Seberkas cahaya muncul di hadapan Arga. Cahayanya sangat menyilaukan.
"Arga aku penjaga pagi jika kau ingin selamat, ayo bangun!" Suara itu keluar dari cahaya,"Ayo pegang tanganku."
Secepat kilat Arga mengulurkan tangan tepat saat cakar naga itu akan menyayat punggungnya.
"Bunda...!" teriak Arga keras saat Sang Penjaga Pagi menarik tangannya dengan cepat.
Arga terbangun. Wajahnya pucat dan keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Dia memeluk tubuh ibunya yang masih duduk di sisi ranjang.
Ibunya merasakan pelukan erat Arga pertanda bahwa putra bungsunya itu sangat ketakutan.
"Kamu sedang bermimpi. Dan mimpi itu pertanda bahwa Tuhan sedang mengingatkanmu bahwa bermain game tanpa tahu waktu itu sangat merugikanmu. Kamu akan terlambat bangun dan pasti akan malas belajar juga," ujar ibunya seraya mengelus lembut rambut Arga.
Arga menunduk. Bayangan monster-monster dari game yang tadi mengejarnya masih terbayang jelas. Rasanya seolah mereka menertawakannya, seolah ia akan selamanya kalah jika tidak segera berubah.
Dengan tergesa, ia bangkit dari ranjang, menyingkap selimut yang kusut, lalu berlari kecil ke kamar mandi. Air wudhu yang dingin menyentuh wajah seperti menampar dan menyadarkan sepenuhnya. Suara kokok ayam yang masih bersahutan dari kejauhan terdengar seperti ajakan baru: inilah waktunya memulai hari.
Saat Arga selesai melaksanakan salat, dia melihat layar handphone berkedip-kedip sendiri.
, "Arga... kami masih menunggumu... dunia game takkan pernah melepaskanmu..." Suara para monster itu seolah terdengar dan terlihat di layar.