KELOLA STRES DENGAN ‘MANAJEMEN’
Oleh: Ninda Julianti Pratama Putri
Seiring berkembangnya zaman semakin marak pula stres terjadi di masyarakat. Stres dapat didefinisikan sebagai respon tubuh dan emosi individu ketika lingkungannya berubah dan membutuhkan proses adaptasi (Taboy et al., 2024). Karakteristik respon stres terdiri dari perubahan fisiologis, psikologis, emosional, dan perilaku. Tiga tahap dari respon fisiologis ialah reaksi alarm, tahap rangsangan, dan tahap kelelahan. Reaksi alarm merujuk pada peningkatan detak jantung dan sekresi adrenalin, tahap perlawanan seperti jika panas stresor, maka keringat akan keluar. Tahap kelelahan tampak pada pembesaran adrenal, penyusunan kelenjar getah bening, dan tukak. Kemenkes (2018) menyebut bahwa individu yang mengalami stres cenderung tampak gelisah, cemas, sensitif, mudah tersinggung, insomnia, sakit kepala, sakit perut, dan sebagainya.
Stres sendiri dapat terjadi pada berbagai kalangan, baik remaja maupun hingga usia dewasa dengan berbagai profesinya. Stres dapat terjadi dimana pun individu berada, baik di desa, perkotaan, sekolah, lingkungan kerja, rumah, dan sebagainya. Adapun stres di lingkungan perkotaan dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti kemacetan, kebisingan, suhu, polusi, dan berbagai stresor lainnya. Selain itu, stres dapat terjadi jika individu mengalami kekurangan dalam dukungan sosial, pengalaman buruk, tipe kepribadian, dan kondisi lingkungan.
Sarwono (1992) menyebutkan bahwa hubungan timbal balik terjadi pada hubungan antara lingkungan dengan manusia dan tingah lakunya. Keduanya saling memengaruhi dan mengikat. Adapun menurut teori The Enviromental Stress Approach atau pendekatan stres lingkungan, stresor atau penyebab stres merujuk pada komponen lingkungan dan respons mengacu pada reaksi yang disebabkan oleh komponen lingkungan. Lebih lanjut, Lazarus dan Cohen (1977) menjelaskan tiga kategori umum stresor lingkungan yaitu peristiwa dahsyat, stresor pribadi, dan stresor latar belakang.
- Peristiwa dahsyat. Hal ini biasanya terjadi tiba-tiba, tidak ada atau sedikit peringatan, dampak yang kuat, respons yang universal, dampak pada banyak orang, menyebabkan linglung, dan perlu upaya lebih untuk mengatasinya. Contohnya bencana alam, perang, kebakaran, kecelakaan nuklir.
- Stresor pribadi. Umumnya mempengaruhi lebih sedikit orang dan yang mengalami ini lebih sedikit. Contohnya adalah kematian keluarga, banjir, atau kehilangan pekerjaan.
- Stresor latar belakang. Bercirikan stresor yang kurang kuat, lebih bertahap, lebih kronis, dan lebih rutin. Rotton (1990) membaginya menjadi dua jenis, yaitu daily hassless atau stres kehidupan sehari-hari dan ambient stressors yang merujuk pada kondisi lingkungan seperti polusi, bising, kepadatan, dan kemacetan. Biasanya stresor ini kronis, mempengaruhi banyak orang, tidak mendesak, dan sulit dihilangkan karena butuh upaya banyak orang.
Stres dapat dipengaruhi banyak faktor, seperti sifat peristiwa dan cara individu dalam menilainya. Stres dapat diproses apabila telah ada penilaian kognitif terhadap stimulus yang mengancam terlebih dahulu. Lazarus dan Cohen (1977) menyebutkan bahwa penilaian merupakan fungsi dari faktor psikologis individu (intelektual, masa lalu, dan motivasi) dan aspek kognitif dari situasi stimulus (kontrol atas stimulus, prediktibilitas, dan waktu stimulus berdampak).
Tipe dari penilaian ini dibagi menjadi tiga, yaitu harm or loss appraisals/kerugian akibat bahaya yang berfokus pada kerusakan yang telah terjadi, seperti kerugian korban banjir. Sedangkan, penilaian terhadap ancaman berkaitan dengan bahaya di masa mendatang (racun dari pestisida). Penilaian tantangan berfokus pada kemungkinan mengatasi pemicu stres.
Penilaian ini dipengaruhi oleh karakteristik kondisi, situasional, perbedaan individu, variabel lingkungan, sosial, dan psikologis. Sikap terhadap respons juga dapat memediasi stres. Jika individu yakin ancaman tidak akan membahayakan permanen, maka respons yang diberikan tidak akan terlalu esktrem. Selain itu, koping stres juga dapat mempengaruhi penilaian situasi, seperti represi-sensasi, penyaringan (mengabaikan rangsangan asing), dan menyangkal.
Kategori dari coping stres menurut Lazarus terbagi menjadi dua, yaitu tindakan langsung atau berfokus pada masalah seperti mencari informasi, melarikan diri, dan berupaya untuk menghilangkan stresor. Serta berfokus pada emosi atau paliatif dengan menggunakan defence mechanism seperti menyangkal.
Adapun poster di atas adalah pemenang juara pertama di lomba poster psikoedukasi kategori B di ajang Temu Ilmiah Nasional (Temilnas) Asosiasi Psikologi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (APsi-LPTK) II pada tahun 2022. Dengan mengangkat isu stres yang marak terjadi pada masyarakat, penulis menggagas trik ‘MANAJEMEN’ yang terdiri dari beberapa langkah. Tips MANAJEMEN ini menggunakan teknik mnemonic atau akrab disebut jembatan keledai. Nailufar (2022) menyebutkan bahwa teknik mnemonic merupakan cara untuk menghapal dengan menghubungkan pada suatu hal yang tidak sukar diingat.
MANAJEMEN terdiri dari 9 langkah yang dapat dilakukan ketika mengalami stres. ‘M’ merujuk pada meminta saran kepada orang lain atau menghubungi ahli untuk menangani stres. Hal ini dapat dilakukan ketika individu membutuhkan bantuan dan belum bisa menangani stres secara mandiri. Adapun seseorang dapat menceritakan masalah atau penyebab stresnya kepada orang yang dipercaya, peer counselor, atau psikolog jika stres dirasa parah.