk. Dua kakak sepupu tersebut tampak senang melihat saya menyukai koleksinya. Walaupun novel dewasa, saya tetap melahapnya karena pada masa itu tidak disediakan bacaan untuk anak-anak. Maka, apa yang ada, itulah yang saya baca.

Nah, benar apa yang dinyatakan oleh istri Presiden George H. W. Bush ini. Jika kita mampu membaca sejak awal masuk sekolah, bahkan sebelum itu, tentu banyak hal yang bisa kita lakukan. Contoh konkretnya adalah saya sendiri yang sudah mampu membaca sejak sebelum bersekolah formal. Tradisi bisa membaca menulis sebelum bersekolah ini pun saya lanjutkan untuk ketiga jagoan kami. Bersyukur, mereka pun kini telah sukses berkarier, selangkah lebih majulah pokoknya.  Inilah manfaat belajar membaca bersama sang Mama sebelum diajar guru di sekolahnya.


 "I'm a great believer that the most important years are the sort of early years but the preschool years and then into the first and second grades. If you get a good base in the first and second grade and you can read, you can do anything." (Barbara Bush)

(Saya sangat percaya bahwa tahun-tahun yang paling penting adalah tahun-tahun awal, tetapi tahun-tahun prasekolah dan kemudian ke kelas satu dan dua. Jika Anda mendapatkan dasar yang baik di kelas satu dan dua dan Anda bisa membaca, Anda bisa melakukan apa saja.)

Bayangkan, saya membacanya saat masih berusia sembilan atau sepuluh tahun. Sampai kini saya masih mengingatnya! Bukan hanya buku Hamka saja, melainkan Sitti Nurbaya, Salah Pilih, Pertemuan Jodoh, dan lain-lain. Namun, Tenggelamnya Kapal van der Wijck begitu mendapat tempat di hati saya. Alasannya? Karena judulnya unik dan susah dibaca hah haha ha ....

Novel tersebut semula merupakan cerita bersambung yang dimuat di majalah Pedoman Masyarakat, tempat penulis bekerja sebagai pimpinan redaksi tahun 1938, di Medan. Berlatar belakang kehidupan di Minangkabau, tanah asal penulis dengan masalah adat yang berlaku pada saat itu. Antara lain, perihal warisan, perjodohan dan kawin paksa, serta pertalian darah, dan status sosial yang sangat kuat berakar.

Novel ini laris di pasaran sejak cetakan pertama, hingga saat ini telah dicetak berkali-kali. Bahkan, Tenggelamnya Kapal van der Wijck ini menjadi bacaan sastra yang wajib dibaca pelajar di Indonesia dan Malaysia, sebab novel tersebut juga diterbitkan dalam bahasa Melayu. Melalui novel tersebut, penulis menyerukan persatuan bangsa untuk kaum pribumi, serta meninggalkan adat budaya yang tidak sesuai dan merugikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun